Zaezaezoziezas

Hary Silvia
Chapter #24

Kelopak-kelopak Olianzar

Atap putihnya melengkung, dibuat sehalus mungkin agar menyerupai lembaran-lembaran tengah buku yang terbuka dan tertidur. Dinding-dinding kaca transparan. Tampakkan pemandangan luar maupun dalam gedung. Bersihnya langit dan birunya langit dapat dijadikan sasaran pengalihan pandangan, bila pengunjung ingin rehat dari membaca sejenak. Tinggal berjalan beberapa langkah, berdiri menghadap tembok kaca, dan lihat sepuasnya. Nirwana Pengetahuan membuat Wawa serasa masuk ke dunia baru, dunia lain yang sebutannya dunia buku. Pengunjung cukup ramai di sini. Mereka ditemani awan sendiri-sendiri. Mengobrol sedikit dengan awan mereka. Suara mereka kecil. Begitu mereka memusatkan konsenterasi pada bacaan, mereka berubah hening.

Kebanyakan awan-awan tidak membaca buku. Mereka tidak tahan duduk berjam-jam hanya untuk memelototi buku. Mereka bukan penikmat petualangan imajinasi. Pengalaman nyata lebih menarik bagi mereka. Tapi… Wawa menengok Embun. Awan yang mengantarnya kini, jelas berbeda. Pergi ke lantai tiga, Embun menenteng dua buku. Dua-duanya fiksi. Satunya cerita detektif. Satunya lagi cerita fantasi. Embun bilang, ia bukan tipe awan yang romantis. Cerita romansa tidak mungkin ia baca.

Kenapa repot-repot membawa buku sampai lantai atas? Wawa penasaran. Tidak ada buku yang ingin Embun baca di sana. Buku-buku yang menempati rak-rak putih itu memang rata-rata berkaitan dengan medis, kimia, kefarmasian, tanaman obat, anatomi tubuh, kesehatan jasmani dan rohani, ragam penyakit, ragam racun, antibodi, imunologi, dan sebagainya.

Ruang baca berbagi lantai dengan laboratorium yang Wawa cari. Embun tentu saja tidak ikut masuk. Ia mau menikmati waktunya di ruang baca. Permisi, kata Wawa pelan. Pintu kaca terdorong, ia masuk laboratorium. Bibi ditemani tiga serigala. Keempatnya tampak sibuk. Satu serigala mengangkat tabung reaksi berisi cairan kuning. Bibi mencatat sesuatu. Serigala kedua mengamati objek mikroskopik melalui lensa pembesar. Serigala ketiga mengambil sesuatu dari lemari penyimpanan. Benarkah itu tanaman? Wawa kurang yakin. Bibi! Wawa memanggil. Bibi menangkap suara desis yang volumenya dibesar-besarkan, tengah menyeru namanya. Ia menoleh belakang. Sayap Bibi mekar. Terkejut sekaligus senang. Mereka berpelukan. Wawa datang lebih cepat dari perkiraan.

“Sedang membuat penawarnya?” Wawa bertanya usai menyimpulkan yang ia lihat.

“Kita bicara di luar,” ajak Bibi. Bibi melepas jas laboratorium, masker, dan sarung tangan lateks.

“Tuan-tuan dan Nyonya, saya keluar sebentar,” pamit Bibi. Serigala-serigala menengok, mengangguk nyaris bersamaan.

“Nirwana Pengetahuan bukan sekadar menyimpan buku-buku pengetahuan. Nirwana pengetahuan tahu apa yang kita lakukan.” Dua potong kalimat yang Bibi katakan sambil berjalan. Wawa kurang paham. Semalaman Bibi belum tidur. Kepalanya pusing. Ia mendadak bingung merangkai kalimat demi kalimat supaya lawan bicaranya paham.

“Sebaiknya kita ke lantai lima sekarang.” Putus Bibi. Ia pikir, Wawa akan lekas paham bila Bibi langsung menunjukkannya. Bibi dan Wawa naik lift ke sana. Biru dan Embun tahu kepergian mereka, tetapi enggan membuntutinya. Tapi sebelum Wawa dan Bibi lepas, awan-awan itu memberi mereka mahkota awan, meski Bibi sudah punya gelang kendali yang melingkar di kaki. Karena mahkota awan terlihat lebih besar. Lebih menonjol. Jadi, serigala-serigala tidak perlu mendekat, memeriksa kaki Bibi. Buang-buang waktu. Begitulah keterangan Biru. 

Biru dan Embun lalu meneruskan kegiatan yang tertunda. Biru melihat gambar-gambar keajaiban dunia di ensiklopedia, ia membawanya dari lantai satu. Sedangkan Embun membalik halaman tujuh puluh lima cerita detektifnya.

Lihat selengkapnya