ZAIRA

Malini
Chapter #1

Anak Kembar

“Jay!” Sebuah botol minum melambung tinggi ke arah Zaira. Tap. Sekali bidikan mata, Zaira dapat menangkapnya.

“Kapan sidang?”

“Bulan depan.” Zaira membuka tutup botol itu. Ia teguk cairan dingin di dalamnya. Menyegarkan. Kemudian ia gerakan kembali jari-jemarinya di atas laptop.

Tok-tok-tok.

“Neng Manda, Neng Zaira, makan dulu gih. Udah Mbok siapin, tuh.”

“SIAP MBOK!!!” jawab mereka serentak sambil menyerbu meja makan. Terlihat di sana sudah tersedia makanan yang lezat-lezat. Ada orek tempe, sayur sop, ayam kremes, serta lalapannya. Tidak lupa juga ada sambal gorengnya, membuat rasa lapar mereka sudah tak tertahankan lagi. Sungguh benar-benar sangat menggoda.

“Mbok… ayo makan juga bareng kita,” ajak Manda. “Eh, Eha mana ya?”

“Itu, lagi sapu-sapu di luar,”

“Ehaaaa, makan dulu Haa. Nanti lagi kerjanya...!” teriak Manda memanggil-manggil gadis remaja yang sedang membersihkan teras rumahnya.

“Iya Teeeh…” sahut suara dari luar sana seraya memasuki ruangan dengan lari kecilnya. Zaira hanya tersenyum.

Manda memang gadis yang baik. Ia tidak pernah membeda-bedakan siapa pun. Mbok dan Eha yang bisa dibilang hanyalah pembantu di rumahnya justru tidak pernah ia anggap seperti pembantu sama sekali. Manda sudah menganggap mereka seperti ibu dan adiknya sendiri. Karena itu, makan pun mereka selalu bersama-sama, di satu meja yang sama.

“Jay, wisudaan nanti kita pakai kebaya samaan yah,” satu suapan masuk ke dalam mulut Manda.

“Males gue pakai kebaya.” jawab Zaira santai.

“Lo mau pakai kaos oblong?!” pipi kirinya menggembung berisi makanan yang belum tertelan.

“Ya kan ketutupan toga juga, santailah. Abisin dulu ituuu yang di mulut.”

Manda mengunyah cepat, ia telan makanan di mulutnya. Glek. “Enggak! Pokoknya wisuda nanti kita harus kayak anak kembar! Kita harus cantik secantik-cantiknya.” sambarnya lagi.

“Lo ajalah. Gue udah cakep.” jawab Zaira pede. Ia seruput kuah di sendoknya. Srrrruuup.

“Hih, narsis banget sumpah!!”

Mbok dan Eha hanya tersenyum melihat mereka berdua. Zaira hanya mengangkat-angkat alisnya dengan senyum menyebalkan.

“Eh iya, ayah lo nanti datang juga??”

“Datang.”

“Asiiik, papaku jadi ada teman deh nanti. Kita berangkat bareng yah…”

Zaira mengangguk.

Dua orang gadis yang seumuran, berperawakan nyaris sama. Postur tubuh, tinggi badan, warna kulit, panjang rambut, semua hampir sama. Padahal mereka beda ibu beda bapak, tapi bagai pinang dibelah dua, nyaris tak ada beda. Hanya pribadi mereka saja yang berbeda. Manda yang selalu berpenampilan cantik dan modis, sangat berbeda sekali dengan Zaira yang berpenampilan super duper double triple cuek. Kalau Manda di dalam tasnya selalu membawa alat make up, Zaira paling hanya berisi buku dan botol minum saja. Seberat-beratnya tas pun kalau sedang terisi laptop, itu pun hanya saat kuliah.

Lihat selengkapnya