Mata Ning terbuka, tangan kosongnya langsung mencekik leher Ning tanpa komando sebelumnya. Terdengar seringaian kecil dari wajahnya yang tertutup masker. Tekanan itu menyebabkan Ning kesulitan untuk bernapas. Penyumbatan udara dan pembuluh darah ke otaknya mulai menekan pada syaraf Vagus-nya. Perut dan dada Ning mulai kejang, diafragmanya mengalami kontraksi hebat. Wajah Ning mulai ungu kemerahan. Tubuhnya meronta-ronta dan pandangannya mulai kabur.
Ning kehilangan kesadaran, mati.
Melihat Ning sudah tidak bergerak, lemas. Otot-otot yang tadinya meronta masih meregang dan memberontak, kini terbujur lemas di permukaan yang dingin itu.
Pelaku mulai menyibak rok panjang Ning hingga memperlihatkan pangkal stokingnya. Ia terkejut dikarenakan kaki-kakinya itu tertutup stoking berwarna kulit. Hatinya sempat kecewa, tetapi ia tak kuasa untuk tetap menikmati Ning. Melucuti stoking itu hingga terlepas dan memperlihatkan jemari kakinya yang indah. Baginya jemari Ning adalah manifestasi terindah yang pernah dilihatnya. Mungkin jemari itu akan menjadi satu-satunya yang akan menempati kotak hadiah tanpa jemari lainnya.
Kotak hadiah khusus untukmu.
Tumit yang mulus dan halus, ramping dan jemari-jemari yang panjang dan rapat seperti manekin. “Indah sekali!”
Mengambil alat pemotong itu dari tasnya, mengetes kesiapan alat itu terlebih dahulu, lalu mulai memasukkan perlahan ke sela-sela kelingkingnya yang indah. Menempatkan bagian tertajam tepat di pangkal metatarsal bones, ujung kelingking bagian dalam agar tercabut sempurna.
Menyiapkan tenaga agar potongan itu sekali saja tanpa diulang. Pekerjaan harus rapi dan sempurna. Seorang pembunuh yang perfeksionis. Jika terjadi kesalahan sedikit saja, seperti ada urat yang tertinggal atau bagian yang terpotong tak sesuai keinginannya. Hal itu bisa membuatnya jengkel setengah mati. Ketika pelaku menekan alat itu tiba-tiba bahu dan tangannya terasa nyeri.
Aaaaaarrrrrrhhhhhh!
Pelaku mengaduh kesakitan.
Pil-pil sialan itu sepertinya belum bekerja!
Tiba-tiba terdengar sirene sangat kencang hingga membuat Ning membuka matanya. Suara itu berhasil menarik Ning dari kematian suri. Tatapan Ning dan pelaku bertemu, kaki Ning reflek menendang wajahnya hingga terpental ke sudut gelap itu. Ning mengambil alat pemotong itu dan membawanya lari keluar pondok.
Dengan langkah terlunta-lunta tidak bisa berlari dengan cepat, rasanya sangat sakit ditenggorokannya. Ning ingin berteriak tetapi tidak bisa, menahan perih menelan salivanya jejak cekikan. Pandangannya yang masih kabur dan tubuhnya yang lemas bekas pembius hanya bisa berlari dengan sempoyongan. Ning sesekali menoleh ke belakang, memastikan penjahat itu ketinggalan. Namun, ia melihat bayangan pelaku yang mulai mendekat. Ning merasa akan dikejar olehnya.
Hingga Ning tidak melihat ke depan dan tergelincir dari pinggir bukit. Tubuhnya terguling-guling hingga pohon pinus menjegalnya untuk berhenti.
Bayangan itu mulai merambati bukit, merasakan napas dan tawanya yang merusak. Ning merasakan dinginnya tanah hingga mencengkramnya lemah. Mencoba mencari sesuatu yang keras untuk membela diri, tetapi Ning tidak menemukan apa-apa. Merayapi permukaan tanah dengan lambat, langkah terseok-seok yang menyelubungi pendengaran Ning dengan jelas. Bayangan itu semakin jelas hingga Ning bisa mengingat seringaiannya yang kejam.
Tubuhnya kelelahan hingga terbaring kembali di rerumputan. Pelaku itu tidak akan membebaskan Ning, mengejarnya sampai dapat. Di atas tanah, ia merambati tubuh Ning bak hebat melata. Mengendus wewangian tubuhnya, merasakan ketakutan dari dalam diri Ning. Semakin perasaan mencekam itu dirasakan korban, semakin senang ia melakukannya dengan perlahan. Ning menggeleng lemah dan rintihannya meminta belas kasihan. Ning setengah sadar menggumamkan sesuatu.
Kumohon lepaskan aku, kumohon jangan bunuh aku.
***
Dooorrrrr! Dooorrrrrr!
Dua kali tembakan dilepaskan oleh Eddie. Tembakan yang meleset mengenai tubuh pelaku membuatnya memiliki beberapa detik untuk pergi dari sana. Pelaku itu berhasil kabur dari proyektil panas yang dihempaskan dari pistol miliknya. Bima yang fokus mencari sosok Ning melihatnya terbaring di dekat pohon pinus itu. Keadaannya sangat lemah hingga berusaha menyadarkannya.
“Ning! Bangun … Ning! Ayolah?” sembari menepuk-nepuk pipinya agar sadar.
“Ning bangun! Dean akan membunuhku jika kamu … mati.” Bima berteriak terus memanggil namanya. Mengguncang-guncang tubuhnya agar bangun. Bima tidak ingin kehilangan Ning begitu saja apalagi ini kesalahannya yang meninggalkan Ning sendirian.
Tiba-tiba, pelan-pelan bola matanya mulai merespon, bergerak-gerak meskipun dalam kondisi memejam. Mulutnya mengucapkan sesuatu sangat pelan.
“Apa … aku … hidup?” tutur Ning pelan. Bima merasa lega dan mengatakan berulang kali kepada Ning jika ia masih hidup. Dan memapah tubuh Ning menuruni bukti, mendekati paramedik yang membawa tandu.
Beberapa petugas mulai melepaskan topi mereka, merasakan prihatin yang sama yang dihadapi Bima, atasan mereka. Merasa menyesal karena datang terlambat. Ning pernah menjadi bagian dari mereka, sejak dulu hingga kini. Tidak ada yang boleh menjadi korban di dekat mereka.
Bah bangkit dari kematian, Ning mulai bernapas dengan bantuan ventilator pernapasan di dalam ambulans. Bima menemani Ning menuju rumah sakit untuk ditangani dengan serius.
“Bagus Ning, bagus! Bernapaslah perlahan … kamu akan baik-baik saja,” tutur Bima memastikan Ning akhirnya bernapas.
Sementara itu Eddi di lokasi memerintahkan beberapa unit untuk mengejar pelaku dan memeriksa tempat yang menjadi lokasi penculikan dan percobaan pembunuhan itu. Menyusuri tempat itu dengan teliti dengan anjing-anjing pelacak yang dikerahkan. Meskipun, pelakunya sudah keluar dari hutan itu, sepertinya pelaku sangat mengenal tempat itu dengan baik.
***
Setelah menelusuri perbukitan itu, petugas terkejut mendapatkan sebuah pondok di atas bukit yang telah ditutupi oleh pohon besar dan semak belukar. Pondok itu sudah sangat tua dan reot. Petugas yakin kemungkinan pelaku melakukan aksi pembunuhan dan mutilasinya di tempat ini. Ketika masuk secercah sinar akhirnya bisa menyinari tempat yang sangat gelap dan lembab itu, setelah beberapa pohon dan semak yang sengaja ditebang petugas.