Zaezaezoziezas

Hary Silvia
Chapter #20

Penginapan Torirurin

Hei, aku mengenal mereka, penari-penari jalanan itu! Mereka temanku. Binatang-binatang sirkus yang pernah serumah denganku. “Jiyu, Wiki, Komi, Bubu, Hiza!” aku bersuit usai menyebut nama mereka satu satu. Melambaikan tanganku di tengah-tengah pertunjukkan mereka. Mereka tersenyum. Mereka mendengarku. Mereka tahu itu suaraku meski tidak menghadap kemari. Mereka harus fokus menampilkan koreografi yang mereka ciptakan sendiri. Koreo itu pernah dipertontonkan di sirkus. Aku hafal urutannya tetapi sewaktu mencobanya gerakanku tidak seindah merak-merak jantan itu. Aku kan tidak punya ekor semekar dan seheboh itu. Ekorku cuma buatan. Memanjang ke bawah dan hanya satu. Supaya aku terlihat layaknya monyet sungguhan. Meyakinkan para penduduk yang melihatku (meski sekilas) mondar-mandir di wilayahnya. Pertunjukkan yang menakjubkan. Aku memberi mereka dua puluh rat koin besar. “Itu banyak sekali, tunggu sebentar,” ucap Wiki. Ia perlu menyelesaikan putarannya, menjemput koin-koin lain dari penikmat pertunjukkan mereka.

“Tarian ini kami persembahkan untuk monyet betina yang berdiri di sana.” Begitu cara mereka membalas koin-koin rat dariku. Mereka yang menonton menoleh padaku. Sedikit memalukan. Aku tersenyum, memegangi kedua pipi yang hangat. Mereka melakukan tarian sembari memandangku. Bubu memisahkan diri, ia mengulurkan sebelah sayapnya, menjemputku. Aku maju walaupun kulit mukaku terasa panas dan makin merah. Mereka mengelilingiku. Seolah menyambut tamu istimewa. Pose akhir mereka ialah menunduk dengan melangkahkan satu kaki. Penari paling tengah, ialah Komi menghadiaku sekuntum bunga yang kelopaknya berbentuk rumit. Terlihat seperti mawar namun ukurannya lebih besar. Aku menerimanya. Semua penonton bertepuk tangan.

“Kalian pandai sekali merayu betina.” Pujiku. Mereka tertawa.

“Apa kau merasa tersentuh?” Hampir, candaku.

“Untung saja usia kalian jauh lebih tua, aku tidak tertarik dengan seekor jantan nan tua,” lanjutku. Bubu menyangkal usianya yang tidak setua itu. Jiyu dan Hiza juga.

“Baiklah, baiklah,” aku mengalah pada Om Om merak yang gampang marah tatkala merasa lelah. Kami berbincang sebentar. Basa-basi sedikit. Aku bilang pada mereka tengah mengunjungi teman di sini. Bibi menyuruhku merahasiakan rencana kami. Aku pamit duluan karena kupikir aku sudah terlalu lama membiarkan Bibi menunggu.

“Sampai jumpa kawan!” kata Komi. Mereka melambai bersamaan dari dalam kedai minuman segar.

___

Lihat selengkapnya