Tayangan berita di televisi menyiarkan tentang gencarnya pemberantasan narkoba di kalangan masyarakat. Narkoba menjadi sumber permasalahan atas meningkatnya kriminalitas di dalam negeri. Penyeludupan ilegal dari negeri Tiongkok dan Philipina, melalui jalur laut berhasil digagalkan oleh angkatan laut yang kebetulan menangkap kapal nelayan yang berusaha menerobos perbatasan wilayah Indonesia.
Jajaran kepolisian sangat konsen terhadap pemberantasan narkotika setelah menangkap pemasok besar dari Tiongkok dan philipina masing-masing 55 kilogram sabu-sabu kualitas tinggi. Berkat penelusuran pemasok bernama Boimen yang mengaku nelayan pencari ikan itu. Hanya sebagai orang yang dititipkan saja dengan upah lima juta setiap pengiriman. Kendatipun demikian, kepolisian tidak lekas percaya begitu saja dan menginterogasi nelayan itu untuk memberikan nama-nama pembelinya.
Dari informasi tersebut, kepolisian mengantongi beberapa nama Pengedar Narkoba kelas kakap yang berasal dari dalam penjara di Cipinang. Nama raja pengedar itu Steven ‘Marimas’ Chong yang berasal dari negeri tirai bambu itu mendapatkan julukan nama belakang yang tergolong remeh dikarenakan komplotannya sering menyelundupkan narkoba berjenis sabu-sabu ke dalam kemasan saset marimas.
Saat ini Steven sedang menanti tenggat waktu hukuman matinya tahun ini. Tertangkapnya Steven lima tahun lalu di Jakarta tak menyurutkan peredaran benda haram itu, melainkan semakin luasnya pemasokan ilegal itu ke dalam penjara. Dari balik penjara Steven masih aktif berbisnis narkoba, bahkan pasokannya bertambah luas di kalangan tahanan dan juga oknum polisi.
Sedangkan di dalam penjara Nusa Kambangan juga terdapat Raja Pengedar dari gangster yang berbeda dari negara Philipina, orang-orang eropa menyebut negeri itu sebagai Mutiara laut dari orien karena letaknya di bumi bagian timur. Nama yang cukup ditakuti di antara gangster lainnya yaitu Fulung Phulsa. Nama kelahirannya Gabriel Drandreb yang bermakna utusan Tuhan yang terbaik. Namun, kebalikan dari namanya Gabriel dikenal kejam dan tidak segan-segan menyiksa, membunuh dan menghilangkan nyawa orang lain, terutama polisi. Sudah sering anak buah Gabriel saling baku tembak di jalanan ketika dipergoki sedang membawa barang haram itu.
Gabriel mendapatkan julukan Fulung Phulsa karena Para pengedarnya sering menggunakan metode pembelian pulsa melalui gerai yang berkedok konter pulsa. Agar luput dari pemantauan, gerai yang seharusnya menjual pulsa ternyata juga meladeni pembelian sabu-sabu secara diam-diam. Hanya orang-orang tertentu yang mengetahui jika sebuah gerai pulsa dijadikan tempat transaksi barang haram itu. Sejak penangkapannya, Fulung alias Gabriel dengan waktu yang hampir bersamaan dengan tertangkap Steven Marimas, membuat jajaran kepolisian menang telak. Fulung juga tengah menanti hukuman mati tahun ini.
Kedua Raja gembong narkoba itu sudah lama berbisnis narkoba di tanah air dan saling bersaing memperebutkan wilayah. Mulanya, Fulung mengincar wilayah Bali, tetapi di sana banyak pengedar eceran yang berasal dari Malaysia, Australia dan USA yang membuatnya kelimpuhan. Pengedaran mereka berkedok sebagai turis asing yang sedang berlibur. Dan, berkat pengalaman itu, ia memilih countryside alias pinggiran kota dengan modus pulsa. Keduanya sangat berbeda cara berpikir dan berbisnisnya, tetapi kesamaan di antara keduanya yaitu tahun ini adalah tahun terakhir mereka hidup. Baik Steven dan Fulung akan menerima hukuman mati dengan cara ditembak.
Sementara itu, dari balik penjara berita di televisi menyiarkan beberapa berita yang menggemparkan dunia sains, di mana seorang ilmuwan keturunan Rusia yang bernama Fredrick Alexei Petrov sudah lama tinggal di Indonesia meneliti tentang lumba-lumba. Diketahui belakangan, ilmuwan tersebut menggunakan narkoba kepada hewan yang memiliki kecerdasan tinggi itu, guna membuatnya bisa berkomunikasi dengan manusia. Masyarakat menyebutnya sebagai ilmuwan gila.
Hal itu membuat dunia internasional mengecam perbuatannya. Penggunaan narkoba ke dalam otaknya adalah peningkatan dari teknologi yang dikembangkannya dengan alat yang dimasukan bernama Globe. Fredrick mengklaim kolaborasi keduanya bisa menstimulasi pikiran, mengendalikan motivasi, kesadaran dan tindakan hewan tersebut secara penuh.
Badan Pengawasan Hewan yang dilindungi dan Pemerhati hewan merasa keberatan dengan eksperimen ekstrem yang dilakukan ilmuwan tersebut. Mereka meminta ilmuwan tersebut menghentikan percobaannya dan dideportasi dari negeri ini. Seorang pemerhati hewan bernama Dr. H Gagas Nur Hidayat mendapatkan pertanyaan dari jurnalis di lapangan. Ia mempertanyakan, mengapa ilmuwan tersebut dengan mudahnya melakukan eksperimen terhadap hewan-hewan tersebut di Indonesia?
Dr. H Gagas mengatakan jika Indonesia masih sangat kurang dalam hal perlindungan dan pengawasan terhadap hewan-hewan. Bahkan, jika bukan hewan yang termasuk dilindungi seperti harimau jawa, sumatera, orangutan, notabene hewan yang hampir punah. Keberadaan hewan lainnya tidak mendapatkan perhatian yang sama.
“Padahal, dari rekam jejak ilmuwan tersebut pernah melakukannya dengan tikus, monyet, sekarang lumba-lumba. Lalu, selanjutnya apa lagi? Bisa jadi dengan manusia!” papar Dr. H Gagas Nur Hidayat yang membeberkan isi pikirannya.
“Bagaimana jika percobaan terhadap hewan-hewan itu guna terobosan untuk menemukan obat dari penyakit-penyakit berat, seperti jantung, kanker, Alzheimer dan lainnya?” cecar Jurnalis itu.