Zian dan Zahira

romaneskha
Chapter #2

Chapter 2: Perempuan yang Dirindukan

Labirin yang ada di mimpinya, akan terus membuat Zian berpikir, bahkan dalam tidurnya.

"Zian! Ayo,bangun! Sayang!" suara itu terdengar lagi. Sebagai buah kerinduan di puncak matangnya. Sampai Zian tak lagi punya waktu, buah itu akan jatuh dan membusuk begitu saja. Untuk sekali saja, harapannya mengembang seperti cherry di musim semi. Bahwa suara itu nyata, bahwa ia bisa mengatasi tembok labirin yang tinggi hingga bisa bertemu dengan pemilik suara itu.Perlahan potongan tentang masa kecil muncul seperti bunga teratai di kolam yang keruh. Hujan mendera rumah mereka yang lapuk, yang atapnya terbuat dari seng sehingga dentuman air akan lebih mudah terdengar. Lalu, ibunya datang ke kamarnya dan menyelimutinya dengan kain lusuh. Bukankah itu menghangatkan? Mendamaikan? Lalu, anak kecil mana yang tak pernah merasakan pengalaman itu? Mereka pasti sangat tidak beruntung. Zian memilki memori tentang itu dan karena itu dia begitu merindukannya. Sentuhan dari ibunya, suara ibunya dan senyum ibunya yang bahkan lebih berharga dari berlian terbaik di kota tempatnya sekarang.

"Permisi, Pak!"

Sekali lagi Zian dibuat tersentak. Ia menggeliat seperti orang linglung sambil meyakinkan dirinya sendiri bahwa suara yang ia dengar hanyalah bagian dari mimpinya. Seperti biasa.

Tapi, tiba-tiba, ada yang meraba dahinya dan spontan Zian menghalau tangan itu. Ia berpaling ke belakang, sedikit menyudutkan diri ketika dilihatnya sosok berpakaian serba putih, lengkap dengan penutup kepala. Atau lebih tepatnya, seorang perempuan berjilbab.

"Ada apa?"tanya Zian dengan suaranya yang berat. "Apa tidak ada yang bilang padamu, aku tidak ingin diganggu saat aku tidur?"lanjutnya lebih tidak bersemangat.

"Tapi, ini jamnya...,"

"Kamu pasti belum tahu rasanya jadi zombi dan aku merasakannya berkali-kali selama sebulan ini,"potong Zian mengingat insomnianya. Ia merebahkan kepalanya lagi. Bantal ia angkat untuk menutup penuh wajahnya.

Sekali lagi Zian mencoba memejamkan matanya. Tapi, percuma. Telinganya dipenuhi oleh frekuensi-frekuensi rendah yang datang dari mana-mana. Suara langkah kaki dan brankard yang cepat dikoridor di luar kamarnya, dentingan alat-alat berbahan steinless yang membuatnya merinding, serta cekikikan yang terkesan tak wajar ada di sana.

"Apa rumah sakit ini tidak bisa lebih tenang lagi? Rumahku lebih baik dari ini," gumam Zian yang akhirnya bangun. Punggungnya menegak dan matanya diliputi helayan poninya yang berwarna putih.

Zian meraih jam tangannya yang ada di samping tempat tidur. Jarum pendek menunjukkan pukul sepuluh pagi dan untuk beberapa hal ia bisa memaklumi kenapa rumah sakit jadi lebih sibuk sekarang.

"Apa?" nada suara Zian meninggi ketika melihat sesosok makhluk yang sudah diusirnya, masih berdiri di dekatnya.

Perempuan berjilbab tersentak. "Saya Zahira, yang akan merawat Anda dari pukul delapan sampai pukul dua nanti siang," katanya tergagap.

"Maksudku, kenapa masih di sini?"

Lihat selengkapnya