Zena Lova

Faray Glad
Chapter #2

Zena yang malang

"Sepi berteman sunyi, berharap orang terkasih akan kembali." ~Zena Lova~

Bismillahirrahmanirrahim.

.

.

.

"Zena, Sayang! Ayo bangun, Nak!" Suara teriakkan nenek Mila berasal dari dapur dan ini sudah ke tiga kalinya.

Hanya terpisah oleh ruang tengah yang biasa digunakan untuk melihat televisi, ditambah pintu kamar Zena yang terbuka, nyatanya suara amat kencang hingga memekakkan telinga, tidak membuat bocah itu terganggu.

"Ayo, Sayang! Sudah waktunya mandi, atau kamu akan terlambat ke sekolah." Nenek kembali berteriak sambil kini menghentikan aktivitasnya di dapur. Meletakkan piring terakhir yang dibawanya di atas meja dan mulai melangkah menuju kamar Zena.

"Tumben sekali anak itu masih tidur, biasanya sekali dipanggil dia langsung bangun," gumam nenek sembari membawa langkah menuju kamar sang cucu. Ia mulai merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.

Gadis cantik dengan rambut panjang sebahu itu tampak masih terlelap di atas kasur empuk sembari memeluk boneka kesayangan. Nenek mengulas senyum. Melihat wajah cantik cucunya yang teduh dalam tidur, membuat hatinya tenang. Meski tidak bisa dipungkiri jika di dalam lubuk hati terdalam, ada rasa iba juga kasihan pada bocah yang sedang merindu itu.

Nenek yang tadinya berhenti di sisi tempat tidur sambil memperhatikan gadis kecilnya, kini ia mengambil satu langkah semakin dekat hingga kakinya menyentuh sisi ranjang. Mengangkat sebelah tangan untuk membangunkan cucunya kemudian.

"Zena, Sayang! Ayo, bangun Nak!" panggil nenek sembari mengusap lembut lengan Zena yang tertutup oleh piyama berlengan panjang.

Masih bergeming, gadis kecil itu belum merespon. Sekali lagi nenek mengusap lengan cucunya. Tetap sama, Zena tidak bergerak sama sekali. Kening keriput nenek mengerut, perlahan ia mengarahkan tangan ke arah pipi dan dahi mungil gadis kesayangan.

Seketika nenek melebarkan matanya. "Astaghfirullah haladzim ... badannya panas sekali." Sambil kini menegakkan tubuhnya, nenek berbalik untuk mengambil termometer dan alat kompres, tidak lupa ia juga mengambil ponsel guna menghubungi seseorang.

Sesaat setelah nenek kembali dengan membawa peralatan yang baru diambilnya, segera wanita tua itu mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang. Mengubah posisi tidur Zena menjadi terlentang kemudian. Mata bulat kecoklatan yang biasa menatapnya dengan tatapan sendu, kini masih tertutup. Nenek sungguh merasakan kekhawatiran tidak seperti biasanya, sebab kali ini Zena belum juga membuka matanya. Sedikit ada penyesalan ketika mengingat kejadian semalam, di mana gadis itu tersedu sambil terus berucap merindukan sosok ayah dan ibunya. Nenek merasa sangat bersalah karena telah memberikan jawaban yang belum pasti kebenarannya.

Setelah mengecek suhu tubuh yang mencapai 39°C, nenek segera meletakkan alat kompres di kening Zena. Menatap wajah imut yang tenang membuat hatinya sakit juga sesak.

Lihat selengkapnya