ZOMBI DAN MEREKA YANG TAK BISA MATI

Meliana
Chapter #5

Tragedi Hati Para Prajurit

Dari ruang monitor aku teringat kembali, sebelum aku bergegas menuju ruang isolasi Jelita dan Bakti. Dengan wajah dipenuhi air mata aku melihat mereka saling menatap sedih. Wajah mereka dipenuhi air mata. Mereka yang berhari-hari tampak bahagia di ruang isolasi tiba-tiba menjadi begitu hancur dan menderita.. sebenarnya apa yang terjadi pada mereka?.. tapi kini mereka sudah berubah. Tugasku adalah menjaga mereka berdua. Lagi pula sangat terlambat untuk bertanya kepada mereka.

Dengan senjata seadanya aku menghadang di depan pintu. Pastinya yang terjadi saat ini mereka berdua sama-sama mengamuk untuk menghancurkan pintu baja. Aku yakin mereka tidak akan bisa menghancurkan pintu baja itu. Aku membiarkan mereka berusaha dan semakin menggila. Di saat paling genting ini aku menghadapi frustasiku lagi. Menertawakan diriku sendiri dan teman-temanku yang malang yang harus berubah menjadi monster. Membiarkan yang seharusnya terjadi. Entah kenapa menyaksikan kebrutalan dan kebuasan mereka mendorongku pada rasa putus asa.

Akhirnya menjadi sunyi. Tidak ada suara benturan apa pun lagi. Tidak ada suara geraman mereka yang menakutkan lagi. Benar-benar sunyi. Aku tersadar dari lamunan hingga memutuskan kembali ke ruangan monitor untuk melihat kondisi teman-temanku yang tak lain monster yang baru bangkit itu. Tubuh mereka berdua hancur. Penuh luka dan tulang-tulang mereka juga patah-patah. Mereka roboh di depan pintu, bermandikan darah. Dan darah mereka menggenangi lantai seperti cat merah yang tumpah.

Apa mereka mati?.. bagaimana kalau mereka mati?.. aku panik dan segera memberitahu Profesor Mentari. Ternyata mereka memang mati. Jantung mereka sudah berhenti. Meninggalkan jasad-jasad mereka yang dibaringkan di tempat tidur di ruang isolasi mereka. Lagi-lagi aku tidak mengerti. Profesor Mentari memintaku menjagai jasad Jelita lalu pergi. Bahkan dia mengikatnya dengan peralatan otomatis itu. Apa dia sebegitu takutnya Jelita bangkit lagi. Entah lah?.. aku hanya bisa mematuhi permintaannya. Tidak ada yang bisa kulakukan selain memastikan Jelita monster yang sudah mati, benar-benar tidak bisa hidup lagi. Terlalu hening jika hanya diam. Sedangkan aku punya kebiasaan untuk selalu merapikan rambutku. Rambutku yang selalu terikat amat rapi. Aku kembali merapikannya lagi. Sudah terlalu lama aku disini berjaga. Rasa jenuh mengusikku. Aku ingin sekali pergi dari tempat ini. Ingin sekali rasanya jalan-jalan di hutan untuk menikmati udara segar pagi ini.. tapi Profesor Mentari belum memintaku pergi. Aku tidak bisa pergi begitu saja sehingga aku terpaksa menunggui jasad Jelita. Termenung di depan jasad Jelita lagi. Tanpa sadar aku melamun.. akan tetapi perhatianku mendadak tertuju penuh pada jasad Jelita. Luka-lukanya.. ada sesuatu yang menakjubkan terjadi padanya. Semua luka ditubuh dan seluruh kepala bahkan wajahnya mulai tampak sembuh.. dan yang lebih mengejutkan lagi, denyut jantungnya juga telah kembali. Dia benar-benar hidup lagi. Dia benar-benar bernapas. Ada rasa takjub dan kegembiraan saat mendapatinya mendadak bernapas lagi. Tapi kemudian ada rasa takut yang menghampiriku. Membuatku merasa harus waspada terhadapnya.

