Aku melangkah gegas. Gegas tapi tenang. Persis cara berjalannya Profesor Mentari. Kini aku seperti dia. Separuh diriku adalah dia sekarang. Dan langkah ini adalah keinginan darinya. Ia sudah mengendalikanku. Merasuki tubuhku. Berkuasa untuk membuatku melakukan kemauannya. Sungguh aku tidak menyangka. Di dalam jasadku kini Profesor Mentari hidup dan berkuasa. Dia yang baru adalah aku.
Memprogram sebuah robot. Aku atas kemauan Profesor Mentari melakukan semua itu. Kursi roda robot memindahkan jasad Profesor Mentari ke Lab Sains. Jasad itu meleleh karena diberi anti virus. Rupanya Profesor Mentari merekayasa seolah-olah ia terbunuh oleh anti virus. Profesor Mentari sungguh pintar sekali. Tentu saja ini akan menghapus jejak kematiannya jika Dara menerawangnya. Rekayasanya benar-benar sempurna. Lalu aku yang dirasukinya?... jika kau pernah dirasuki makhluk jahat di dalam tubuhmu, kau pasti tahu rasanya. Kau kehilangan kendali atas dirimu. Kau lemah. Kau tidak sadar. Kau seperti ditidurkan dan kadang kau terjaga tapi kau tidak bisa berbuat apa-apa. Dia yang ada di tubuhmu lebih berkuasa atas tubuhmu. Memerintah dirimu untuk melakukan semua kemauannya. Itulah yang aku rasakan. Itulah yang terjadi padaku. Semua atas kehendak Profesor Mentari. Aku di bawah kendalinya. Separuh diriku di lumpuhkan. Seluruh tubuhku dikendalikannya. Tidak ada yang tahu. Tapi aku tidak berdaya, dirasuki olehnya aku menjadi seperti dia. Profesor Mentari yang telah hidup dalam tubuhku merebut seluruh jati diriku. Dan aku hidup tapi seperti mati. Aku yang belum mati tapi tidak seperti hidup lagi. Aku benar-benar tidak berdaya dan dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Kini setelah bangun dari kematian sementara. Setelah hampir 1 minggu terbaring bagai jasad tak bernyawa, aku kembali bisa berdiri. Berjalan dan yang benar-benar hidup dan berkeinginan adalah profesor Mentari. Dia dengan seluruh kehendaknya menguasai diriku lagi. Dia membawaku ke dalam rencana barunya. Aku marah. Aku benci tapi aku tidak bisa melawannya. Dia seperti parasit sekarang. Yang sulit untuk Aku lepaskan.
Tubuhku tapi bukan milikku. Itulah yang selalu aku rasakan. Gila tapi nyata. Dalam satu tubuh dihuni dua jiwa. Namun jiwa yang satunya sama sekali tidak berdaya. Hanya tahu dan merasakan apa yang telah dilakukan oleh tubuhnya. Kini aku tahu kalau Profesor Mentari adalah perempuan yang sangat kejam. Karena kemalangan dan penderitaan dia menjadi orang yang begitu dingin dan kejam. Aku tidak pernah menyangka, bahwa dia sehebat dan sejahat ini. Dia begitu kuat dan berambisi. Aku benar-benar merasakannya karena sekarang dia hidup dalam tubuhku ini. Dia yang punya kendali penuh atas diriku dan langkahnya saat ini telah membawa tubuhku ke Lab Sainsnya. Aku merasakan keinginan perempuan kejam itu. Dia menggerakkan tubuhku dan membuat sesuatu yang membuatku sangat terkejut. Di Lab Sains itu dia membuat anti virus yang baru. Entah untuk apa?... tapi dia sungguh-sungguh membuatnya. Menyelesaikannya dan segera menyimpannya. Lalu membawa tubuhku lagi melakukan seluruh keinginannya. Aku tahu ada sesuatu yang akan segera ia lakukan. Ia tentu akan melakukan apa yang selama ini ia cita-citakan. Tapi bukankah dia sudah membunuh Dara?... lalu untuk apalagi ia membuat anti virus dan belum pergi dari sini?... aku bingung sekali. Sementara diriku yang terjaga di tubuhku sendiri justru semakin tidak berdaya dan tidak mampu berbuat apa-apa. Langkah Profesor Mentari bertambah gegas dan cepat. Ia mengambil senjata khusus yang ia simpan di kamarnya. Mengisinya dengan anti virus sebagai pelurunya. Lalu ia mendatangi seseorang. Delima?... mau apa dia?... lagi-lagi dia menggunakan tubuhku dan menjadi diriku. Dia memang licik sekali. Sebelum sempat Delima menoleh oleh kehadirannya yang tiba-tiba ia dengan cepat sekali menembakkan anti virus itu ke punggung Delima hingga menembus jantungnya.
“Kau masih hidup?” Delima terkejut dan tidak percaya. Terutama pada perbuatanku terhadapnya.
