Sungguh tidak tepat kalau ini disebut kabur. Yang aku lakukan ini hanya lah sembunyi. Sembunyi setelah menyaksikan kehancuran yang kuperbuat. Setelah berhasil keluar dari ruang isolasi, aku sembunyi di ruang bawah tanah. Mengurung diri dan menyesali semua yang telah terjadi. Rasa bersalah pada Agra memaksaku sembunyi. Aku masih selamat dari putus asa, tetapi hingga detik ini aku belum terbebas juga dari penyesalan terbesarku. Aku menyesal. Menyesali tragedi dan kehancuran yang membayangiku. Menyesakkan dada dan membuatku hampir meledak.
Berhari-hari aku menyendiri. Naluri baru dan rasa laparku tidak mengganggu. Ketenangan seolah kembali padaku. Aku Bakti yang dulu terasa lagi hari ini. Aku berharap baru kehilangan separuh diriku, dan separuhnya kuharap segera kembali padaku. Aku mengharapkan sesuatu yang mampu mengembalikan aku yang sekarang ke diriku yang sebelum diubah, dan sesuatu itu adalah anti virus. Aku sangat ingin mendapatkannya. Aku ingin memintanya dari Profesor Mentari, ibuku. Atau aku harus mencurinya saja. Tapi yang aku tahu saat aku diam-diam pergi ke Lab Sains untuk mencurinya, aku menemukan anti virus itu, tetapi anti virus itu belum bahkan sengaja tidak diselesaikan oleh ibuku. Dan itu tentu karena dia punya rencana hebat yang telah ia rancang. Tak heran ibuku begitu hebat menyembunyikan dirinya yang kejam dibalik sandiwara sempurnanya. Setelah mengetahui tentang anti virus yang sengaja tidak diselesaikan, aku tahu bahwa ada rahasia besar yang ibuku miliki lagi. Begitu banyak rahasia yang ia miliki. Dan beberapa sudah terkuak dengan sendirinya. Tapi rahasia tentang anti virus yang sengaja tidak diselesaikan membuatku sangat penasaran. Mungkin itu karena aku sangat menginginkan anti virus itu. Aku ingin teman-temanku yang terinfeksi juga Jelita adikku sembuh dan normal lagi seperti manusia yang murni. Terutama Agra. Aku sangat berharap jika dia mendapatkan anti virus itu, dia kehilangan wujud zombinya yang sangat aku benci. Aku tidak ingin melihat lagi Agra zombi. Aku ingin sekali melihatnya menjadi Agra yang seperti sedia kala. Jika aku melihatnya lagi, aku berharap bisa melihatnya sebagai manusia. Lalu aku?... aku sendiri juga tidak berbeda dengan Agra. Hanya saja aku masih tampak seperti manusia. Padahal kapan saja aku bisa menjadi brutal dan memangsa. Wujudku memang manusia. Tapi isinya aku tetap monster. Karena itu aku ingin Agra dan aku mendapatkan anti virus itu. Namun aku bisa apa ketika kenyataan mengatakan kalau anti virusnya sengaja tidak diselesaikan hingga aku menjadi ngotot untuk mendapatkannya. Tak peduli anti virus itu belum selesai dibuat aku berniat menggunakannya. Sehingga kemudian aku kembali diam-diam pergi ke Lab Sains.
Hampir saja ibuku tahu. Dia ada disana... aku harus pergi! Secepatnya aku pergi. Aku cepat-cepat sembunyi lagi. Menerawang dari jauh sambil menunggu ibuku meninggalkan Lab Sains. Tapi dia lama sekali disana. Aku bisa merasakan keberadaannya. Mungkin karena terlalu lama menunggu aku jadi merasa penasaran. Lagi-lagi Aku terawang apa yang sedang ibuku lakukan.
Wajahnya, geriknya, emosinya aku merasakan kemarahan yang sangat besar sedang terjadi padanya. Wajah dingin dan sikap tenang itu mengandung murka. Dia membuat lagi anti virus! Benarkah itu?... kenapa dia tiba-tiba membuat anti virus?... apa dia akan membuatnya sampai selesai?... semoga saja ia menyelesaikannya. Aku pun terus menerawang dengan gelisah sambil terus berharap ibuku membuatnya hingga selesai.
Meski dipenuhi kemarahan dan rasa murka. Ibuku bisa fokus membuat anti virusnya. Aku lega ketika aku tahu dari terawanganku dia menyelesaikannya. Begitu anti virus itu selesai, ibu meninggalkan Lab Sainsnya dengan wajah murka yang ingin menghancurkan siapa saja yang mengusiknya. Ibu sekarang sudah benar-benar melepaskan topengnya.