Aku bersiap menunggu Jelita terbangun. Aku yakin dia pasti akan bangkit. Ini hanya soal waktu. Yang mengherankan dia pulih dengan sangat cepat. Semua lukanya menyembuh bahkan wajah pucat dipenuhi urat-urat monster yang membiru, juga menghilang. Dia tampak seperti manusia normal. Apa yang kulihat menenggelamkan rasa takutku. Lalu aku memberanikan diri untuk menyentuh tangannya. Aku benar-benar menyentuhnya.. terasa darah manusianya mengalir lagi ditubuhnya. Tangannya terasa hangat. Membuatku terharu sekali karena aku yakin dia sudah menjadi manusia lagi. Jelita yang malang!.. akhirnya dia berhasil menjadi prajurit impian yang tak terkalahkan! Aku harus mengucapkan selamat padanya begitu dia terbangun nanti.

Dipenuhi harapan serta dipenuhi kegembiraan. Aku menunggui Jelita sadar. Aku yakin di ruangan sebelah kami, Bakti juga sama seperti Jelita. Dia sebentar lagi juga akan siuman dan menjadi manusia lagi. Ya Tuhan!.. aku bahagia sekali hari ini. Seorang Dara Indah Pertiwi dipenuhi harapan lagi. Tiba-tiba aku merasa yakin jika percobaan Profesor Mentari telah berhasil. Dia pasti punya anti virusnya. Aku sangat berharap dugaanku ini benar. Hatiku bangkit kembali dipenuhi harapan. Aku menyambut kesadaran Jelita dengan senyuman paling bahagia. Saat dia membuka matanya. Sungguh senang mendengar ia memanggil namaku. Dia benar-benar masih mengenaliku.

“Dara..” ucapnya lirih. Wajahnya kaku. Tatapannya tajam, terasa dingin. Dia sama seperti orang yang baru keluar dari situasi yang sangat buruk. Gelisah dan tak terkendali, dia meronta-ronta.

“Jelita.. apa yang kau rasakan?” aku bertanya kebingungan. Sementara Jelita yang terus meronta itu tampak amat gelisah dan tersiksa. Aku tak perlu merasa takut. Dia terlalu manusiawi saat ini. Dia hanya sedang terguncang.. dan mungkin karena dalam keadaan terbaring serta terikat, membuatnya sangat tertekan sehingga dia meronta-ronta seperti ini.

“Ayo lah beritahu aku apa yang kau rasakan?.. aku pasti akan membantumu!..” aku berusaha keras menenangkannya bahkan membujuknya. Aku ingin dia menjadi tenang dan memberitahuku apa yang sedang ia rasakan dan apa yang ia butuh kan.

“Tenang lah Jelita!.. kau pasti akan baik -baik saja!..” aku berusaha menenangkannya.

“Dara tolong aku.. aku sangat lapar!..” beritahunya terdengar begitu lemah dan tak berdaya. Tapi kemudian dia meronta-ronta lebih keras bahkan mengamuk, sampai suara geraman yang kukenali kembali kudengar darinya.

“Tidak mungkin!” aku menggeleng keras. Meski sudah menjadi manusia lagi Jelita tetap lah monster. Dia tampak tetap marah, kuat, dan buas. Tak berapa lama ia berhasil melepaskan ikatan otomatis itu. Tidak menunggu lebih lama setelah ikatannya lepas, aku menembakkan semua peluru dari senjataku. Aku ingin dia mati. Aku harus membunuhnya.

Dalam sekejap peluruku sudah habis. Sudah bersarang semua ditubuh manusia Jelita.. tapi dia tak bergeming. Malah dengan tenangnya ia mendekatiku. Peluru-peluruku sudah jadi tak berguna lagi. Aku pasrah.. sudah tidak punya pilihan selain menghadapinya. Dan aku tidak ingin mati sebelum aku bertemu Profesor Mentari dan memintanya memenuhi permintaanku. Aku tidak boleh mati hari ini. Aku bersiap melawan. Jelita menghambur menerkamku. Kukerahkan seluruh tenagaku untuk menahannya bahkan membanting tubuhnya.

