Zaidun
Tanda I'rab Rafa' kedua Wau
Sesampainya di pesantren, aku tidak langsung ke kamar. Tradisi anak pesantren ketika kembali ke pondok yaitu Salim ke Abah yai. Dengan ku bawa singkong dari Simbah untuk Bu nyai, Bu nyai bilang bahwa aku nanti disuruh menananam singkong diarea belakang pondok yang tanahnya masih luang. Ini sebuah kesempatan untuk selalu mengabdi para kiai dan guru.
Tiba-tiba ada yang megang pundakku dari belakang, dan ternyata itu Gus Ziyad.
"Baru kembali Id?"
"Njhe Gus ngapuntene dereng saged Bali pondok awal."
"Kamu itu udah ketinggalan belajar."
" Iya Gus, nanti saya yang ketinggalan bisa belajar kale sampean."
"Wah-wah, ngakali aku awakmu. Aku jelaske dobel."
"Mboten nopo-nopo Gus ngamalaken ilmu."
Aku pergi ke pondok karena percakapan kami terputus karena ada tamu. Kembali ke kamar melihat rak buku yang ku tinggal dalam beberapa Minggu ini rasanya tidak tega meninggalkan terlalu lama. Aku merapikannya dari kitab kuning hingga kitab kecil. Dan untuk persiapan sekolah, karena aku belum belajar kupersiakan secara cepat. Kurang lima menit bel masuk ke sekolah akan bunyi. Dengan berlari aku menuju kelas agar aku tidak terlambat.
Ku lihat kursi di sampingku masih kosong, biasanya Gus Ziyad yang datang duluhan. 5 detik berlalu datanglah sahabat serta Gus ku sendiri. Dia langsung bercerita tentang latihan lomba Nahwu kemarin, karena aku tidak berangkat langsung saja di bercerita. Katanya mbak Hindun itu belum bisa menerangkan secara detail tentang Nahwu, lalu kenapa dia dipilih Ustadz Syam mengikuti lomba ini. Selain itu Gus Ziyad bilang, hafalannya sangat kuat, Gus Ziyad ajha kalah lancarnya. Begitulah cerita hari pertama.
Ternyata hari ini ada latihan setelah pulang dari sekolah, sedangkan aku belum belajar sama sekali. Semoga saja aku dapat bagian yang pernah aku pelajari. Kubuka kitabku jadi teringat sebuah kertas rahasia ku cari-cari tidak ada, Entah hilang kemana. Lupain ajha nantu ketemu-ketemu sendiri, aku fokus belajar, karena aku belum belajar dan aku khawatir malu tidak bisa sendiri.
"Gus nanti kita latihan dimana?" Dia sedang mengahafal dan kuputus sebentar karena aku tidak tahu letak belajarnya dimana.
"Di Musholla."
Hari ini mapel pelajaran B. Arab Ustadznya lagi kosong. Kebiasaan aku dan Gus Ziyad dengan meluangkan waktu semaksimal mungkin kugunakan waktu itu untuk menghafal bait Alfiyah. Kita berdua kejar-kejaran bait. Kalau Aku kuat dalam menghafal kalau Gus Ziyad kuat dalam metode menerangkan, Kita berdua sejolly kesempurnaan. Aku masih memikirkan kertasku yang hilang.
Pulang sekolah kita berdua langsung menuju musholla, Ustadz Syam belum datang juga. Dia perempuan sendiri yang gayannya kalau dia bisa, selalu belajar tapi katanya Gus Ziyad dia tidak bisa. Payah banget kenapa dia lebih dipilih ustadz Syam, kayak gak ada orang lain saja. Ustadz Syam akhirnya datang juga, beliau mengawali dengan Do'a. Setelah itu perempuan itu disuruh memulainya. Dia terlihat gugup, entah dia bisa atau tidaknya tergantung usahanya.
"Ayo ndun, di mulai," kata Ustadz Syam kepadanya.
"Saya belum faham yang bab ini Ustadz, yang lain duluan ajha" begitu dia yang selalu mencari alasan.
"Saya saja Ustadz"