Masa itu hening diliputi kedamaian. Terbungkus oleh suara sungai-sungai yang mengalir, dengan beberapa dengungan pembicaraan sopan, dan yang paling pekat adalah puja-puji yang keluar dari setiap penghuninya. Kepak sayap berdesir, diiringi oleh suara burung-burung yang terbang, dan napas dari setiap tanaman yang tertambat pada tanah paling kokoh dan gembur yang pernah ada di jagad raya. Keheningan menjadi kawan bagi setiap penghuninya, dan suara hingar bingar menjadi hal yang dirindukan sekaligus ditakuti oleh ke seluruhan penghuni. Mereka berharap getaran tahta-Nya yang tersiar di tempat itu menjadi sebuah kabar baik bahwa Tuhan tengah bahagia, tetapi beberapa kali ini tahta-Nya bergetar karena kemurkaan-Nya.
Dalam dua waktu yang berdekatan, surga bergetar karena kemurkaan-Nya.
Michael hanya menatap ke atas pada tahta-Nya, dan malaikat itu mengucapkan puja-puji seperti yang lainnya, berharap getaran kemurkaan yang sampai mengguncangkan surga berhenti dengan cepat. Dengan beberapa pertanyaan tertanam, apalagi yang dilakukan oleh para manusia sehingga membuat-Nya kembali marah?
Beberapa saat kemudian, suasana surga kembali tenang. Suara aliran sungai dan kedamaian kembali meliputi tempat tersebut. Michael berjalan-jalan dan melihat beberapa wajah resah karena ketakutan atas murka-Nya. Senyumnya terurai timpang dengan penghiburan bahwa semuanya sudah kembali normal. Beberapa penasaran dan menghilang sekilat cahaya untuk mengetahui apa yang telah manusia lakukan. Sedangkan Michael enggan untuk berkunjung ke muka Bumi selain tugasnya memberikan rezeki, dia lebih senang duduk di sebuah batu dan menenangkan dirinya pada kedamaian dan keindahan Surga.
Sampai keheningan kembali terusik, tetapi kali ini oleh sebuah suara derap langkah yang mendekat. Michael mengarahkan kepalanya pada suara langkah tersebut, dan adiknya datang dengan cara berlari sambil memanggil namanya.
"Michael! Michael!" senyumnya terlihat lebar, dan Michael menebak adiknya tidak mendengar kemurkaan yang sampai mengguncangkan Surga beberapa saat yang lalu.
"Hey, Zachariel," sapa Michael. "Habis dari mana kau?"
Malaikat muda tersebut mengeluarkan sesuatu dari saku jubahnya, dan memperlihatkan kepada Michael sejenis tanaman yang dirakit oleh ranting berbentuk bohlam, dan di dalamnya terpancar sebuah cahaya kecil yang indah. Michael tertegun sesaat menatapnya, "Dari mana kau mendapatkannya?" tanya Michael pada Zachariel.
"Aku baru saja berjalan-jalan di jagad raya, dan aku mendatangi sebuah planet yang tidak mendapatkan sedikit pun cahaya dari bintang," Zachariel berucap dengan semangat, sambil menatap tanaman tersebut sama tertegunnya dengan Michael. "Lalu aku sampai pada sisi planet tersebut, dan menemukan sebuah taman yang di dalamnya terdapat tanaman ini. Banyak sekali."
Michael membayangkan sekilas planet itu, dan ia tertunduk sambil mengucapkan pujian. Umur Michael terbilang sudah sangat tua, dan ia merasa sudah menyempatkan diri untuk berjalan nyaris ke seluruh sisi jagad raya. Namun rupanya ia belum sempat mengunjungi seluruh sisi jagad raya yang sangat-sangat besar, dan ia kembali merasa kecil karena bahkan umur pun tidak akan menyeimbangi kebesaran-Nya.
"Tanaman ini menerangi planet itu bagaikan lentera-lentera kecil, cantik sekali," Zachariel kembali menjelaskan. "Dalam kegelapan kau akan bisa mendengar tanaman-tanaman ini bernapas dan memuji-Nya bersamaan dalam suara yang rendah. Sehingga kau tidak akan merasa sendiri dalam kegelapan itu."
Michael mendengarkan dengan seksama, terpesona. "Ajak aku ke sana, Zachariel."
Zachariel tertawa, dan ia melepaskan tanaman unik tersebut dari genggamannya. Surga menangkapnya dan menggantungkan tanaman tersebut bersamaan dengan koleksi-koleksi Zachariel yang lain, dan malaikat muda itu berlari sehingga derap langkahnya memenuhi surga dan dalam kilatan cahaya ia menghilang menuju jagad raya. Michael, dengan sayapnya yang terbentang, terbang dengan kilatan cahaya bersama dengan Zachariel, ikut berkelana dalam jagad raya menuju planet yang malaikat muda itu kunjungi.
Beberapa kilatan cahaya menemani mereka, tanda bahwa malaikat-malaikat sedang berjalan-jalan di jagad raya. Tetapi banyaknya cahaya yang terlihat mengarah pada sebuah planet yang paling sering para malaikat kunjungi, sebuah planet bewarna biru yang menjadi tempat makhluk bernama manusia. Rasa penasaran Michael melunjak, tetapi ia enggan mengunjungi. Lagi pula ia sedang bersama dengan Zachariel melintasi ruang jagad raya menuju planet yang tadi malaikat muda itu ceritakan.
Tetapi Zachariel berhenti di tengah perjalanan, Michael pun ikut berhenti dan menatap Zachariel.
"Planet itu di sekitar sini, Zachariel?" tanya Michael.
"Mau ke mana mereka?" Zachariel tidak menjawab, ia malah balas bertanya saat melihat kumpulan kilatan cahaya menuju sebuah galaksi tempat di mana Bumi berada.
Michael terdiam dan menatap beberapa kilatan cahaya tersebut dengan kesal, "Hey, fokus. Kau mau mengajakku ke planet itu atau tidak?"
Zachariel menatap Michael dengan tatapan bertanya-tanya, tetapi ia enggan membuat kakaknya marah dan kembali bergerak menuju planet yang ia datangi tadi. Dan mereka menemukan planet kecil itu, sebuah planet yang bewarna hitam kelam, dan hanya memiliki sebuah cahaya di salah satu sisinya dengan diameter yang tidak sampai seperdelapan planet itu.
Michael mendahului Zachariel, dan menuju pada sebuah taman yang tadi Zachariel ceritakan. Ia sengaja mematikan cahaya yang terpancar dari tubuhnya sehingga ia hanya ditemani kegelapan saat memasuki atmosfer planet tersebut. Dan ia memijakkan kakinya pada sebuah taman dengan pelita-pelita kecil yang dipancarkan dari tanaman lentera yang Zachariel dapatkan tadi, dan ia memuji nama-Nya pada keindahan yang ia lihat. Bagaimana kegelapan tidak ada artinya dibandingkan kumpulan tanaman lentera tersebut, dan setiap tanaman tidak henti-hentinya mengeluarkan melodi manis berupa pujian-pujian untuk Tuhan.