“Kalian tahu kan apa yang harus kalian lakukan jika dia mengamuk lagi?” Profesor Mentari membawa kami ke ruang monitor untuk mengawasi Bakti monster. Aku mengangguk . Teman-temanku juga. Pastinya kami akan membiusnya lagi dengan bius dosis tinggi jika mengamuk lagi.
Rasanya ruang monitor menjadi tempat teraman bagi kami karena pintunya hanya bisa dibuka dengan kode rahasia yang kami miliki. Akhirnya kami merasa aman setelah semua peristiwa yang baru saja menjadi mimpi buruk dalam hidup kami. Kemudian kami juga harus merasakan betapa beratnya kesedihan dari rasa kehilangan kami. Kami sangat kehilangan sosok Agra yang dewasa dan penyayang. Kami menyadari ia telah memilih pilihan untuk menyelamatkan kami semua. Kami sungguh menghargai itu. Pengorbanannya tidak akan pernah kami lupakan.
Air mataku jatuh lebih parah. Aku begitu kehilangan dan berduka. Aku melati yang lupa kapan aku menangis, dan kenapa aku menangis tidak bisa sedikit pun melawan duka dan kesedihan dari rasa kehilangan. Agra mati namun jasadnya hidup seolah ada iblis buas yang merasukinya. Sangat berat bagiku mendapati kenyataan itu. Seseorang yang bagiku adalah kakakku sendiri berubah menjadi zombi menakutkan dan rasanya begitu menyakitkan sangat berat untuk aku tanggung dan kenyataan ini tidak pernah bisa untuk aku terima.
Inikah negaraku yang berada di tangan penjajah?... modern dan menakjubkan. Aku jalan-jalan dan menikmati keherananku sekaligus kekagumanku. Sebentar lagi aku akan merebut negara ini dari para penjajah. Aku akan melaksanakan tugasku ini dengan penuh kebanggaan. Semangatku menyala lebih garang. Aku terus melangkah memasuki gedung megah raksasa bernama Mall. Beruntung Profesor Mentari memberikanku pakaian yang membuatku mudah berbaur di tempat ini. Sebentar lagi aku akan mewujudkan harapan kami semua, terutama keinginan kami untuk merdeka. Aku buru-buru beraksi. Berbaur penuh di keramaian Mall. Siap menggigiti mereka semua. Wabah zombi akan dimulai.
Hidupku telah patah. Begitu pula dengan hatiku. Ternyata orang yang sangat aku cintai selama ini adalah kembaranku. Ibu kandungku yang kejam benar-benar menghancurkan seluruh cinta dan perasaanku.
“Ini setimpal Jelita! Kau berhasil menjadi prajurit impian... sekarang kau sangat bisa diandalkan!” ibuku mengatakan harapannya dengan nada bicara yang mendalam di lautan harapannya. Ia atas nama kemerdekaan telah melakukan segala hal diluar dugaan. Dia keterlaluan. Dia mengorbankan apa pun untuk meraih kemerdekaan. Bahkan kami anak-anaknya yang malang juga dikorbankan.
“Kau sangat menyayangi kakakmu kan?... karena itu kau harus bisa diandalkan!... kau tahu bukan, kakakmu sama sepertimu... dia juga sangat menyayangimu dan kalian masih bisa menikmati kemerdekaan! Aku tidak akan tinggal diam. Aku akan buat obat untuk kalian agar kalian menjadi manusia normal lagi!” janjinya manis. Membujukku. Sumpah aku merasa muak. Tapi mendengar ibuku bilang dia akan membuat obat untuk kami. Aku berharap Bakti bisa menjadi manusia normal lagi dan hidup bahagia dalam kemerdekaan. Dan aku hanya ingin melaksanakan tugasku merebut kemerdekaan kami walau pun aku harus mati. Aku berharap kakakku hidup bahagia selamanya.
Aku masih mematuhi perintah Profesor Mentari. Aku tidak ingin menyebutnya ibu. Sangat sakit rasanya jika mengingat betapa jahat dan kejamnya dia padaku. Kini aku tetap patuh padanya semata untuk obat yang dia janjikan padaku. Aku harus mendapatkan obat itu untuk kakakku Bakti. Profesor itu akan kupaksa menepati janjinya.
Tidak sulit untuk melakukan perintah dari si Profesor. Aku dan langkahku lebih cepat dan bertenaga daripada saat aku masih manusia normal. Aku bisa menghitung perbandingannya. Aku yang sekarang lebih kuat 10 kali lipat dari aku yang manusia normal.
