"Mungkin hati ingin menepi, tapi keadaan diri tidak bisa diajak kompromi." ~Khairan Syam~
.
.
Ruangan dengan ukuran tidak lebih dari 5x5 meter itu terlihat cukup rapi dan juga nyaman. Begitu nyamannya hingga membuat dua sahabat lama terhanyut dalam obrolan.
Perbincangan yang awalnya baik-baik saja, saling memuji kedua anak mereka bahkan juga berlomba untuk menunjukkan kesempurnaan. Namun, Mila tidak menyangka jika di akhir cerita ada sebuah kisah yang terungkap. Mendadak suasana menjadi haru.
"Khai tidak seperti Alby, Mil. Dia sedikit keras kepala. Berulang kali aku mengingatkan, untuk apa mencintai janda perebut lelaki orang. Bahkan satu kompleks tahu jika wanita itu seperti apa, tapi Khai tetap tidak peduli. Makanya itu aku dan papanya niat sekali pindah rumah."
Desi menatap kosong ke depan. Begitu rumit perasaannya saat ini. Seorang ibu hanya menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya, begitu pun dengan Desi. Akan tetapi, kembali lagi pada setiap manusia dalam menilai sesamanya.
"Sabar Des, berdoa saja agar Khai tersadar. Mau gimana lagi, putramu dan wanita itu telah bersahabat cukup lama, kan. Mereka sudah saling mengenal dan mungkin sudah nyaman juga. Apa tidak sebaiknya kamu carikan dia calon istri saja, mungkin dengan begitu dia bisa melupakan wanita itu," saran Mila.
Penuturan Mila cukup menyita perhatian dan kesadaran diri. Kedua sahabat lama itu saling menatap, dan begitu saja Desi tersenyum.
"Bagaimana jika aku meminta Zenia untuk menjadi menantuku?"
****
"Pa, bagaimana menurut Papa?"
Malam semakin larut dan keduanya masih bertahan di atas rasa kantuk yang semakin berat.
"Terserah Mama saja bagaimana baiknya. Papa hanya takut dia marah, Ma."
Desi menganjur napas. Pasangan paruh baya itu telah bergulung di balik selimut dan siap menyambut mimpi. Namun, Desi seakan tidak bisa tenang setelah berbincang dengan Mila beberapa jam yang lalu. Hingga ia mengajak suaminya yang tidak lain ialah pak Arya untuk begadang membicarakan perihal jodoh untuk putranya.
"Ya, Mama akan bicara dulu dengan Khai, Pa. Mama tidak ingin di usianya yang ke tiga puluh tahun nanti masih melajang dan hanya menjalin hubungan tidak jelas dengan janda itu."
Pak Arya yang memang sedang memeluknya tampak terkekeh kecil sembari mengusap bahu.