Ditemukan korban wanita pekerja, sepulang dari kantor menghilang. Korban bernama Nani Wulandari usia 20 tahunan bekerja di sebuah pusat perbelanjaan. Sedangkan korban ke 6 sebelumnya adalah mahasiswi semester dua bernama Mida Maya. Ketika ditemukan kedua mayat itu berada di sebuah taman yang berbeda. Tidak dikubur seperti biasanya, ada perubahan perilaku pada pembunuhnya.
Ning sudah berada di lokasi setelah Bima meminta bantuannya. Melihat mayat yang dibuang di pinggiran taman terhalang oleh semak-semak, dekat dengan terowongan buatan, hanya tertutup oleh plastik bagian wajah.
“Pelaku tidak menguburnya seperti ingin ditemukan, bagian wajah yang ditutupi sebuah plastik menandakan rasa penyesalan dan penghormatan terhadap korban.”
“Bima, korban sebelumnya ditemukan kapan?” sambung Ning bertanya.
“Tiga minggu yang lalu,” balas Bima.
Tiga minggu yang lalu?
Frekuensi membunuh korban sejak mayat ke 6 hanya berjarak 3 minggu.
“Frekuensinya akan semakin dekat, Bim. Bisa jadi akan berkurang menjadi 2 minggu atau 1 minggu. Kita tidak punya banyak waktu untuk menentukan tempat favorit berburunya dan harus menggolongkan wanita-wanita itu agar mudah pencarian kriteria korban,” ujar Ning.
“Kamu ikut ke kantor ya Ning, berikan kita masukan untuk kasus ini.”
“Baiklah, sebentar saja … aku harus kembali mengajar.”
***
Di sebuah papan tulis sudah terpampang foto-foto korban sejak 10 tahun silam hingga sekarang. Terdapat 7 korban yaitu; 5 korban wanita dari 3 tahun pertama, 7 tahun hiatus, hingga sekarang ditemukan 2 korban. Semuanya sedang berpikir, mencari kesamaan dari korban-korban tersebut untuk menentukan lokasi dan kriteria perburuan.
Polisi kebingungan karena tidak ada korban yang spesifik satu sama lain. Korban adalah mahasiswi, pekerja biasa dan ibu rumah tangga, semuanya perempuan-perempuan yang tidak memiliki catatan kelam sedikit pun. Polisi kesulitan mencari kesamaannya. Tak pelak dalam setiap kejahatan tidak akan ada yang sempurna, selalu ada petunjuk yang mengarah kepada pelakunya.
Di antara korban terdapat kesamaan.
“Kelingking kakinya!” ucap Ning tiba-tiba.
"Kalau itu kami sudah tahu, kalau ini semua perbuatan "Si Kolektor Kelingking"," seru seorang Detektif Senior.
"Ya, itu bukan petunjuk baru," gumam lainnya.
"Kelingking itu yang bisa mengarahkan kita kepada Pembunuhnya," sambung Ning.
“Apa.” Semua orang melihat Ning mengucapkan itu.
“Di mana kita bisa melihat kelingking seseorang?” gumam Ning sembari menatap papan tulis.
“Melihat kelingking?” gumam Petugas.
“Ya … pelaku sangat terobsesi dengan kelingking, semua korbannya kehilangan kelingking kakinya. Pasti, pelakunya harus melihat kelingking buruannya sebelum membunuhnya di suatu tempat,” papar Ning.
“Tepat sekali! Tapi di mana?” ujar seorang detektif berusaha berpikir keras.
Semuanya mulai berpikir, jika korban-korban itu sebelumnya berada di sebuah taman dengan fasilitas lengkap, yang dilengkapi tempat beribadah. Ada beberapa taman yang dicurigai yaitu Taman Balaikota, Taman Potret, Taman Ventura dan Taman Hutan berada di tengah kota yang memiliki kriteria tersebut, ada trek joging, taman bermain anak-anak, area skater, panjat tebing, musola dan terowongan menuju jalur MRT.
Salah satu korban ialah seorang ibu rumah tangga yang memiliki rutinitas joging setiap sore di taman terbesar yang berada di perbatasan kota itu, karena dekat dengan tempat tinggalnya. Namun, mayatnya di temukan di taman lain yang cukup jauh dari tempat tinggalnya.