Atas laporan semalam dari Bapak Heri Anggara dengan cepat laporan penganiayaan yang dialami anaknya bernama Wira Wardhana ditangani pada pagi harinya. IPTU Eddi diperintahkan menyelidikinya ke sekolahan terkait, karena korban pada saat dibawa ke rumah sakit masih memakai seragam. Kemungkinan penganiayaan itu terjadi ketika ia masih berada di sekitar sekolah.
Kepolisian menduga jika Wira dianiaya oleh sekelompok orang yang tidak dikenal. dugaan sementara. Namun, tak menutup kemungkinan jika penganiayaan itu terjadi di lingkungan sekolah. Untuk itulah Eddi bersama dengan beberapa petugas mendatangi sekolah Dona Brasco. Dari kepolisian sengaja tidak mengabarkan pihak sekolah jika akan datang untuk memeriksa. Tak pelak, info itu tetap saja bocor oleh oknum dari kepolisian yang cukup dekat dengan Kepala Sekolah.
“Halo, Pak Ridwan, apa kabar?” sambut Pak Artha dalam sambungan telepon.
“Baik, Pak. Begini … Saya dengar, tim dari Kapolsek menuju ke sana,” bisik Pak Ridwan di telepon.
“Apa? Kapolsek … kenapa, Pak?”
“Loh, memangnya anda tidak tahu? Siswa anda yang bernama Wira masuk rumah sakit babak belur!” terangnya.
“Apa? Wira? Nama lengkapnya, Pak?”
“Wira Wardhana.”
Kepala sekolah dengan cepat memanggil seluruh walikelas dan wakilnya serta beberapa staff untuk menggali informasi. Situasi di ruangan guru terlihat sibuk dengan informasi yang didapatkan setengah-setengah itu, Pak Artha melakukan rapat darurat. Para guru yang berada di kelas berhamburan keluar untuk menghadap ke ruangan kepala sekolah.
Baru saja sepuluh menit rapat mendadak dimulai, beberapa unit mobil dari kepolisian datang. Anak-anak di kelas semuanya berdiri mendekati jendela untuk melihat apa yang terjadi. Ada apa dengan sekolahannya yang tiba-tiba didatangi oleh polisi. Setelah memarkir persis di depan gerbang. Seluruh pagar tertutup oleh empat mobil biru putih dengan tulisan POLICE di sampingnya.
Kegemparan dimulai, anak-anak yang membawa sesuatu yang dilarang mulai panik dan berusaha menyembunyikannya. Beberapa siswa sibuk menghapus gambar dan video porno dalam gawainya. Lintingan rokok, ganja, majalah dewasa, senjata tajam disembunyikan di tempat yang jarang didatangi. Di mana lagi kalau bukan di kamar monyet. Para guru diperintahkan untuk segera kembali ke kelas guna menenangkan anak-anak yang terlihat panik. Mereka berpikir jika akan ada pemeriksaan narkoba atau membawa senjata tajam.
Beberapa orang kepergok memasuki kamar monyet, menyembunyikan sesuatu di sana. Yoga dan Gunawan yang baru saja dari kamar mandi membasuh mukanya karena mengantuk, merasakan keanehan di depan matanya.
“Eh-eh-eh, siapa tuh? Apa-apaan tuh orang pada keluar dari kamar monyet?!” protes Gunawan sambil menunjuk ke arah mereka.
“Woiii, ngapan lu pada!!” teriak Yoga.
Manu yang berada di bangkunya mendengar teman-temannya berteriak di luar. Ia beranjak untuk melihat yang terjadi. Kelas blok F yang berada di ujung sekolah tak bisa melihat keadaan di luar gerbang. Mereka benar-benar tertinggal soal informasi yang sangat penting itu. Tiba-tiba walikelas F berlari kecil menuju kelas, meminta semuanya untuk masuk ke dalam dan tetap tenang.
“Masuk-masuk semuanya. Jangan ada yang keluar!” perintahnya.
“Ada apaan sih, Bu?” tanya Yoga.
“Engga ada apa-apa, ayo masuk cepat.”
Semakin diperintah untuk tenang, semakin penasaran saja dengan apa yang sedang terjadi. Namanya blok F tak akan tinggal diam ketika walikelas meminta siswa dan siswinya tengah di dalam kelas, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Beberapa kali Ibu Guru mengecek notifikasi pesan dalam grup guru. Pak Artha memberikan informasi jika dari kepolisian akan memeriksa seluruh lingkungan sekolah.
[Bersiap-siap. Petugas akan memeriksa seluruh kelas] tulis Pak Artha.
“Kayanya ada yang enggak beres deh. Guru-guru tingkahnya aneh!” bisik Gogo.