Kapten Dirgahayu sengaja mendatangi laboratorium yang disiapkan di dalam markas besar TNI. Ruangan yang disulap menjadi lab sementara itu, demi menjalankan ide dari Dokter Puput menemukan penawarnya. Para staff bersusah payah mewujudkan peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan sejak semalam.
Pagi itu Bima sampai di depan lobi persis depan laboratorium yang dibuat menjadi kantor dadakan untuk koordinasi semua staff. Ia melihat pemandangan yang aneh dan tidak biasa pada rekan-rekannya. Semua berkumpul pada satu meja melakukan sesuatu yang konyol. Keingintahuannya yang mengantarnya hingga mendekati meja itu.
“Ada ....?”
“Ah … Pak Bima sudah datang, Pagi Pak,” sambut semuanya.
“Kami sedang memandikan peluru-peluru ini ke dalam jus bawang putih, Pak.”
“Hah?” Bima membelalakan bola matanya, merasa jengah. Hingga menyentak kepala mereka satu per satu.
“Apa kalian sudah gila? Hah!” sentak Bima memberikan tatapan tajamnya. Sontak semuanya berhenti melakukan kegiatan itu.
“Mandiin peluru? Kenapa enggak sekalian kalian yang mandi,” sambung Bima kesal.
Tiba-tiba Eddie datang dengan memakai kalung rangkaian bawang putih yang melingkar di lehernya, beserta gelang-gelang pula. Semua rekannya tidak tahan hingga menertawakannya, berusaha keras menutupi kelucuan itu dengan kedua tangan hingga mengeluarkan suara aneh dari tertawa yang ditahan.
“Eddieeeeeeeee ….” Bima berteriak sambil berkacak pinggang. Dengan wajah tidak bersalah Eddie melepas kalung itu setelah melihat rekan-rekannya memberikan gestur untuk melepasnya segera.
Pak Bima marah, “Kamu akan mati Eddie, lepaskan kalung itu.”
“Pak Bim, Ada Kapten Dirgahayu yang sejak tadi menunggu Bapak dan Dokter Puput sedang membedah zombie itu di ruang otopsi,” sela petugas lain.
“Siapa?” tanya Bima. Staff itu menunjuk ke tempat duduk di mana Pak Dirgahayu sudah menunggu sedari tadi dan beranjak dari bangku ketika melihat Bima menemukannya.
“Pak Bim, kalau boleh Saya ingin berada di sini, mungkin Saya bisa membantu Dokter Puput mencari penawarnya,” jelas Dirgahayu membeberkan niat dan maksud kedatangannya. Mengikuti Pak Bima berjalan menuju lab.
“Staff di sini sudah sangat banyak, sepertinya kami tidak bisa menerima orang lagi.”
“Pak, Bim tolonglah, Saya akan melakukan apa saja, ….”
“Termasuk pekerjaan kotor?” sindir Bima. Dirgahayu tertegun menghentikan langkahnya.
“Jika itu bisa membuat Dokter Puput menemukan penawarnya, akan Saya lakukan.”
Keduanya bergegas masuk ke dalam laboratorium. Bima sangat mengkhawatirkan Dokter Puput yang tetap saja mengotopsi mayat hidup itu setelah terluka seperti kemarin. Dengan cepat berlari menuju ruang otopsi yang berada di gedung lain, memasuki ruang otopsi dengan tergesa-gesa. Di dalam sana mayat hidup itu sudah terbelah dan di ambil organ-organ dalamnya. Kekhawatiran Bima surut seketika melihat dua orang petugas menjaga Dokter Puput selagi melakukan pekerjaan.
“Kalian boleh pergi,” perintah Bima.
Mendekati Dokter Puput yang lebih serius ketimbang sebelumnya. Rasa penasarannya untuk mencaritahu apa penyebab mayat ini hidup kembali.
“Siapa orang ini?” tanya Dokter Puput yang hanya melirik Dirgahayu.
“Ah … kenalkan ini Pak Dirgahayu yang mendukung rencanamu di rapat terbatas,” jelas Bima.
“Aku tahu, mengapa di sini? Aku tidak bisa bekerja jika ada orang baru,” keluhnya.
“Pak Dirgahayu memaksa ingin membantumu dan ia bersedia melakukan pekerjaan kotor untukmu.”
Dokter Puput melihat Pak Dirgahayu sebentar dan kembali fokus kepada mayat yang diautopsinya. Tatapan itu membuat gugup Pak Dirgahayu karena pikirannya menjadi bertanya-tanya, kira-kira pekerjaan apa yang akan dilakukannya. Pekerjaan kotor untuk mendapatkan penawarnya.
“Mahasiswa semester 1 bernama Januar Helmy, masih sangat muda untuk berada di sini,” ungkapnya sembari mengambil 15 proyektil yang bersarang di organ dalam mayat itu.
“Aku penasaran hingga mencari alasan bagaimana mayat bisa hidup, secara medis sulit untuk menjelaskannya. Hingga aku mencaritahu kasus-kasus tentang zombie di seluruh dunia. Ada beberapa yang menarik dan membuat rasa penasaranku untuk melakukan otopsi pagi ini.”
“Iya … tapi kondisimu itu belum sehat.”
“Jika aku enggak bisa mengungkap misteri dari mayat hidup ini, aku enggak akan bisa hidup dengan tenang. Selalu aramedi perasaan jika mayat-mayat yang diotopsi menyerangku. Terlebih Pak Menteri hanya memberiku waktu 48 jam.”
“Baiklah, aku akan menemanimu hingga selesai.”
***
VOODOO DAN FLAKKA.