Zian dan Zahira

romaneskha
Chapter #7

Chapter 7: Berlian

Berlian langit yang cantik, kenapa bersembunyi di balik awan?

Sejak tidak ada apa-apa di langit, kecuali kubah pekat, Zian kembali ke tempat tidur, berbaring dan menyelimuti dirinya sendiri. Berlian seharga hampir dua puluh juta yang diikat dengan platina terjuntai indah dari genggamannya. Dokter Lisa terus saja mengoceh ketika itu, "Lo kira rumah sakit tempat main-main? Di sini, lo nggak bisa keluar dan masuk seenaknya!" katanya. Dokter Lisa juga protes soal lembaran-lembaran karton yang berserakan di atas meja. Dia bilang stress juga berkontribusi untuk memperburuk maag, dan semakin buruk karena Zian sudah tidak memilki antibody lagi. Antibody yang seharusnya menjadi pelindung alami tubuh manusia, telah dirusak oleh virus HIV.

"Lo harusnya stop kerja, Zian!"

Zian berbalik badan dan menyembunyikan dirinya sendiri di balik selimut. Sikap yang jelas-jelas menginginkan agar dokter itu berhenti mengoceh. Sebagai dokter yang baik, ia seharusnya membiarkan pasiennya untuk tidur tenang.

Berlian itu ia genggam lagi. Secara bersamaan, ia merasa dadanya diremas hingga terasa sesak dan panas. Ini salah Zahira, yang tiba-tiba menggenggam lengannya sambil berkata," Ayo!" Perempuan itu membawa Zian menerobos sudut-sudut ramai toko perhiasan. Sepanjang jalan, meski berlapis jaket tebal, Zahira tidak hanya menyentuh lengannya, tapi juga hatinya. Seharusnya aku organisme yang menjijikkan. Tidakkah kau takut virus itu juga menempel di pakaianku? Dalam sehari, aku pernah mandi berpuluh-puluh kali, karena aku merasa sangat kotor. Lalu, kenapa kau masih mau menyentuhku? Pertanyaan itu dilontarkan, tapi hanya sebentuk sorot mata, bukan frekuensi suara. Berharap ada penjelasan soal itu, bahwa itu adalah tindakan ceroboh dari seorang Zahira.

Toko perhiasan yang mereka datangi, mungkin yang paling jelek di sana. Yang di pajang di etalase hanyalah beberapa bongkahan intan yang belum diasah dan peralatan logam yang menghitam, juga terlihat tua. Di dindingnya tertempel kalender tahun 2005, 2006 dan 2007. Seolah waktu terhenti di tahun itu dan Zahira sedang membawanya ke dimensi waktu masa lalu, meninggalkan 2019 yang memang kelam untuk Zian.

"Om!" sapa Zahira.

"Eh, Za! Nggak dinas hari ini?"

"Lagi libur."

"Sama siapa itu?"

Zahira mempererat cengkramannya, dengan sedikit tambahan tenaga, ia mendorong Zian agak ke depan. "Bawa calon pembeli!" katanya.

Spontan Zian tersenyum. Secara nyata dan tak terbantahkan, ia merasa telah dimanfaatkan.

Lihat selengkapnya