ZOMBI DAN MEREKA YANG TAK BISA MATI

Meliana
Chapter #7

Kenyataan Besar Dan Identitas

Sebenarnya aku tidak ingin kembali. Tapi kubawa juga langkah beratku ini mendatangi Profesor Mentari.

“Aku tahu kau masih hidup Pelangi Raya!... tidak ada kematian setelah kematian yang kau alami!” katanya senang menyambutku yang telah kembali padanya.

“Aku kembali karena tugasku sudah selesai!” kataku padanya seberat perasaanku yang kacau. Aku dan perasaanku semakin memudar. Semangat hidupku belum juga kembali meski aku menjadi sekuat hari ini.

“Kau menginginkan Anti virus itu Pelangi?” mendadak ia bertanya seakan dia tahu benar apa yang kupikirkan .

“Aku memang ingin memberikan anti virus itu pada Panji!... aku juga ingin dia sembuh!” katanya lagi padaku membuatku sangat terkejut. Benarkah itu? Dia juga ingin Panji sembuh dan normal lagi. Seketika aku merasa memiliki harapan dan semangatku tumbuh lagi.

“Aku hampir menyelesaikan anti virusnya Pelangi... tapi aku masih sangat membutuhkanmu... kau masih mempunyai banyak tugas besar!... mereka mengkhianatiku!” Profesor Mentari langsung bercerita selama aku hilang dia mengalami banyak hal. Anehnya aku tidak melihat rekam gambar memori masa lalu yang terjadi. Aku heran sekali, tapi karena dia bilang tentang anti virusnya, aku menjadi sangat berharap dan mempercayai dirinya. Aku akan melakukan tugasku yang berikutnya dari Profesor Mentari. Aku akan lakukan apa pun untuknya demi Panji. Aku bersedia melanjutkan tugasku lagi sebagai prajurit impiannya.

Seharusnya aku ingin tahu dan mencari tahu kenapa Dara dan Jelita mengkhianatinya. Profesor Mentari dia ternyata akhirnya menampakkan sifat yang tidak berbeda denganku dulu. Sedih, kecewa, dan terluka ketika ia memberitahuku. Aku melihat semua itu ada padanya.

Mengkhianati Profesor Mentari?... tapi yang kutahu dua orang gadis itu hanya tidak melaksanakan tugasnya untuk menginfeksi orang-orang yang tinggal di negara kami. Kata Profesor Mentari warga negara asli semuanya sudah diasingkan termasuk dirinya sendiri yang sudah 20 tahun ini tinggal di Pulau rahasia. Kami semua pun dibesarkan di pulau ini. Kadang kami rindu kembali ke tanah air kami. Berangan pulang dan tinggal selamanya lagi di negeri kami.

Mencari Dara dan Jelita bukan perkara mudah. Aku tidak mendapatkan tugas yang sama dengan mereka. Aku tidak ditugaskan menginfeksi. Apa Profesor Mentari berubah pikiran atau mengubah rencananya? Aku tidak mau memikirkan.

Negara kami.... terharu rasanya melihatnya begitu modern. Orang-orang yang tinggal disana benar-benar orang yang berbahagia. Para penjajah itu mereka menikmati kehidupan yang menyenangkan. Untuk sesaat kebencianku menyala-nyala. Tapi aku harus menahan diri sampai aku bisa menemukan Jelita dan Dara. Membawa mereka kembali.

Melihat seragam prajuritku orang-orang menatapku dengan tatapan aneh. Bahkan mereka mengira aku orang gila yang tengah jalan-jalan di negara mereka. Aku tidak peduli. Aku harus menemukan Jelita dan Dara. Mereka tentu masih berada di sekitar Mall yang mereka datangi. Aku menunggu... tapi aku tetap mencari. Profesor Mentari bilang, aku harus terus disana apapun yang terjadi. Sampai aku bertemu seseorang yang akan membawaku pada Dara dan Jelita.

Wajah itu tampak sangat tidak asing. Aku tahu aku pernah melihatnya. Dia pasti adalah komandan pasukan khusus yang pernah melakukan pembersihan zombi kemarin. Pria berusia 50 tahun ini pasti orang yang kulihat itu. Aku yakin sekali. Aku mengenali aromanya. Dia komandan Awan Perkasa!... dia akan menemuimu! Begitu kata Profesor Mentari padaku sebelum menugaskanku untuk mencari Dara dan Jelita.

Sangat santai dan tenang aku berhadapan dengannya. Aku tidak akan ketakutan. Sekalipun ribuan pasukan dia datangkan, itu tidak akan membuatku gentar. Penjajah yang malang!... aku juga akan membuang kalian yang telah membuang kami setelah merampas tanah air kami!

“Kau bawa ke mana teman-temanku?” aku langsung bertanya padanya begitu berhadapan dengannya. Karena dari rekam gambar masa lalu yang kulihat beberapa jam yang lalu, pasukan khusus yang dipimpinnya lah yang membawa pergi Dara dan Jelita.

