Si kembar, Nathan dan Teo bertengkar di taman sekolah. Mereka memperebutkan kemenangan. Ganjarannya bermain lebih dulu dengan Alka. Nathan dan Teo saling menindih. Bergulat ke kanan dan ke kiri. Seragam bagian depan mereka sampai tercabut dari celana. Kancing baju Nathan loncat, mengenai rok Alka. Alka menangis ketakutan. Ia berjongkok satu meter dari sana. Mukanya tertelan lutut. Sepasang kaki Alka seolah menancap di tanah, tak bisa lari dari kekacauan yang dibuat Nathan dan Teo. Si penyelamat akhirnya datang. Guru Kayya mendahului Maria setelah tahu apa yang terjadi.
“Berhenti….”
Teriak guru Kayya panjang, menggunakan corong pengeras suara. Kuping sebagian anak-anak di taman berdenging. Maria yang paling parah karena sekarang ia tepat di samping guru Kayya. Maria menyesal menyusul langkahnya. Nathan dan Teo berhenti sesaat. Namun lanjut bergulat karena belum ada pemenang. Kekuatan mereka imbang. Mereka sepakat akan berhenti apabila pecundang (entah Nathan atau Teo) sudah dikalahkan.
“Berhenti kubilang! lihat yang kalian lakukan pada Alka!”
Mendengar guru Kayya menyebut Alka, Nathan dan Teo menoleh cepat. Kesadaran mereka akan lingkungan sekitar pulih sesudah melihat Alka. Gadis kecil itu berjongkok sambil menangis tak jauh dari area pertengkaran. Guru Kayya menyuruh Nathan dan Teo berbenah. Membersihkan belakang celana mereka. Memasukkan atasan ke celana. Nathan membungkuk-bungkuk, bagian seragamnya ada yang hilang. “Kancing saya Bu.” Katanya ketika ditanya mencari apa.
“Maafkan aku Alka.”
Sesal Teo. Prioritas utamanya adalah Alka. Bukan membantu kembarannya mengacak-acak tanah mencari kancing. Nathan mengikuti Teo. Kancingnya sudah tidak penting. Mereka mengulurkan tangan hampir bersamaan.
“Aku duluan!”
Teo menampar punggung tangan Nathan. Ia yakin tangannya lebih dulu mengajak Alka bersalaman.
“Aku!”
Nathan tidak terima. Ia membalas Nathan. Pukulannya bahkan lebih keras. Lalu mengangkat tangan lebih tinggi di muka Alka. Alka yang sudah bangkit dan berhenti menangis, seketika mundur. Air matanya berjejak di pipi. Biji matanya masih merah.
“Sakit Bu Kayya!”
Pipi Nathan maupun Teo berona kemerahan. Cubitan jengkel guru Kayya berhasil mencegah si kembar bertengkar lagi. Guru Kayya lantas menyuruh anak-anak kembali ke kelas. Maria mendekati Alka, menggandeng tangannya supaya ketakutan Alka menghilang sepenuhnya.
___
Nathan dan Teo mengunjungi rumah Alka. Ibunya yang mengajak. Ia telah mendengar semuanya dari guru Kayya. Termasuk kancing Nathan yang belum ketemu sampai sekarang. Ibu si kembar mengatakan agar guru Kayya tidak perlu cemas karena ia punya banyak kancing cadangan di rumah.
Spontan Wawa bersembunyi di kamar. Mamanya melarang ia menampakkan diri di hadapan orang-orang yang tidak dikenal. Gita tidak mau orang-orang menganggapnya aneh karena melahirkan anak mirip binatang. Apalagi bulu-bulu Wawa itu menggelikan. Terkadang menakutkan jika melihatnya dalam kegelapan. Orang-orang pasti akan lari melihat betapa hitamnya bulu-bulu itu.
Ibu si kembar merasa tidak enak pada Gita karena ulah anaknya. Sesama wali murid yang memutuskan berteman, tentu ia harus segera mengambil tindakan. Ia meminta maaf. Lalu menyuruh si kembar minta maaf pada Alka dan mamanya. Sayang, Alka tidak mau bicara. Ia berbisik pada mamanya, bahwa ia mengampuni si kembar. Ia lanjut mengatakan agar Tante Ina tidak perlu bersedih. Gita berperan sebagai penyampai pesan. Ia mengatakan yang berasal dari mulut Alka apa adanya.
“Makasih ya Alka.”
“Ayo Mbak Ina, diminum dulu tehnya. Nathan sama Teo juga, silakan diminum tehnya.”
Ina tersenyum lega. Ia menyeruput teh beraroma melati dengan hikmat. Nathan meminumnya juga. Teo punya cara sendiri. Ia mencelup biskuit cokelat ke dalam tehnya. Gigi susunya mengunyah biskuit cepat sekali. Alka mengerutkan muka heran sebab ia pemakan yang lambat meskipun punya gigi yang sama dengan Teo.