Dengan keras sekali Jelita jatuh terbanting dan terlempar dariku. Aku tahu tidak akan mudah untuk melawannya. Bahkan aku tidak tahu bagaimana caraku untuk menghentikannya.

Aku khawatir. Aku cemas.. dan memang mulai terdesak menghadapinya. Sampai akhirnya Jelita yang begitu kuat itu segera bangkit dan mencekikku.. dan bagai hewan buas yang kelaparan dia menerkam tubuhku yang tak berdaya. Mencabik-cabiknya.. dan dia benar-benar pemangsa.

Dalam hidupku segalanya terlalu sederhana. Aku terlalu kalem, penyendiri namun orang yang tenang dan periang. Aku bahagia hidup seperti itu. Aku menikmati hidup sebagaimana mestinya. Menjalaninya penuh harapan dan cita-cita. Tapi begitu aku kembali membuka mata. Aku merasa diriku adalah manusia yang paling malang di dunia ini. Aku menangis. Merasakan diriku yang hancur ternyata masih hidup dengan kenyataan yang tidak pernah aku bayangkan terjadi kepadaku.

Aku masih terkurung di ruang isolasi. Penjara yang setia mengisolasiku. Aku tidak ingin hidup lagi. Tapi aku juga tidak bisa mati. Ketika aku  menemukan tubuhku yang tulang-tulangnya patah juga hancur pulih kembali, aku segera tahu siapa aku!.. aku telah berhasil menjadi prajurit impian.. tapi sungguh  aku tak punya tujuan lagi. Aku tidak ingin berjuang lagi. Aku teramat sakit. Hatiku tidak sanggup menerima kenyataan. Aku tidak bisa menerimanya.

Wajahku terus dipenuhi air mata. Aku berada pada perasaan terburuk yang belum pernah aku rasakan. Rasa dihancurkan oleh orang tua ku sendiri. Bahkan cintaku yang kurawat dengan indah hancur dengan sangat menyakitkan. Sungguh aku ingin lari. Pergi yang jauh dan meninggalkan semua kenyataan buruk yang sangat menyiksaku ini. Aku tidak akan memaafkan kenyataan bahwa orang tuaku sendiri yang telah menghancurkan hati dan seluruh cintaku. Aku berusaha bangkit dari rasa sakitku. Harus menemukan cara untuk pergi dari sini. Aku menenangkan diriku. Berkonsentrasi. Menerawang kode pintu baja yang mengurungku. Mendapatkan gambar rekamannya. Menyentuh dan berkonsentrasi, dan perlahan mendapatkan apa yang aku inginkan. Aku hampir selesai. Tapi saat itu ada gambar rekaman lain yang diputar oleh otakku. Aku melihat apa yang baru saja terjadi dan telah dilakukan adikku, kembaranku Jelita di ruang isolasi di sebelahku. Aku melihatnya baru saja selesai memangsa. Memakan teman kami sendiri. Lalu aku.. aku juga baru saja  melakukan hal yang sama. Aku juga baru selesai makan dan anehnya aku tiba-tiba kembali disini. Aku pun terus mengingat-ingatnya lagi. Ibuku.. dia tadi melepaskanku. Memberiku makan.. dan aku mengingat lagi semuanya. Saat aku memburu teman-temanku hingga berhasil mendapatkan salah satu dari mereka yang terperangkap masuk ke dalam hutan. Tidak aku sangka ibuku sekejam itu pada mereka. Dia membuat teman-temanku tersesat dan terperangkap di dalam hutan. Aku yang saat itu dikendalikan rasa laparku, terus memburu mereka yang semakin tidak berdaya dan ketakutan.

Aku meraung keras segila orang yang baru kehilangan kewarasannya. Aku melihat dan terus melihat gambar-gambar itu diputar terus-menerus oleh ingatanku. Bagaimana aku melihat mereka berlarian, bagaimana mereka berjuang dan bertahan. Saling berusaha menyelamatkan. Sementara aku memburu mereka tanpa ampun!

Lihat selengkapnya