ZAGADKA: Di Ujung Pintu Rimba Gunung Marapi 2.891 mdpl

Yutanis
Chapter #1

ZAGADKA

Nalsa melangkah riang, kedua tangannya penuh dengan barang bawaan. Tangan kanannya menenteng satu paket kopi, sedangkan tangan kirinya membawa majalah ZAGADKA edisi terbaru, yang baru rilis dua jam yang lalu.

Begitu tiba di meja kerjanya, ia taruh semua barang bawaan, lalu mendudukkan diri. Wajahnya berseri-seri, sudut bibirnya membentuk lengkung sempurna, matanya yang berbinar menatap majalah yang dibawanya itu. Ia perhatikan lekat-lekat. Ia teringat bagaimana perjuangannya demi mendapatkan kisah eksklusif dari narasumber yang tak mudah ia dapatkan itu. “Dukun Santet, Masihkah Dibutuhkan di Zaman Serba Canggih Ini?” begitu bunyi tajuk pertama dari edisi majalah ZAGADKA hari ini.

Halaman demi halaman ia buka, menyelami kisah-kisah narasumber yang ia datangi. Tubuhnya meremang, sensasinya ternyata masih sama. Padahal penelusuran itu ia lakukan sudah lama, hampir sebulan yang lalu. Bau kemenyan tiba-tiba tercium, begitu ia membuka lembar berikutnya. Fakta yang membuatnya tercengang, tak kala salah satu narasumbernya berkata masih banyak pejabat, maupun artis papan atas yang meminta jasanya untuk “mengirimkan hadiah” pada atasan ataupun sesamanya yang dianggapnya saingan.

Nalsa buka lagi halaman berikutnya, gambar seorang narasumber ditampilkan, lengkap dengan latar belakang tempat tinggalnya, yang jauh dari kata menyeramkan. Alih-alih gubuk reyot seperti yang ditampilkan di TV, yang ia temui justru rumah gedongan berfasilitas fantastis, meskipun tempatnya memang jauh dari keramaian, terpencil.

Dari narasumber ini, Nalsa diingatkan sesuatu. “Kamu hati-hati, jangan gegabah. Ada sukma gelap yang mengikutimu,” ucapnya ketika Nalsa berpamitan dengannya kala itu. Nalsa hanya tersenyum dan berterima kasih. “Kamu pasti tidak percaya dengan ucapanku.” Nalsa lagi-lagi tersenyum. “Hati-hati, kamu akan mati.”

Nalsa buru-buru memejamkan mata, mengalihkan apa yang terngiang di telinganya akan peringatan dari dukun itu. Semua orang pasti mati, pikirnya selalu. Mengabaikan bulu kuduknya yang sudah berdiri sempurna, segera saja ia membalik halaman berikutnya. Sebab alasan yang janggal itu, ia tak sengaja menyenggol plakat kayu berukiran “ZAGADKA” di mejanya hingga terjatuh, berdentam.

Plakat kayu itu kemudian ia ambil, ia usap setiap liukan ukiran huruf-hurufnya. ZAGADKA, bisa dibilang nama itu sekarang sudah menjadi bagian dari hidupnya. Siapa yang tidak mengenal ZAGADKA, majalah misteri satu-satunya yang masih bertahan di Indonesia. Dengan majalah ZAGADKA ini, ia bertugas untuk mengulik dan menelusuri mitos-mitos, legenda, juga hal-hal mistis.

Penjelasannya yang mendalam, dibawakan secara ringan, namun membuat penikmatnya penasaran, sehingga mampu menarik perhatian generasi muda yang sedang gila-gilanya terhadap hal-hal berbau mistis.

Keberhasilan majalah ZAGADKA setiap perilisannya adalah tidak lain karena kerja keras seorang jurnalis handal macam Nalsa ini, yang berani mengulik hingga ke akarnya, bahkan melakukan penelusuran hingga ke pedalaman sekalipun.

Tersohornya ZAGADKA sungguh tak pernah diduga oleh Dev. Pendatang dari Negeri Kangguru ini tertarik untuk mendirikan kantor media cetak, terbitlah sebuah ide untuk mengeluarkan sendiri majalahnya. Dev tertarik dengan keberagaman budaya di Indonesia, ia juga paham orang-orang Indonesia sangat meminati hal-hal yang berbau mistis. Seperti mendapatkan celah, ia buru-buru merubah haluan dan langsung mengubah tema majalahnya menjadi misteri.

Majalah ZAGADKA pun dikenal banyak kalangan, bahkan semua edisi spesialnya pernah terjual hampir 22 ribu eksemplar. Penjualan yang fantastis, mengingat majalah bukan lagi media utama di tengah hiruk pikuk informasi yang bertebaran di internet saat ini. Setelah hari bersejarah itu, nama ZAGADKA semakin dikenal banyak orang. Penggemarnya bertambah, dari mulai anak SMA, pegawai biasa, hingga Ibu-ibu rumah tangga sekalipun.

Sebelum menjadi salah satu jurnalis di kantor ZAGADKA, majalah ZAGADKA tak lepas dari perhatian seorang Nalsa. Majalah ZAGADKA menjadi satu-satunya majalah yang selalu ia buru setiap edisinya. Rawindra Nalsa Unardi, perempuan berusia 26 tahun ini, sangat suka sekali dengan hal-hal yang berkenaan dengan mistis, terlebih mitos-mitos, atau legenda yang berkembang di Indonesia, negara yang sangat ia banggakan itu.

Nalsa selalu memburu buku, majalah, surat kabar, menonton penelusuran, bahkan membaca novel-novel yang berhubungan dengan legenda dan misteri di Indonesia. Saking minatnya, Nalsa tak pernah sedikit pun meninggalkan radio yang biasa membahas tentang legenda-legenda mistis.

Namun, meskipun Nalsa suka sekali dengan cerita-cerita mistis seperti itu, ia sama sekali tidak bisa menonton film horor. Ia takut hantu. Memang agaknya lain dari yang lain Nalsa ini. Namun, itulah yang terjadi. Cerita mistis seseram apa pun, dia bisa tahan, tapi bila harus dihadapkan dengan film horor, dia akan mundur, bukan perlahan-lahan lagi, tapi terbirit-birit.

Plakat itu masih ia usap-usap. Terbayang kembali bagaimana pertemuannya dengan Dev beberapa tahun silam, yang membuatnya terjebak di perusahaannya hingga saat ini. Waktu itu, Nalsa kebetulan berada di perpustakaan Nasional. Ada buku misteri yang tidak bisa ia dapatkan di toko buku mana pun. Di hari ketiga kunjungannya, seorang laki-laki tinggi besar mendekatinya. Dia tentu takut, dan diam-diam bergeser. Instingnya bekerja, ia waspada. Takut Dev menyimpan niat jahat padanya.

Dev waktu itu hanya berdiri memperhatikan Nalsa, membuat Nalsa tidak tenang, ekor matanya mencuri-curi pandang pada Dev. Dev yang usil berdeham. Dev tau Nalsa menaruh curiga padanya, namun Nalsa sedikit pun tidak menggubrisnya, berusaha tak acuh. Padahal Nalsa sudah ketakutan setengah mati. Pengunjung hari itu tidak banyak, apalagi di rak bagian buku yang didatangi Nalsa, nyaris hanya dirinya saja dan Dev yang berada di sana.

“Apa itu buku mystery?” tanya Dev tiba-tiba memecah keheningan dengan dialek bulenya yang kental sekali.

Lihat selengkapnya