Sendiri di kamar hotel bintang 5.
Musim dingin siang hari, tubuh lelah dan butuh istirahat.
Leha menyurukkan segenap letih ke bawah selimut tebal. Berjuang untuk segera lelap, namun sia-sia. Makin dicoba, kantuk semakin menjauh tak bisa dijangkau. Ada bayangan yang mengganggu pikiran dan memaksanya terus berjaga.
Entah mengapa wajah Yusuf yang baru dikenalnya beberapa jam lalu itu begitu menguasai pikiran dan mengganggu perasaan. Mengingat caranya bicara, saat dia tersenyum, bagaimana dia makan dan minum, apalagi saat dia menatap Leha.
Sungguh gila baru bertemu beberapa jam, seseorang telah merajai pikiran. Benar-benar tak masuk akal dia hadir di setiap benda yang dilihat, dalam nyata dan mimpi. Di alam fakta dan fiksi. Seolah napas, dia mengalir dan Leha bergerak. Seakan jantung, dia berdetak dan Leha merangkak, berjalan lalu berlari terbang, menuju matanya.
Leha membaca hati, membaca pikiran dan tanda-tanda yang tersirat.
Hatinya gemetar namun bahagia.
Jiwanya merindu namun tak tahu kepada siapa.
Leha berpikir akan mandi siang saja. Barangkali setelah mandi, kantuk bakal menghampiri. Namun tubuh dan kaki sulit digerakkan, saking capek dan serbuan udara dingin. Maunya tak ingin keluar dari dekapan selimut hangat. Maunya minum cay panas dan santap Iskender kebab seperti barusan.
Maunya bertemu seseorang dan bincang-bincang tanpa tema sekali pun.
Temanya adalah bincang-bincang.
Namun semua hanya keinginan, semacam mimpi saja. Leha sadar dan tak hendak putus asa karena mimpi yang belum turun ke dunia nyata. Dia bertahan dengan bayangan-bayangan dan menerima tamu istimewa dalam imaji, hingga lelah jiwa-raga tak terkendali lagi dan akhirnya jatuh tertidur. Dia baru terbangun saat bel pintu mendering karena Armando telah datang dari jalan-jalan.
Dengan terhuyung dia berjalan ke arah pintu, karena mau tak mau harus membukakan. Andai ada remote control untuk membuka pintu, pasti akan lebih mempermudah urusan dan kenyamanan.
“Baru selesai bincang-bincangnye, Bang?”