Di dalam kelas A yang sangat rapi, tertib dan semua murid sedang serius mengerjakan tugas. Seorang guru yang keluar dari ruangan kepala sekolah membawa siswa baru pindahan dari luar kota. Siswa laki-laki tinggi berkacamata itu memasuki kelas A setelah guru bahasa inggris mengantarnya. Kebetulan guru yang bernama Ibu Widya itu adalah walikelas di kelas A.
“Anak-anak perhatian sebentar. Kita kedatangan murid baru dari Semarang, tolong dibantu dengan tugas-tugas hari ini dan essai yang harus dikumpulkan lusa yah. Faray, tolong ya,” jelas Ibu Widya di depan kelas.
“Namanya siapa, Bu?” tanya salah satu murid.
“Oiya, Wira kamu perkenalkan diri sama teman-teman ya,” pinta Ibu Widya. Wira mengangguk.
“Perkenalkan teman-teman, nama Saya Wira Wardhana, dari Semarang.”
Ketika teman-teman lainnya menanyakan informasi lebih dalam tentang Wira yang berwajah manis dengan kulit kecoklatan itu. Faray justru berbisik kepada teman-temannya seperti memiliki rencana lain.
“Saatnya rekruitmen anak baru, gaes, hehe,” bisik Faray sambil menjerembakan tos dengan kepalan. Tos itu disambut oleh teman-temannya dengan baik.
“Tenang-tenang. Wira, kamu duduk sama Harris di belakang,” perintah Ibu Widya. Ketika Wira menjalankan perintah walikelasnya, Ibu Widya memperhatikan ada bangku yang kosong.
“Loh, Dena mana?” tanya Ibu Widya curiga. Semuanya tertunduk dan tanpa ekspresi. Raut wajah mereka sama sekali tak menunjukan tanda apapun, seperti sudah diinstruksikan seperti itu oleh seseorang.
“Ibu tanya, Dena ke mana?” tukasnya.
“Dena tadi izin pulang, Bu. Bocor,” ungkap Faray berkelakar.
“Bocor? Menstruasi maksud kamu?”
Faray hanya mengangguk-angguk lugu seperti anak baik.
“Lain kali izin dulu dong sama guru piket. Kok pulang-pulang aja. Faray, kamu ketua kelas 'kan, harusnya kamu tanggung jawab.”
“Maaf, Bu. Abisnya Saya bingung, malahan mau Saya antar pulang tadi, tapi Denanya malu, Bu.
“Ya sudah, Ibu maklumi. Kerjakan lagi tugasnya, Ibu mau lapor dulu ke guru piket.”