Pria tua itu tidak menjawab. Dia justru terpaku menatapku.

“Dimana semua pasukanmu?... kenapa tidak menangkapku juga?...” aku mulai marah dan tak sabar untuk berhadapan dengan mereka semua. Profesor Mentari tidak ingin aku mengampuni pasukan khusus itu.

Amat terkejut dan menahan amarah itulah yang terjadi kepada komandan Awan sang penjajah. Namun konyolnya dia juga dipenuhi dengan kesedihan dan keharuan. Matanya berkaca-kaca sampai terdengar dia memanggil dengan lirih dan ucapannya itu mengatakan sesuatu yang turut mengejutkanku.

“Putriku!...” serunya hampir menangis. Tatapan sedihnya yang sangat kehilangan itu, aku merasakan perasaan dan isi pikirannya segera kubaca. Dia menanggung semua itu. Rasa kehilangan. Kesedihan dan luka yang mendalam pada perasaannya... dia tidak berbohong. Masa lalunya benar! Dia kehilangan seorang putri 17 tahun yang lali... dan... aku terus mencari tahu. Aku melihat gambar-gambar dari memorinya tentang putrinya yang hilang bahkan sebelum dia hilang. Gambar-gambar itu terus kulihat. Aku tersentak... bocah berusia 2 tahun itu... dia yang ada di memori pria tua itu adalah aku!

Menjadi tawanan bukan lah hal yang mengejutkan bagi aku dan Dara. Di kurung di penjara dengan keamanan khusus yang mereka berikan saat ini juga bukan hal baru bagi kami. Terali besi. Pintu yang dijagai banyak pasukan sama sekali bukan masalah besar. Dengan mudah kami sanggup mematahkan besi terali ini dan menghabisi pasukan yang menjaga kami. Tapi kami tidak mau melakukan itu. Mereka semua adalah orang-orang dari negeri kami sendiri. Mereka warga negara yang kami cintai dan kami rindukan selama ini. Aku dan Dara membenci mereka karena selama ini kami dibohongi dan berada dalam perangkap dan rencana jahat Profesor gila itu. Tapi sekarang tidak lagi! Kami sudah bebas darinya meski dikurung disini. Kami merasa bahagia. Berbaring dan menatap langit-langit penjara itu bersama.

“Apakah kita bisa bebaskan teman-teman kita dari sana?... aku ingin kita semua tinggal disini... ini negara kits bukan?” Dara berkata penuh harapan. Semangatnya sangat kuat sekokoh harapannya untuk kembali menjadi manusia sejati. Bebas dari kebohongan Profesor jahat itu membuat kami benar-benar hidup setelah melewati segala hal yang perlahan-lahan hampir membunuh kami.

“Tanpa sengaja kita kembali ke negara kita... tapi akhirnya kita mempunyai harapan baru setelah kembali ke negara ini!” kataku seperti bergumam. Senyuman bahagia tak henti terkembang di wajah kami.

“Tapi kita ini masih monster kan Dara?... bagaimana jika naluri buruk itu kembali?... bagaimana jika rasa lapar itu menguasai kita lagi?” aku bertanya karena mencemaskan diri kami yang sekarang. Kami ini tidak lagi manusia sepenuhnya. Itulah yang aku takutkan terutama saat aku tidak bisa mengendalikan diri monsterku.

“Karena itu kita harus mendapatkan anti virusnya!!” Dara mengatakan satu-satunya solusi yang kami punya. Dara benar. Hanya anti virus yang akan mengembalikan diri kami yang dulu. Dengan anti virus kami tentu kembali menjadi manusia normal lagi. Itulah keyakinan kami. Menjadi harapan terbaik kami. Benar-benar harapan yang sangat kuat serta indah bagi kami. Jiwa dan diri terdalam kami benar-benar ingin hidup lagi. Aku dan Dara sangat ingin menuju bahagia.

 

“Ayah...” tanpa kusadari aku memanggilnya. Merasakan kerinduan dan perasaan-perasaan yang tidak dapat aku lukiskan. Tapi perasaan yang begitu kuat yang kurasakan adalah rasa haru. Aku terharu. Sangat terharu. Kini dia memelukku dengan perasaan haru yang membuatnya mengucurkan air mata. Setelah 15 tahun terpisah akhirnya kami bertemu. Ayahku!... dia benar-benar adalah ayahku. Aku hampir saja tidak bisa mempercayainya. Tapi aku tahu. Dia memang sangat mencintaiku. Putri malangnya yang hilang darinya selama belasan tahun.

Aku masih memeluk ayahku. Tidak bisa mengatakan apapun padanya. Aku terlalu merindukannya. Dia yang baru saja kembali di ingatanku juga dihidupku.

“Pelangi... ayah merindukanmu!” ayah mengatakan kumpulan perasaan dari seluruh perasaannya saat ini.

Lihat selengkapnya