"Zian! Ayo, bangun! Sayang!"
Zian tersentak. Suara itu, aroma mimpi yang membuatnya terus merasa rindu. Tubuhnya menegak sembilan puluh derajad di atas tempat tidur. Bola matanya mengitari ruangan bernuansa putih yang samasekali tak memberinya ide untuk mengerti. Tentang dimana ini? Dan apa yang terjadi? Ia merasakan berat di kepalanya dan Zian tak yakin bisa berdiri tegak sekarang. Dari kejauhan, terdengar suara tronton yang membuatnya harus mengusap bahunya sendiri. Rasa dingin tiba-tiba memeluknya, padahal jelas matahari telah meninggi dan cahayanya tertangkap juga oleh mata Zian.
"Anda sudah bangun?"
Zian tertegun sejenak. Seorang perempuan baru saja keluar dari kamar mandi dengan hanya dibalut selembar handuk. Menarik ketika melihat butiran air masih menempel di kulitnya yang berwarna kecoklatan.
"Anda pasti terkejut melihatku di sini," ujarnya lagi penuh percaya diri.
Zian memalingkan wajahnya yang memucat, ia terkekeh kemudian. "Apa yang telah kulakukan?" tanya Zian yang tiba-tiba terlihat lebih serius. Dengan perempuan yang tingginya hampir sama dengannya, berpendidikan dan selalu tampak anggun dengan rambut sepunggung yang terurai, "Aku lebih terkejut dengan apa yang telah kulakukan padamu," lirih Zian. Ia melihat sendiri, dirinya tampak sangat buruk di cermin, dengan rambut putih yang berantakan dan kemeja yang tak terkancing sempurna. Hanya sekelebat ingatannya tentang Bara yang memintanya datang ke klub malam. "Perhelatan ke-26 sahabatku," katanya ketika menyambut Zian tadi malam. Seharusnya, Bara, sahabatnya itu tahu bahwa Zian samasekali tidak suka keramaian dan musik keras. Dan Zian akan selalu menolak minuman keras yang disodorkan padanya. Namun, selalu saja Zian terjebak dalam situasi dimana ia dengan mudahnya dicekoki minuman keras setelah menenggak minuman soda sederhana. "Aku tahu kalian mencampurkan sesuatu dalam minuman-minumanku," sebut Zian sambil tertawa hebat. Menertawakan ketidakberdayaannya sendiri. Lalu, semua teman-temannya akan ikut tertawa bersamanya.
Dan ciuman itu datang dengan tiba-tiba. Dengan kasar dan tidak beradab. Adreena, Zian pernah mengaku menyukainya. Tapi, perempuan itu juga pernah menghianatinya hingga segala hal yang akan dilakukan perempuan itu akan terasa hambar di batin Zian.
"Aku tahu Anda tidak akan menolakku!" yakin Adreena. "Aku dan hotel ini adalah hadiah ulang tahun dari Bara untukmu!"
"Apa pentingmu melakukan ini? Apa kau begitu butuh uang hingga mau dibayar sebagai pelacur? Kukira tidak," sinis Zian. Ia mengenal Adreena sebagai interior desainer yang cukup terkenal.
"Kamu jelas tahu, Zi! Aku pengin minta maaf dan kita bisa balik kayak dulu!"