Zaezaezoziezas

Hary Silvia
Chapter #21

Nasi, Rendang, Daun Singkong

Jendela kamar penginapan Torirurin tidak membayakan. Aku duduk di tepinya sesudah jendela ayun terbuka. Menyandarkan punggung di bingkainya. Arah balkonnya sempurna. Menghadap bangunan kota dan pohon-pohon berbunga. Aku kesepian. Teman bicaraku masih tidur. Kuputuskan mengeja buku cerita di jendela. Sembari menunggu Bibi memangkas mimpi. Ini kedua kalinya aku membaca buku Nirwana Pengetahuan. Tokoh utamanya anak domba. Didi namanya. Didi ditinggal mati ayah ibunya. Ayahnya seorang prajurit. Mati dalam peperangan. Istrinya tidak percaya suaminya gugur. Ia tidak mau bicara. Ia tidak mau makan sampai suaminya kembali. Ia menderita kelaparan dan akhirnya mati. Penantiannya tentu saja sia-sia. Didi dikirim ke panti asuhan. Bibinya tak sanggup merawat karena ia juga janda korban perang. Ia hanya sanggup mengurus satu anak, ialah putranya sendiri. Malam-malam Didi bertanya pada bulan. Mengapa perang itu ada? Mengapa perang berlangsung lama? Mengapa kerajaannya dan kerajaan musuh suka sekali perang?

Peri bulan turun. Membangunkan Didi yang sudah lelap. Kalau kamu mau tahu jawabannya, ikut saya sekarang, kata peri bulan. Didi menurut. Didi ke pelabuhan Torirurin, naik kapal besar. Lama sekali ia berlayar. Pulau Kapas amatlah jauh. Sembilan puluh hari baru sampai. Didi mencari gunung Gulungan Awan. Peri bulan menuntunnya ke hutan Air Hujan. Di sanalah gunung Gulungan Awan menjulang. Naik sampai puncak tidak mudah. Sandungan-sandungan di tengah perjalanan sangat banyak. Susah payah ia melaluinya. Tak lama kemudian ia mencapai puncak. Ia bisa melihat awan-awan tebal dari atas sana. Awan-awan itu hidup. Peri bulan menyuruh Didi menangkap satu. Awan-awan itu sangat liar. Mereka sulit ditangkap. Bahkan mengejek Didi, domba payah. Didi merasa tertantang. Ia mengincar awan yang paling hitam karena yang paling membuatnya jengkel. Didi menyebutnya Arang karena ia memang sehitam arang. Lima tahun persis Didi baru berhasil menangkapnya.

Arang diikat rantai kendali supaya gampang diatur. Rantai itu melingkari perut Arang. Pasangan rantai kendali ialah gelang kaki pengendali. Didi, si penangkap yang memakai gelang kaki. Rantai kendali memiliki permukaan selembut awan begitu pula gelang kaki pengendali. Kendati nyaman disentuh, rantai kendali mengandung petir nan dahsyat. Kalau Arang membangkang, Didi bisa menyuruh petir itu menyambar gumpalan tubuhnya. Didi menaiki punggung Arang. Sudah menjadi tugas Arang untuk mengantar Didi ke mana pun, termasuk Nirwana Pengetahuan. Cerita rampung sampai di situ. Tak dijelaskan bagaimana isi Nirwana Pengetahuan dan bagaimana Nirwana Pengetahuan menjawab pertanyaan Didi soal perang. Rahasia, tulis si pengarang. Nama penanya pun tidak tercantum.

Bibi menyebut dirinya pembaca pertama buku Nirwana Pengetahuan. Pelayan Tasiah pembaca kedua. Pelayan Tasiah menularkan (melalui mulut) kisah Nirwana Pengetahuan ke pacarnya, ke teman-temannya. Teman-temannya ke teman-teman lainnya. Ke pedagang kenalannya. Pedagang ke langganannya. Pacar Tasiah mengisahkan ke temannya. Ke ibunya. Ke bapaknya. Lingkaran pendengar dan pencerita kian meluas. Sampai seluruh penduduk Tanah Madu tahu perihal Nirwana Pengetahuan. Tetapi mereka semua sepakat Nirwana Pengetahuan sekadar dongeng belaka. Kecuali Bibi. Waktu kecil ia selalu memikirkannya. Usai kabur dari istana, Nirwana Pengetahuan mengiang-ngiang di kepalanya. Dan semakin melekat di benaknya sepulang bersua dengan Barzita dan menangis di taman kerajaan.

Sepertinya Bibi masih membutuhkan banyak waktu tidur. Jadi aku makan siang sendirian ke bawah. Aku bertemu Tuan Kelabang. Ia tengah menikmati kopi setelah makan. Aku menyuap nasi di sebelahnya. Tunggu dulu, nasi, rendang, daun singkong? aku baru sadar mereka menyediakan makanan manusia di meja. Aku memang mengambil lauk dan sayur di piringku tetapi sambil melamun. Sementara Tuan Kelabang mengoceh tentang tidak ada tamu selain aku dan Bibi hari ini. Itu menjawab pertanyaan mengapa di ruang makan begitu sepi.

“Tuan Kelabang Hitam.”

“Dore saja supaya lebih pendek.”

“Baiklah, Dore, kenapa makanannya bisa ada nasi, rendang, daun singkong?”

“Kenapa, tidak suka?”

“Bukan begitu, saya suka. Suka sekali malah. Saya merindukan masakan ini. Tapi masakan ini tidak biasa di dunia hewan. Ini masakan yang biasa dimakan makhluk bernama manusia.”

“Syukurlah kalau suka. Itu berarti saya melakukan hal benar karena menyuruh tukang masak mengolah makanan sesuai jenis tamu.”

“Memangnya saya jenis tamu seperti apa?”

“Manusia.”

“Bagaimana Anda tahu saya manusia?”

“Terlihat jelas sekali dari penampilan Anda.”

“Pakaian saya?”

“Tidak, bentuk Anda.”

“Anda pernah ke dunia saya?”

“Belum pernah, tetapi saya sering melihatnya.”

Lihat selengkapnya