Beberapa saat sebelumnya, di mana akhirnya Manu menemukan minimarket yang buka 24 jam. Di sana sudah terparkir truk kointainer di mana seorang karyawan di dalam bagasi bawaannya sedang menurunkan barang, sedangkan seorang lagi Menyusun kardus-kardus itu di depan. Manu masih bersemangat untuk membeli air mineral demi teman-temannya dengan uang yang terkumpul. Ia membeli tas belanja untuk membawanya.
“Mas, Saya boleh ngecas handphone? Sebentar aja,” bujuk Manu.
“Boleh, mana?” jawab karyawan minimarket.
Di dalam minimarket, ia meminum air kemasan itu sampai tersisa sedikit dan memasukkannya ke dalam tas. Sebelumnya, ia pergi ke kamar kecil untuk membasuh wajahnya. Setelah dua puluh menit menunggu gawainya terisi daya, ia segera menyalakannya dan menghubungi Ayahnya kembali. Namun, panggilan itu tidak dijawab.
Di sana ia merasa ingin menghubungi polisi, tetapi ceritanya tentang teman-temannya yang tiba-tiba berubah menjadi zombie dan ingin memakannya hanya akan menjadi bahan tertawaan saja. Sehingga, ia mengurungkan niatnya. Dan, Manu meninggalkan minimarket untuk kembali kepada teman-temannya. Manu tak sadar jika kardus-kardus yang sedang dimuat oleh karyawan minimarket berisi minuman dalam botolan yang sudah membuat Faray, Hardi dan Edo berubah menjadi Zombie.
***
Makhluk terkutuk itu menemukan persembunyiannya. Namun, mereka bisa keluar dari sana. Zombie itu mendapati jendela yang sudah terbuka lebar dengan pecahan kaca di mana-mana. Sudah saatnya, zombie itu keluar dari peraduan. Mencari seseorang untuk di makan hidup-hidup.
Derap kedua kakinya yang melangkah kasar di jalanan raya yang sepi. Matanya membulat melebihi kenormalan dengan urat-urat syaraf yang menghitam memenuhi bola matanya. Korneanya membesar dengan pupil abu-abu menghitam pekat. Tak terlihat sinar kehidupan dari matanya. Mulutnya mengeluarkan cairan serasa ingin terus memangsa, menggigit daging segar. Perasaan lapar terus membuatnya mengelana malam.
Masih memakai seragam sekolah dengan sobekan dan noda darah, hasil pergumulan dan kotoran menutupi landasan warna putih abu-abu. Tatapannya bengis mencari rangsangan untuk membuatnya bergerak lebih cepat seperti berlari. Kendaraan roda empat datang dari arah belakang. Zombie itu mulai bereaksi kepada gerakan dan suara. Mengejar kendaraan itu melaju dengan cepat ingin menyusul di belakangnya.
“Anak sekolah pulang pagi? Dasar! Mau numpang kali?” gumam Pengemudi di dalam mobil.
Pengemudi itu melambatkan laju kendaraannya dan menyalakan sen ke kiri. Lalu, mengerem di tepian. Sambil menunggu, ia memperhatikan dari kaca spion dan sesekali melihat ke belakang. Tak lama, zombie itu sudah sampai di depan jendelanya ketika Sang Pengemudi membukakannya.
“Rumahnya di mana?” tanyanya sambil membuka jendela.
Tanpa basa-basi zombie itu menggigit pengemudi hingga lehernya terkoyak parah. Darah memuncrat dari sobekan di lehernya. Setelah puas, zombie itu melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, santai. Menunggu rangsangan datang lagi untuk menggerakkan kehendaknya atas nalurinya membunuh.
***
Sudah beberapa rumah sakit yang didatangi oleh Pak Dirga dan Pak Galih. Semua RS itu berada di dekat sekolah sampai yang terjauh. Tidak ada satu pun sejak semalam pasien yang dirawat akibat kecelakaan atau apapun dengan ciri-ciri dan nama anak-anak mereka. Rasanya sudah putus asa mencari.
“Ke mana anak-anak itu? Apa yang harus kita lakukan?” keluh Pak Galih.
“Telepon mereka tidak bisa dihubungi. Masih ada satu rumah sakit internasional, kita ke sana, Pak?” ajak Pak Dirga. Anggukan Pak Galih mengartikan semuanya, meskipun sudah letih, tetapi tetap bersemangat untuk mencari mereka.