Aku sudah berada di keramaian Mall, dan keadaannya sudah seperti yang di instruksikan si Profesor itu. Aku melihat di sekelilingku. Napasku dibakar amarah diriku yang bersembunyi dibalik wajah tenangku. Aku sebaiknya melakukan apa yang disuruh oleh si Profesor, dengan begitu aku bisa segera menagih janjinya untuk memberiku obat alias anti virus. Maka secepatnya aku akan beraksi. Menuntaskannya. Tugasku . Aku bisa selesaikan dalam waktu 10 menit. Hanya menggigiti orang-orang di Mall ini memang. Tapi aku tidak tahu kenapa aku masih meragukan keinginanku yang sangat besar untuk menginfeksi orang-orang di keramaian ini. Aku bisa merasakan perasaan mereka bahkan membacanya. Mereka dipenuhi perasaan riang dan berbahagia.
Aku mengabaikan apa yang kutahu. Tujuan dan keinginanku memaksaku berhasrat untuk melakukan perintah Profesor itu di pikiranku hanya anti virus itu. Aku harus melaksanakan tugasku. Aku tidak akan membuat kegaduhan. Aku harus sangat tenang untuk menginfeksi mereka. Keputusan berada di dekat pintu keluar. Aku akan membuat mereka tidak ada yang bisa keluar dari sini. Saatnya menginfeksi. Aku sadar aku telah memiliki naluri lain yang baru. Tapi hati manusiaku tidak menghendaki itu. Saat aku menunggu salah satu dari mereka menuju pintu, naluri baruku dan hati manusiaku berkelahi dan membingungkanku. Aku tetap manusia yang memiliki kebimbangan, belas kasihan, dan keraguan... tapi naluri baruku sangat berbeda. Yang dinyalakannya di diriku hannyalah keinginan untuk makan sepuasnya bahkan untuk menghancurkan segalanya. Sejenak aku dan perasaanku menggila. Begitu juga naluri baruku. Mendorongku untuk benar-benar melakukannya. Menggigit semua manusia yang ada di Mall ini.
Apakah mimpi buruk baru saja selesai. Dan kalau aku memang bermimpi buruk dan mimpi itu masih berlangsung, kenapa aku terbangun masih di tempat dan kondisi yang sama. Tubuhku yang digigiti... luka-luka gigitan yang mengerikan yang mengoyak-ngoyak dagingku dan merobek-robek seragam Prajuritku. Aku menyentuh luka-luka diperutku serta di sekujur tubuhku dipenuhi gigitan-gigitan yang merenggut daging-dagingku. Aku masih bisa merasakan kengerian saat melihat semua luka-luka di sekujur tubuhku, tetapi anehnya aku tidak merasakan rasa sakitnya. Apakah mimpi buruk masih berlanjut dan sedang berlanjut?... aku kebingungan. Di ruang isolasi aku kini sendirian. Tidak ada Jelita lagi disini. Aku mengingat dengan ngeri peristiwa yang terjadi sebelumnya. Entah lah... jika ini benar-benar mimpi. Tapi yang sangat aku ingat adalah aku telah menjadi makanan lezat bagi Jelita dan ia santap sepuasnya.
Masih di ruang isolasi cukup jelas menjelaskan padaku kalau aku belum mati. Aku bisa membuka mata. Melihat semua benda yang ada disini. Menyentuh pintu baja isolasi yang juga masih dikunci kode rahasia. Mungkin sudah ada yang membukanya. Apa mungkin orang yang sudah membukanya adalah Jelita. Lebih dari mungkin karena dia sudah tidak berada di ruangan ini lagi. Ini jelas bukan mimpi. Aku mencoba membuka pintu baja itu. Menekannya. Mencoba menemukan kodenya tapi gagal.
Ini nyata. Aku masih hidup! Tapi perasaanku dan keadaanku jadi berbeda. Tidak ada rasa sakit lagi. Semua ketakutanku yang hebat sebelum aku dimakan benar-benar sudah pergi. Kenapa aku tidak mati? Pertanyaan di benakku memaksaku memikirkan. Aku menatap luka-luka di sekujur tubuhku lagi. Merasa berbeda. Merasa aneh. Seharusnya aku sudah mati karena luka separah ini. Ya... aku pasti sudah mati!... dan jika aku belum mati, maka aku mungkin sudah bangkit lagi.