Kang Zaidun
Pembagian bait telah di bagi, aku mengajak Gus Ziyad dan Mbak Hindun pergi ke sungai. Kami bertiga di izinin Bunyai pergi, asal Neng Izza di ajak. Kenapa begitu? Bunyai tidak mau ada fitnah dari kalangan orang-orang kampung desa ataupun santri sendiri.
Dengan bebatuan yang mampu dilewati, aku ingin teriak sekencang mungkin untuk membuang lelah. Aku minta izin teriak, dia menyangkutkan sama Mbak Hindun. Kalau aku aslinya pemalu tapi kali ini aku masa bodoh. Aku agak membencinya sekarang, tapi aku tak tau kenapa membencinya.
Gus Ziyad dan dan Mbak Hindun terasa dekat, dan mengobrol banyak. Aku aslinya mau ngobrol tapi lagi malas. Dan Gus Ziyad bilang tentang aku atau dia yang lagi nesu. Kayaknya emang Gus Ziyad nyindir Aku. Aku langsung pergi membalikkan arah dari mereka, menuju ke Watu Gede.
Gus Ziyad berteriak bertanya padaku, mau kemana terus kujawab. Gus Ziyad mengikuti ke Watu Gede dan meninggalkan Mbak Hindun dan Neng Izza. Aku diam diatas batu yang besar kugletakkan seluruh tubuh dan menghadap ke langit. Gus Ziyad juga mengikutiku.
"Id, awakmu Nesu-nesunan ya sama Mbak itu."
Begitulah sifat Gusku selalu menanyakan hal yang tidak jelas.
"Mbak itu siapa Gus?"
"Jangan pura-pura tidak tau kamu Kang."
Aku dan Gus Ziyad saling Diam.
"Namamu dan namanya cocok lho Id, Zaidun dan Hindun . Nama ini tidak asing di ilmu Nahwu, namamu dan namanya adalah tokoh Idola penggemar Nahwu."
"Iya juga Gus."
"Tuh kan?, Apik lho Id nek ujog awakmu jodoh Karo wonge Undangan e mengko desaine kitab. Jos pokok e tak dukung."
Gus Ziyad yang terlalu berhayal entah kemana dia.
"Njhe Sae Gus." Ku biarkan dia berbicara menggodaku biar dia Bahagia.
Memang masa-masa remaja kayak saya ini lagi fasenya suka sama lawan jenis dan itu bersifat wajar.
Perjalanan ke solo adalah sebuah pengalaman, yang menjadikanku tertarik untuk keliling dunia seperti Novel Bunda Asma Nadia Jilbab Traveler. Kalau saya di suruh ngalanjutin novel itu kan ku beri judul Peci Traveler. Aku membawa buku menulis, aku rangkai kata menjadi kalimat di kereta ini. Aku ingin seperti Imam Ghazali dengan apa yang dikatakan beliau "Jika engkau bukan anak penguasa ataupun pengusaha, maka jadilah penulis". Aku baru mengerti apa yang dikatakan Ustadz B. Indonesia tentang Imam Ghazali. Saat di kelas aku berfikir panjang, mulai dari itulah aku suka menulis dan membaca.
Kereta telah berhenti di Stasion Balapan. Aku, Ustadz Syam, dan Gus Ziyad turun dari kereta dan mencari Mbak Ikha dan Mbak Hindun. Kami bertiga berjalan mengelilingi stasion ini, mereka belum di temukan, jangan-jangan masih di kereta. Kami bertiga khawatir sekali kalau mereka berdua hilang. Katanya Ustadz Syam hp Mbak Ikha tidak bisa di hubungi. Ketika kami kembali ke gerbang masuk, ternyata Mbak Ikha dan Mbak Hindun nungguin kita, mereka juga mencari kita dengan mengelilingi stasion ini. Anehnya mereka tidak menemukan kami. Ustadz Syam agak marah sama Mbak Ikha, padahal mereka akan bertunangan setelah kelulusannya Mbak Ikha. Ustadz meredah kemarahannya karena Mbak Ikha tidak bisa di hubungi ternyata kuotanya habis. Ustadz Syam langsung mengajak kami semua pergi mencari penjual kuota.
Besok pagi, lomba di mulai. Kami butuh istirahat, akhirnya Ustadz Syam mencari hotel untuk menginap.
Malam telah tiba di depan kamar penginapan ada gazebo, aku berniat nanti jam 2 malam bangun dan melaksanakan sholat Sunnah di gazebo tersebut. Aku tidur terlebih dahulu, agar nanti malam bisa bangun dan belajar. Ketika aku mendapat amanah aku harus berani mempertanggung jawabkan, ingin sekali nanti ketika lomba, pesantrenku membawa juara. Aku telah melalui sebuah kerja keras, kesungguhan ku dalam mengatasi hambatan guna untuk menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Karakterku pekerja keras dapat diindikasikan dengan menyelesaikan tugas dalam waktu yang ditargetkan, menggunakan segala kemampuan atau daya untuk mencapai sasaran. Aku rela malam ini untuk mengetuk pintumu ya Allah.
Di sepertiga malam, aku menangis. Mencurahkan segala apa yang sedang terjadi padaku dan meminta diberi kelancaran. Aku tau Allah maha pengasih, dan tak pilih kasih. Dan aku termasuk hamba yang dikasihinya. Aku ingat perjuangan ibuku membesarkan aku, aku tidak ingin mengecewakannya di usia mudaku ini. Kan kurelakan melalui rintangan yang begitu pedas dan panas.