Tubuhnya masih meleleh. Jasad Profesor Mentari itu masih kudatangi. Seharusnya dia meledak jika terkena anti virus. Entahlah?... aku memandangi tubuh yang binasa itu. Mencari tahu. Tapi seperti sebelumnya, aku tidak menemukan apa-apa selain pertanyaan yang semakin banyak di kepalaku. Kami semua belum pergi. Masih merawat Sukma. Andai tahu kapan dia terinfeksi? Sungguh yang menimpanya aneh sekali.
“Profesor Mentari pasti telah melakukan sesuatu padanya sebelum dia terbunuh!” Melati yang berhari-hari memikirkan yang terjadi mengungkapkan kecurigaannya kepada kami.
“Itu benar!... aku juga yakin Profesor Mentari sudah melakukan sesuatu terhadap Sukma!... tapi siapa pembunuh Profesor Mentari?... kenapa semudah itu dia menghabisinya?” Bara pun bingung sekali. Teramat penasaran pada sang pembunuh yang misterius. Tiba-tiba mendatangi Profesor Mentari dan dalam sekejap saja sanggup menghabisinya. Lalu menghilang tanpa jejak.
Ini memang misteri besar. Keadaan Sukma sudah membaik. Delima dan Melati kembali membujuknya untuk pergi bersama kami. Walau tidak perlu di bilang ajaib, tapi kali ini Sukma bersedia ikut bersama kami.
Kadang aku teramat iri pada Bara, Raga, Delima, dan Melati yang masih murni manusia, tapi sedikit terhibur karena sekarang Sukma senasib denganku. Aku tidak sendirian. Dan yang membahagiakan, aku dan teman-temanku akhirnya kembali ke negeri kami. Meninggalkan pulau rahasia Profesor Mentari dan seluruh sejarah kelam perempuan itu. Semoga dia sudah tenang dan ambisi balas dendamnya tertidur abadi bersamanya.
Ada apa dengan dirimu Sukma?... yang tiba-tiba terinfeksi dan menjadi misteri bagi teman-temanku. Aku masih Sukma yang pernah mereka kenal. Dan aku belum berbeda. Hari ini aku bersua dengan negaraku yang dipisahkan dariku selama belasan tahun. Aku merasa asing namun rindu. Sepenuhnya diriku merasakan pertemuanku dengan negeriku. Bahagia rasanya menghirup udara kepulanganku. Sampai ingatan kelabuku menjadi teror yang kembali menyerang ketenanganku. Aku tak berani mengingatnya... dan kepulanganku ini sungguh menghiburku. Tapi... ketika Dara dan komandan Awan mengantarkan kami ke tempat tinggal untuk kami, aku menjadi sangat kecewa. Tempat itu jauh lebih mirip tempat isolasi daripada rumah. Ruang bawah tanah.
“Sukma, karena kau terinfeksi aku terpaksa menempatkanmu di ruang bawah tanah ini... tapi ini hanya sementara!” beritahu Dara. Ruang bawah tanah jauh dari permukiman, rumah dan segala sesuatu yang kami rindukan.
“Apa maksudmu?... bukan kah kau juga terinfeksi?” kataku gusar dan mulai berang.
“Kita semua terinfeksi... jadi kita semua harus tinggal disini agar tidak membahayakan semua orang di negara kita!” Dara berkata sambil menatap semua teman-teman kami, sebelum dia bicara lagi.
“Kalian telah di infeksi tanpa kalian ketahui!... dan karena itu aku harap kita bisa tinggal disini dulu untuk sementara...” hibur Dara karena tahu kekecewaan kami jika harus tinggal di ruang bawah tanah.
“Aku tidak habis pikir... kau memaksa semua orang untuk pulang, tapi ternyata kau memberikan tempat tinggal baru yang jauh lebih buruk dari tempat Profesor Mentari!” Melati marah. Dia mendidih.
“Maafkan aku teman-teman... saat itu aku dan kalian belum mengetahui kalau kalian semua terinfeksi... jadi aku tidak mungkin memberitahu kalian kalau kita akan tinggal disini... tapi kalian tenang dulu!... kita hanya akan tinggal untuk sementara!” jelas Dara untuk menenangkannya.
“Untuk sementara katamu?... sampai kapan?... tempat ini penjara bawah tanah kan?” Melati semakin marah. Dara sama sekali tidak berhasil menghiburnya.
“Aku mohon... percaya lah padaku!... kita tidak akan tinggal disini terus... kita harus di karantina dulu!” Dara kembali meyakinkan.
“Dara... kau bilang kami semua terinfeksi tapi, kau lihat sendiri kan kami tidak berubah seperti Pelangi, Jelita, maupun Bakti?” Melati terus protes.
“Kalian terinfeksi tanpa gejala!” beritahu Dara. Ia berusaha menenangkan Melati. Melati yang dikuasai amarah tertawa. Menertawai semua yang dikatakan Dara. Saat itulah aku memperlihatkan kegeramanku yang tumpah pada Dara.
“Aku tahu Profesor Mentari sangat buruk!... dia juga jahat!... tapi kau Dara, kau sangat mengada-ada!” tudingku geram dan gusar.
“Tidak!... teman-teman aku mohon percaya lah padaku... aku melakukannya demi kebaikan kita semua!” Dara memohon kepadaku dan kami semua.
“Baik lah!... aku mohon berhenti lah membohongi kami!... kami semua tidak tergigit!... kami juga tidak pernah disuntik kan Virus Mentari oleh Profesor!” kali ini Raga yang bicara. Dia tampak gusar dan kesal sekali.
“Jadi, kami tidak mungkin terinfeksi!... sekarang lebih baik kau katakan apa maumu sebenarnya!” Raga memaksanya mengakui kebenarannya.
“Aku saja yang jawab!... Dara ingin mengurung kita di sini!” kataku memvonis Dara dan seketika terbakar kemarahan lah semua teman-temanku.
“Sukma... itu tidak benar!” bantah Dara terdesak oleh kemarahan teman-teman kami.
“Keluarkan kami dari sini!... jika kau tidak ingin kami tinggal di negeri kita, kami semua bisa kembali ke pulau isolasi... aku merasa hidupku jauh lebih tenang daripada tinggal di ruang bawah tanah!” kataku lagi dan meminta Dara membebaskan kami semua dari ruang bawah tanah raksasa itu.
“Aku mohon Sukma... kita semua tinggal sementara dulu di sini!... aku mohon mengertilah!” Dara bersungguh-sungguh memohon kepada kami semua.
“Tidak.. aku mohon kau lah yang harus mengerti!... tolong bebaskan kami!... jangan kurung kami di sini!” kataku marah. Melati yang sedari tadi menahan marah tiba-tiba menyerang Dara. Tapi kami membiarkannya. Pertarungan memang harus terjadi.
“Jika aku bisa mengalahkanmu, kau harus keluarkan kami dari sini!” pinta Melati. Lalu dengan kemampuan bela diri terbaiknya ia memberikan serangannya. Dara hanya menghindar. Dia tidak mau melukai Melati, dan itu membuat Melati semakin berang hingga menjadi murka.
“Kenapa kau berbohong?... Cuma kau yang terinfeksi, bukan kami!” kata Melati di sela-sela perkelahian tanpa perlawanan dari Dara.