Aku masih menerawang. Sekarang ibuku pergi ke ruangan pribadinya. Dia berada di kamar tidurnya. Mungkin dia sangat lelah. Dia berbaring dan memejamkan mata. Aman! Aku rasa aku harus segera ke Lab Sains untuk mengambil anti virus. Ini adalah kesempatan terbaikku untuk mencurinya. Aku berencana untuk memberikan contoh anti virus itu kepada para penjajah di dunia luar sana. Mereka pasti butuh banyak sekali anti virus. Mungkin ibuku sudah berhasil menginfeksi mereka dalam jumlah yang sangat besar. Terutama warga penjajah yang tidak bersalah. Mungkin mereka juga sama seperti kami para prajurit impian disini, dimanfaatkan dan dikorbankan.
Aku tidak berpikir panjang sama sekali saat aku mengambil anti virus dari Lab Sains dan membawanya pergi menuju dunia luar. Aku butuh bantuan para penjajah itu. Mereka sekarang pasti senasib denganku dan teman-temanku, dan tentu sangat membutuhkan anti virus dalam jumlah yang sangat banyak.
Pilihan apapun tidak pernah mudah untuk dipilih, terutama pilihanku untuk kabur ke dunia luar. Meski aku sangat membenci para penjajah itu, aku senasib dengan mereka. Dan yang paling penting aku bisa membantu mereka dan juga dibantu oleh mereka untuk memperbanyak anti virus ini.
Tidak akan mudah melakukannya, tapi aku akan berusaha keras untuk meyakinkan mereka untuk membantuku.
Semakin semangat dan rasanya aku dengan harapanku yang telah menyatu ketika aku sebentar lagi akan sampai ke dunia luar itu. Kini aku hampir keluar dari hutan yang menjadi pintu gerbang pulau rahasia yang kami huni. Tapi tidak disangka ibuku menghadangku disana. Dia tidak akan membiarkanku pergi meninggalkan hutan itu.
“Aku sengaja menyelesaikan anti virusnya untukmu putraku!... tapi aku tidak menyangka kalau kau mencurinya untuk kau bawa pergi ke dunia luar sana... sebaiknya kembali lah dan pakailah anti virusnya dulu untuk dirimu sendiri!” ibu mencegah keinginanku. Dia tidak akan membiarkanku kabur begitu saja.
“Maafkan aku... tapi aku harus pergi!...”
“Aku sama sekali tidak melarangmu!... aku hanya ingin kau memberikan anti virus itu kepada dirimu sendiri dulu, setelah itu kau lakukan kau boleh pergi meninggalkan tempat ini!” ibuku mengambil tabung kecil dari saku jas Labnya.
“Ini anti virus yang sama!... aku ingin memberikan ini dulu padamu sebelum kau pergi...” ibuku menjanjikan dan memang akan memberikan anti virus itu kepadaku. Dia hanya mensyaratkan aku harus memakai anti virus itu dulu pada diriku sendiri. Haruskah aku keberatan dengan syarat itu?
“Baiklah ibu!... asal kau izinkan aku pergi, aku bersedia menerima anti virus itu... ibu boleh berikan itu dulu padaku!” aku tidak ingin berdebat dengan ibuku karena aku tidak suka berdebat. Maka aku akan menuruti keinginan ibuku.
“Anakku... ibu tidak akan melarang keputusanmu!... mulai sekarang ibu membebaskanmu memilih... lakukan apapun yang kau inginkan!... ibu tidak akan menghalangimu!” ibu begitu bersungguh-sungguh ketika mengatakannya padaku. Dia dan seluruh perasaannya saat itu begitu lelah dan jenuh dengan yang dilakukannya. Entahlah?... ibuku tiba-tiba menjadi putus asa. Entah apa yang telah sanggup mematahkan ambisinya?
“Terima kasih Bu.” Bagaimana pun dia tetap ibuku. Aku tetap menghargai dan menghormatinya. Sekarang aku siap menerima anti virus itu. Ibuku pun akan segera menyuntikkannya padaku. Semoga aku pulih dan seperti dulu. Jika ini berhasil, akan berhasil pada Agra, Panji, dan teman-temanku yang lainnya.
“Kemerdekaan itu mungkin sebenarnya adalah bebas... Bakti kau sekarang sudah bebas!... kau sudah merdeka!” ibuku berkata seperti itu sebelum menyuntikkan anti virusnya kepadaku. Aku menatapnya penuh makna dan berusaha keras memahaminya. Ya. Bebas itu adalah merdeka! Gumamku dalam hati. Dalam sekejap saja aku merasakan anti virus itu mengalir dalam darahku. Benda itu mulai bekerja.