"Memulai kehidupan baru dengan menyambut tempat baru."~Arya Suratya~
Bismillahirrahmanirrahim.
.
.
.
Perkampungan di perbatasan kota Sidoarjo dan Surabaya cukup padat penduduk. Meskipun demikian, keluarga besar pak Arya memilih untuk membeli rumah di daerah tersebut. Sosok lelaki paruh baya itu merasa sangat bersyukur, sebab rumah yang sempat berstatus ‘rumah dijual’ beberapa bulan lalu dibelinya dengan harga yang cukup untuk menerbitkan senyuman.
Beberapa orang sedang sibuk menurunkan barang-barang dari atas truk. Warga sekitar tampak berdiri di depan rumah mereka. Menyaksikan keadaan yang sedang terjadi. Jiwa kemanusiaan mereka terpanggil. Perlahan tapi pasti, satu hingga tiga orang melangkah mendekat untuk menyapa.
“Assalamualaikum,” salam dari tiga warga yang datang.
“Wa’alaikumsalam Warahmatullah.”
Dua lelaki setengah baya dan satu lelaki dewasa melemparkan senyuman ramah pada tetangga baru. Tampak tiga hingga empat orang sedang sibuk lalu-lalang untuk memindahkan barang. Merasa mendapatkan sambutan hangat dari tetangga, sang pemilik rumah menghentikan aktivitasnya. Meninggalkan kegiatannya untuk menyambut kedatangan mereka.
“Pindahan dari mana, Pak?” tanya salah satu warga.
“Dari Wiyung, Pak,” jawab pemilik rumah.
“Oh, Bapak pindahan dari Wiyung,” sahut yang lain.
Senyuman ramah menghiasi wajah sang tetangga baru, begitu sebaliknya dengan mereka.
“Iya, Pak. Kenalkan, saya Arya,” sapanya sambil berjabat tangan, “dan itu istri saya, Maya,” lanjut Pak Arya dengan menunjuk ke arah wanita berambut pendek sedang sibuk mengatur tata-letak barang miliknya.
“Saya, Amir.”
“Muslik.” Sambil bergantian berjabat tangan.
Pak Muslik menatap ke samping, kemudian ia menepuk bahu seseorang sebelum berkata, “Kalau yang ini Mas Adnan. Tetangga depan rumah, Pak Arya, tapi sekarang tinggal di Rungkut, ikut istrinya.”
Adnan berjabat tangan sambil mengulas senyum tipis. “Adnan, Pak.”
“Ayo Pak! Dibantuin biar cepet selesai,” ajak pak Amir.
“Wah ... tidak usah, Pak. Sudah ada orang-orang saya yang mengerjakannya,” tolak pak Arya merasa tidak enak hati.