Zaidun Wa Hindun

Aviskha izzatun Noilufar
Chapter #9

#9 Tanda I'rab Rafa' pertama Dhammah

Zaidun

Tanda I'rab Rafa' pertama Dhammah

"Simbah Kulo kundor riyen njeh?"

"Lho ngopo kok cepet-cepet" 

"Njeh Mbah Kulo nyampeaken pesen e Ibuk mawon Niki mangke langsung kesah Jepara"

"Yo istirahat pek Id" Simbah menghampiriku dengan membawakan Teh hangat dan singkong"

"Njeh Mbah, mangke saumpami singkonge telas Kulo langsung pamit njeh Mbah?"

"Iyo, id. Awakmu Bali pondok? Nek Bali pondok Simbah nitep singkong parengaken Ten Bunyai ya".

"Njeh mbah"

"Awakmu Nok pondok wes tekan opo Nang?"

Kakekku selalu menanyakan hal tersebut padaku ketika aku kemari. Malu kalau aku belum bisa apa-apa.

"Nembe kedek Mbah"

"Di temenani Nang, Ojo Miler wedok an"

Aku kayak lagi ditampar pada tangan, sepertinya Simbah menyindirku. Simbah sepertinya mengerti kalau aku habis bertemu dengan Monster Iya yang kutemui di menara Kudus. Ketika hati memikirkan yang dicintai hati ini terasa selalu berbicara dan mengangan-angan akan wajahnya.

"Mbah, Kulo singkonge sampon telas kulo ajeng kundor niki"

Simbah putri tidak ada bersamaku dan Simbah entah kemana, ku keraskan suaraku agar Simbah mendengarkan ku.

"Y ampun Mbah Niki setunggal sak singkonge?"

"Heem nang, perengke bunyai sedanten"

"Kulo mangke mamper riyen Ten ndaleme pakde Mbah"

" Owalah yo Muni kawet mau tak bungkuske kanggo pakde lan budemu"

Menunggu lagi, sambil menunggu aku mengikat singkong ke vespa. Semuanya sudah siap aku pamitan dengan Simbah Kakung dan Simbah putri. 

Selama perjalanan mengantuk hal yang wajar bagiku, hanya butuh istirahat sebentar untuk melaksanakan sholat. Setelah itu melakukan perjalanan kembali.

Setibanya di Jepara di Pondok Pesantren Al-Hidayah Mayong, adzan Maghrib berkumandang para santrinya pakde berbondong-bondong menuju mushola pesantren. Aku disuruh istirahat dulu di ndalemnya pakde oleh bude. Setelah sholat Maghrib aku membaca ayat Al-Qur'an, pakde menghampiriku dan perbincangan yang begitu lama hingga waktu tiba sholat isya'. Dan terpaksa perbincangan di lanjutkan nanti setelah pakde luang.

Pakdhe dan budhe memang belum dikaruniai putra, dan mereka sudah menginjak umur 40. Mereka bingung siapa nanti yang akan meneruskan pondok pesantren ini. Malam ini aku dapat kesempatan bermalam dirumah pakdhe. Disini semua santri berjumlah 500, sungguh ini jumlah yang banyak jika tidak ada penerusnya akankah mati atau hidup itu urusan kedepannya.

Sambil menunggu pakdhe ngaji aku mengikuti pengajian habis sholat isya' yaitu rutinitas Hafalan kosa kata Bahasa Arab. Ketika itu pakdhe menunjukku untuk berbicara didepan para santri putra-putri. Disini ada kesedihan karena persaingan yang terbaik anatara putra dan putri. Ketika aku selesai berbicara aku membuat kuis untuk semua para santri bagi yang bisa menjawabnya akan mendapat hadiah dariku. 

Dengan berbahasa Arab aku membacakan kuisnya dan seorang wanita mengacungkan diri dan bertanya kembali.

"Boleh di ulangi pertanyaannya ya Ustadz?"

Merinding sekali aku di panggil Ustadz, aku belum layak menjadi seorang Ustadz.

"Dalam Bahasa Indonesia pertanyaan saya Sebutkan huruf sama tapi tak sama".

Lihat selengkapnya