Zena Lova

Faray Glad
Chapter #8

Gelisah

"Hati meragu tatkala hubungan belum benar-benar terjalin, namun, keinginan orang terkasih semakin melilit pertahanan diri." ~Zenia Jannat~

.

.

.

Hubungan persaudaraan terjalin tidak wajar. Ketika sang adik lebih unggul dari sang kakak, perasaan manusia yang mendasar akan muncul. Iri hati juga keadaan tidak sadar diri sering kali mendampingi jalan kehidupan. Sama seperti halnya yang dialami oleh Khairan Syam dan Alby Syam.

Kedua kakak beradik itu memiliki masalah dengan pencapaian karir yang tidak seimbang. Ketika Alby telah berhasil mendapatkan jabatan seorang Direktur Keuangan di tempat kerjanya, hal itu tidak terjadi pada Khai yang hanya menjadi seorang staf HRD di perusahaan tempatnya bekerja.

Meski sebenarnya mereka berdua memiliki pendidikan yang sama-sama tinggi, nyatanya Alby lebih mujur ketimbang Khai. Di saat Alby memilih untuk bergerak maju, hal itu tidak dilakukan Khai sebab rasa nyaman telah mengalahkan kesadaran. Seperti halnya kisah cinta yang terjadi. Khai tidak ingin bergerak sebab ia sudah merasa nyaman dengan janda beranak satu itu.

"Assalamualaikum."

Terdengar suara mengalun merdu, hal itu sukses membuat Alby terpesona tepat ketika kini ia keluar dari rumah. Seseorang berada di balik pagar besi rumahnya yang masih tertutup. Seorang perempuan dengan seragam guru beserta penutup kepala berwarna senada, membuat manik kecoklatan milik Alby menyorot penuh ketertarikan.

Sepersekian detik Alby mematung di depan pintu dengan kedua mata menyoroti perempuan yang berdiri di balik pagar hitam itu. Hingga suara salam serta sapaan lembut terdengar kembali yang seketika mengembalikan kesadarannya.

"Assalamualaikum ... Mas!"

"Wa–wa'alaikumsalam Warahmatullah."

Segera lelaki tampan berkulit cerah itu mengambil langkah mendekat. Beberapa kali bertemu dan berinteraksi dengan perempuan cantik berhijab itu sering kali membuatnya merasa sulit hanya untuk bernapas dengan baik.

Ketika dua bersaudara memiliki tubuh tinggi dan tegap serta ketampanan paripurna, Alby-lah lelaki yang sangat pas diberikan penghargaan untuk kategori pria sempurna, tampan juga mapan.

Alby membawa setelan kemeja berwarna biru muda dengan celana hitam itu untuk menghampiri tamunya. Pemilik tubuh tegap juga gagah tersebut terlihat sangat sempurna. Meski begitu, penampilan sempurna yang dimiliki tidak membuatnya bisa menarik perhatian lawan.

Pintu gerbang berwarna hitam sebatas leher itu digeser ke kiri oleh Alby. Tatkala dua pasang mata bertemu dan saling memandang, senyuman terbit dari wajah mereka. Zen yang saat itu sedang berdiri di depan Alby segera menundukkan pandangannya. Menjulurkan tangan kanannya yang membawa sebuah tas branded cukup familiar di mata Alby.

"Saya hanya ingin mengembalikan ini, Mas. Bu Desi melupakannya semalam."

Meski hanya menampilkan senyuman tipis, hal itu lantas membuat Alby merasakan debaran jantung yang tidak biasa.

"Ah ... iya, terima kasih."

Setelah saling melemparkan senyuman, Zen lebih dulu berpamitan untuk memutus interaksi pagi itu. Setelah sekian menit atensinya dipenuhi oleh sosok wanita cantik tersebut, Alby baru tersadar. Ia memilih untuk segera mengalihkan keadaan dengan berniat segera berangkat ke kantor.

"Perempuan itu cukup menarik." Khai berseloroh tepat ketika saudara kandungnya berbalik setelah membuka gerbang lebih lebar. Sepasang manik kecoklatan menyoroti cukup tajam. Mereka saling memandang dengan tatapan permusuhan.

Lihat selengkapnya