Lily nyaris menyamai Leo. Tak segan-segan menyemburkan emosinya. Leo blak-blakan. Lily galak. Lily menakutkan ketika jadi guru. Tahan mengaum seharian. Gara-gara teknik tongkat berputarku salah terus. Ia pikir memamerkan teknik bela diri saja belum cukup memuaskan penonton. Meski nantinya ada api berkobar-kobar di masing-masing ujung tongkat, Lily pikir itu masih kurang spektakuler. Apalagi durasinya cuma sebentar. Ia mengubah pikiranku agar menyetujui bahwa keterampilan memain-mainkan tongkat sepertinya perlu dikuasai pula. Alamak, Tata… aku memandang Tata dengan tatapan tolong bawa aku pergi dari sini. Tetapi Tata tidak mengerti, ia malah memberiku gestur menyemangati. Lily meneriakiku sebab menjatuhkan tongkat lagi. Bibi datang menonton latihanku. Ia menyendoki royal jelly. Aku menelan ludah. Nikmat sekali ia memakannya. Apakah itu enak? Tidak kumunculkan rasa penasaran itu dengan kata-kata. Lantaran ada yang lebih penting untuk kuurus. Ya, tongkat ini. Sepertinya masih lama bagiku berada di tahap praktik langsung dengan api.
“Fokus!” auman Lily yang ke seratus bergema. Aku memungut tongkat yang menggelinding. Melakukannya lagi. Dan lagi. Dan lagi. Dan lagi. Dan lagi. Dan aku capek. Keringatku bercucuran. Perutku koroncongan. Lily menyuruhku rehat. Ia juga sama penatnya denganku. Kebanyakan mengaum mungkin. Aku yang sedikit sedikit dimarahi Lily, merupakan hiburan tersendiri bagi Leon. Itu membuatnya beranggapan bahwa Lily sekubu dengannya. Sama-sama pernah dibuat kesal olehku. Dasar Leon kurang ajar, umpatku. Tawanya makin kencang sampai ia tersedak potongan daging. “Singa ceroboh!” Gaga mengolok Leon. Lily menyodorkan minum untuk Leon.
Tadi Zoe dan Pio yang belanja makan malam. Menunya sama terus. Mereka semua sama sekali tidak bosan. Cuma aku di sini yang gonta-ganti menu makanan. Kadang-kadang kentang, daging. Sekali waktu kentang, ikan. Berikutnya kentang jamur, wortel. Bisa juga kentang, udang, kol. Mama memanjakan orang rumah begitu. Jadi lidahku terbiasa mengunyah makanan berbeda-beda tiap waktunya. Kira-kira bagaimana kabar mereka ya? apakah mereka merasa kehilangan ketika aku tidak ada? Yang tertinggal di otakku cuma ingatan jelek-jelek soal Mama, Papa, maupun Alka. Alka, sejujurnya aku menolak memasukkannya ke daftar orang-orang yang membenciku, tapi aku agak mencurigainya turut terlibat pemajangan foto bayiku di Margarita. Entahlah. Kepalaku puyeng. “Kalau gitu, kita lanjutkan latihannya besok.” Lily memutuskan tiba-tiba. Keluhan itu ternyata kuucapkan keras-keras. Padahal bukan karena berulang kali latihan kepalaku sakit.
Sebegitu inginnya aku lolos menjadi anggota sirkus Zaezaezoziezas. Alasannya demi bertahan hidup. Tidak ada jaminan aku bisa kembali ke duniaku. Juga, aku tak bisa terus-menerus merepotkan Baba dan kawan-kawan. Baba dan kawan-kawan memang mengatakan tidak keberatan sebab utang budinya pada Yosi terlalu besar. Mereka ingin membalasnya lewat aku karena aku cucunya. Tapi yang berbuat kebajikan kan Nenek, aku sama sekali tidak terlibat.
Kalau aku punya pekerjaan, aku tak akan mencemaskan soal kekurangan uang. Aku bisa membayar makanan dan sandangan sendiri di pasar Ramai Sekali. Ngomong-ngomong tentang pergi ke pasar, aku sudah berhenti mengenakan topeng dan jubah kedodoran. Pakaianku sekarang normal. Sepatu, topi lebar, celana panjang dan, pakaian lengan panjang. Kadang-kadang pakai jubah tapi yang ukurannya pas. Kuucapkan terima kasih sebesar-besarnya pada segenap bulu-bulu muka, leher, dan tanganku. Mereka membuatku diakui sebagai salah satu spesies di Tanah Madu. Yaitu monyet. Mereka membantuku menghilangkan rasa takut dipandang aneh atau bahkan ditangkap tentara lebah (yang sesekali berkeliaran di kota Bolu-bolu) untuk dijadikan bahan penelitian. Yang kedua paling ngeri. Memang cuma rumor (kalau makhluk aneh akan menjadi objek penelitian) tapi tetap kudu waspada, makanya Tata menyuruhku menutupi seluruh tubuhku. Sewaktu kutanya, semua anggota sirkus juga tak pernah menyaksikan sendiri penangkapan makhluk aneh manapun, jadi mereka kurang yakin akan kebenarannya.
___