Zeeya and Her Diary Book

Zal zal
Chapter #7

Bab 7 | Satya

Dear, diary…

Aku belum berhasil menemukan Kairo. Jujur saja, sulit bagiku untuk melupakannya tapi ada masalah baru yang muncul. Sebuah surat yang tidak kuketahui dari mana asalnya menuduhku seorang pembunuh. Jelas-jelas aku tidak pernah melakukan tindakan kriminal apapun.

Aku akan menyimpan surat itu di buku ini agar tidak hilang. Aku takut saat membacanya. Kuanggap itu adalah surat yang dikirim oleh orang iseng. Tapi kata-kata yang tertulis di sana tidak bisa disebut keisengan biasa.

Sepertinya tidak ada yang bisa kumintai tolong kecuali buku harianku sebagai tempat curhat dan Reega sebagai tempat untuk aku menangis. Oh, iya… aku belum memberitahukan surat itu pada Reega. Sekarang dia pasti sudah tidur. Besok akan kuberi tahu saja di sekolah agar beban pikiranku berkurang sedikit.

-Adila Zeeya Vierhalt-

“… ah, aku salah lagi mengisi lembar jawaban,” ucapku sembari mengoreksi kertas hasil jawabanku.

Aku berkumpul Bersama anggota tim 2 kompetisi matematika untuk bimbingan bersama. Tanpa ditemani oleh pembina kami karena beliau sedang rapat bersama para guru.

Kami mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh Pak Kurnia. Beberapa hari ini aku tidak bisa fakus belajar karena sibuk memikirkan Kairo. Padahal uji coba kompetisi tinggal lima hari lagi.

“jangan banyak melamun, Zee! Kamu banyak salah di soal geometri. Kalau terus begitu, tim ini bisa kalah.” Dela Kusuma, anggota tim kami yang ketus itu mengomeliku.

“sudah aku bilang, beri aku bagian mengerjakan soal aljabar. Kamu sendiri yang memaksaku untuk ambil bagian di soal geometri.” Aku tidak terima diomeli seperti itu.

“bukankah dari awal kita sudah sepakat untuk membagi bagian soalnya secara adil? Dengan kemampuanmu yang seperti itu, aku tidak percaya kalau kamu mendapat medali emas saat olimpiade di Jepang…”

Dela, aku tidak suka sifatnya yang seperti itu. Aku tahu dia berambisi sekali untuk menang, tapi caranya bukan dengan meremehkan anggota timnya sendiri. Bisa-bisa tim kami kalah di babak seleksi karena perselisihan antar anggota tim.

Satya menghentikan perselisihan kami berdua, “sudah… kalian berdua berhenti bertengkar. Lebih baik kita Menyusun strategi untuk uji coba. Adila, bagianmu mengerjakan soal aljabar dan cobalah untuk fokus mengisi lembar jawaban. Jangan sampai tertukar menulis abjad di soal pilihan ganda.”

“baik,” aku mengiyakan apa yang dikatakan Satya, memang salahku sebab kurang teliti.

“hi hi hi… katanya dapat medali emas. Tapi nulis abjad, ABCDE aja salah!” Dela mengejekku.

Kukepalkan tanganku, aku geram. Rasanya ingin kujambak rambutnya yang lurus lancip di ujung itu. Sabar, Zeeya... Kamu tidak boleh melakukan kekerasan terhadap perempuan.

“Dela, karena kamu bisa menghitung cepat, kami mengandalkanmu untuk soal yang perhitungannya rumit. Sementara aku yang akan mengerjakan soal geometri.” Satya meneruskan perkataannya.

“oke. Kalau gitu langsung saja kita latihan lagi. Kali ini target kita menyelesaikan 20 soal.” Dela menambahkan.

“huh… capek banget tadi bimbingannya. Si Dela itu nggak tahu diri! Padahal waktu untuk bimbingan cuma dua jam. Tapi gara-gara dia minta membahas jawaban saat Pak Kurnia datang, waktunya nambah jadi tiga jam…” aku bergumam kesal kepada si Dela itu sembari berjalan menuju perpustakaan.

Lihat selengkapnya