Kerutan di kening, perlahan berubah menjadi ringisan yang semakin lama semakin nyaring. "Ibu," sebutnya sambil memegangi perut sendiri. Bukan pertama kalinya ketika ia harus meringkuk tak berdaya di tengah malam. Keringat dingin membanjiri keningnya dan Zian tak tahu harus berbuat apa selain merasakan saja sakit itu.
Dan ketika ia mulai merasa tenang, tiba-tiba lampu kamarnya menyala. Jelas itu sangat mengganggu, tapi ia masih tidak cukup kuat untuk berteriak. Seseorang kemudian mengarahkan telapak tangan ke kening Zian. Spontan, Zian menghalaunya. Ia kemudian melirik siapa yang datang.
"Apa yang kamu lakukan?" tanyanya seolah merasa terancam. Namun, sebenarnya ia telah terbiasa untuk menghindari sentuhan langsung dari orang lain.
"Hanya ingin memeriksa. Anda terlihat gelisah."
Zian merubah posisi dan memperhatikan jam yang tergantung di dinding. Pukul dua malam saat itu. "Kembali saja ke kamarmu. Aku hanya perlu istirahat!"
"Saya akan pergi setelah memastikan Anda baik-baik saja!" sebut Zahira.
Omong kosong, batin Zian menyela lagi. Garis bibirnya melebar di tengah sisa-sisa nyeri hebat yang ia alami. "Mana mungkin aku baik-baik saja, kamu tahu itu!" lirihnya.
"Saya akan mulai pemeriksaan," Zahira menyingkap kemeja Zian hingga perut dan dada Zian terlihat.
"Sebentar!" protes Zhian ketika hampir saja tangan putih Zahira menyetuh kulit perutnya. Menyentuh laki-laki tanpa tujuan, entah apa ia akan mengulanginya lagi dan menyalahkanku. Zian merasa jera, bukan dengan prosedur pemeriksaan, tapi terhadap isi pikir perawat perempuan itu. Ia sebelumnya tak peduli dengan apa pun pikiran orang terhadap dirinya. Tapi, pikiran perempuan itu terhadap dirinya dirasa begitu mengerikan dan ia tidak ingin ditelanjangi lebih dalam.
"Ini tidak akan terlalu sakit," katanya.
"Aku tahu. Maksudku, biarkan aku menarik napas dan kau bisa menggunakan sarung tanganmu!"
"Itu tidak perlu," katanya yang seolah-olah tidak sabar ingin menekan perut Zian.
"Jelas itu perlu," sergah Zian.
"Kenapa?" tanyanya. "Virus HIV tidak akan menular hanya dengan sentuhan."
"Siapa yang menjamin tanganmu bebas dari luka?"