Zaezaezoziezas

Hary Silvia
Chapter #9

Sejoli Bertengkar Lagi

Gawat. Sejoli bertengkar lagi. Masalah utamanya si anak. Siapa lagi kalau bukan Wawa. Gita yang mulai. Debat kusir berlangsung lama. Tidak ada yang tahu berakhirnya kapan. Sebelum perang mulut semakin sengit, disuruhnya Alka makan malam di kamar oleh mamanya. “Nyalakan musik sekeras mungkin!” Alka merasa kena marah. “Aku nggak suka setel musik keras Ma! terlalu berisik!” Alka membantah. “Jangan melawan!” oktaf si mama semakin tinggi. Alka terdiam. Ia lari ketakutan. Musik pop berteriak-teriak di kamar tertutup Alka. Di luar, barulah Gita yang berteriak-teriak di muka Yudhis. “Urus anakmu yang nggak mau sekolah itu! aku capek!” keluar atau pindah sekolah, Gita ingin suaminya yang urus administrasinya. Atau membujuk anaknya di rumah Yosi supaya bersedia sekolah kembali. Atau bila anak itu kekeh memelihara kepala batunya, Yudhis pula yang mesti mencarikan home schooling untuk anak itu. Gita sudah angkat tangan. Kaku menumpuk tinggi di lengan dan punggungnya. Belum sempat ia mengunjungi tempat pijat lantaran pesanan kue ulang tahun sampai perlu ia setop. Saking derasnya.

Segala yang ada di rumah, sepenuhnya Gita yang tangani. Suaminya sibuk di kantor. Semingguan ini lembur. Juga betah berlama-lama dalam kamar meski hari libur karena membuat video instrumental. Layaknya keong yang saking nyamannya dengan rumah menolak keluar bahkan sampai membawa-bawa rumah ke mana pun.

Anak-anak, makanan, kebersihan rumah, Yudhis limpahkan pada Gita. Memang Gita kadang membayar seseorang untuk bersih-bersih rumah dan memasak. Namun, tentu saja terkadang ia kewalahan menangani anak-anak yang mulai tumbuh remaja. Pemberontakan Wawa pagi tadi membuat mental Gita penat sepenat-penatnya.

Gita dan Yudhis seperti bermain lempar tangkap bola. Namun di sini, di ruang makan, dua-duanya saling melempar, tidak ada yang menangkap. “Terus aku mesti gimana Gita?” Yudhis melempar. “Lagi-lagi kau bertanya seperti laki-laki dungu! kau pikir saja sendiri! jangan terus bergantung padaku! kau itu papanya!” Gita melempar balik. Cenderung bertubi-tubi. “Tapi kau mamanya! kau yang selama ini mengurus mereka! sudah sewajarnya kau tahu jawabannya.” Yudhis balas melempar bertubi-tubi jua. Gita menjerit. Ia frustasi. Suaminya tak dapat diandalkan. “Pergilah ke rumah ibumu, bicaralah pada anak itu maunya dia gimana, sekarang!” Gita memanjangkan huruf a di kata sekarang. Ia menggelegar. Tenggorokannya sampai sakit. Batuk-batuknya mengeluarkan lendir. Gita meludah di wastafel cucian piring. “Besok saja, aku capek.” Nama Yudhis, Gita teriakkan lantang. Yudhis menutup kuping sembari melangkah ke kamar. Tubuhnya ia bungkus dengan selimut tebal. Menit ke lima, dengkur memantul-mantul dari dinding kamar, ke AC, ke gorden, ke ubin, ke lampu, ke lemari, ke saklar, ke anting-anting Gita, melompat ke kuping Gita. Gita tak sudi tidur seranjang dengan suaminya. Dongkol sekali ia melihat wujud suaminya terutama pada mulut berisiknya. Ia berganti piama di kamar Wawa sekalian tidur di sana.

___

Lihat selengkapnya