“Tentu saja... aku tidak bisa mati Delima!” kataku menatap dan bicara dengan gaya yang sangat Delima kenali tapi sudah terlambat bagi Delima. Saat dia tahu siapa yang sekarang ada dalam diriku. Tubuh meledak dan hancur berantakan. Aku melihat dan merasakan diriku yang tersenyum puas. Rencana busuk Profesor Mentari menjadi amat matang. Dia sekarang hampir mencapai tujuannya. Namun yang aku ketahui saat ini, dia akan membunuh teman-temanku yang tersisa. Delima... maafkan aku... aku tidak bisa mencegahnya. Lalu Dara?... aku yakin dia juga sama sepertiku. Dia pasti sudah bangun kembali dari kematian sementaranya. Semoga dia bisa menyelamatkan Melati, Raga, dan Bara aku sangat berharap padanya. Sedangkan diriku sendiri sangat tidak berdaya. Tubuhku masih terus digunakan oleh perempuan itu. Entah sampai kapan?... yang pasti dia masih betah dan membutuhkan tubuhku untuk dirasuki. Seandainya aku bisa memberitahu Dara dan memintanya mencegah Profesor Mentari menghabisi teman-teman kami. Aku berharap. Sangat berharap pada Dara. Aku juga berharap diriku akan benar-benar terjaga dan berkuasa lagi atas diri dan tubuhku sendiri.
Membuka mata dan benar-benar terjaga. Aku melihat matahari pagi. Aku melihat kehidupan. Ini bukan mimpi. Ini bukan surga!... aku mencium aroma hutan yang sangat aku kenal. Aku juga mencium aroma diriku sendiri. Aku hidup lagi?... aku melangkah. Menatap langit dan hutan di sekelilingku. Kesadaran mau pun ingatan membangunkan seluruh diriku. Dalam hampir sepekan ini seluruh sel dalam diriku pulih kembali. Jantung yang hancur dan berhenti berdetak kini sudah seperti sedia kala. Aku bernapas lagi. Merasa jauh lebih hidup dan bugar. Tidur hampir sepekan yang kusebut mati untuk sementara itu seperti mencharger total tubuhku ke titik primanya. Kenapa aku tidak bisa mati?... kenapa hanya anti virus yang sanggup membunuhku? Pikiranku yang sangat ingin tahu masih terus memenuhiku. Seharusnya aku senang sekarang. Aku beruntung karena tidak mati. Aku punya kesempatan untuk memulai hidupku lagi. Kehidupan yang aku impikan. Aku terus melangkah... teringat pada Delima merasa sedih tapi tidak membencinya. Aku sudah memahami perasaannya. Dan aku ingin bicara padanya. Menghapus semua kesalah pahamnya. Belum terlambat untuk membuatnya mengerti. Aku pun merasakan apa yang ia rasakan saat itu. Juga apa yang ia rasakan selama ini. Delima dan semua teman-teman menderita. Kami semua sangat menderita. Kami semua sangat menderita. Dan Profesor Mentari lah penyebabnya. Dan setelah dia tiada, dia mengubah Sukma menjadi berbeda dan sama seperti dirinya. Dia membuat Sukma menjadi seperti dirinya. Dia membuat Sukma menjadi seperti dia!... itulah yang aku rasakan, dan ketika aku terbangun aku segera dihinggapi kecemasan lagi. Aku merasakan sesuatu yang buruk dan sangat jahat akan terjadi. Aku pun tahu Sukma juga pasti sudah terbangun dan bangkit lagi dari kematian sementara sepertiku. Kuharap kami segera bertemu. Bara, Raga, dan Melati, aku segera melihat mereka karena aku mencari Delima. Tapi tidak ada Delima saat aku bertemu dengan teman-temanku itu. Yang ada hanya murka. Mereka dipenuhi amarah dan murka.
Tatapan semurka itu oleh mereka. Tapi... aku mencari tahu secepatnya menyerap emosi mereka. Lalu mendapatkan informasi. Penyebab mereka murka bukan hanya karena menyaksikan aku bisa hidup lagi. Tapi karena menghilangnya Delima. Delima tiba-tiba hilang dan aku bangkit dari kematian. Tentu saja mereka semua begitu murka saat melihatku.
“Di mana Delima?” Melati yang begitu berang menghampiriku. Dia mencari tahu. Memaksa dan seperti api yang ingin melumatkanku. Aku menerawang. Melangkah cepat menuju tempat yang paling sering Delima datangi. Teman-temanku yang masih murka itu mengikutiku. Aku sendiri semakin merasakan keberadaan Delima. Semakin dekat sekarang. Delima memang berada disana. Dekat dengan taman bunga-bunga liar yang pernah ditanaminya dan dirawatnya karena kami tidak punya bibit bunga. Benar saja dia disana. Tapi dia... jasadnya bahkan tidak berbentuk lagi. Ada tabung kecil menyerupai alat suntik. Itu peluru anti virus yang di tembakkan padanya. Sekarang aku tahu siapa pelakunya.
“Kenapa kau membunuhnya?” Bara yang murka kini jauh lebih murka. Tapi dia Frustasi. Mendadak melangkah mundur dan syok.
“Benar-benar percuma!...” gumamnya Frustasi.
“Apapun yang aku lakukan tidak akan bisa membunuhnya... sementara anti virus... malah dia yang memilikinya...” Bara merasa putus asa. Dia kalut.
“Aku tidak membunuh Delima!... dan aku tidak punya anti virus yang kau maksud!” aku memberitahu Bara. Meski pun dia tidak mau percaya. Dia harus mendengarkanku.
“Dara... kenapa kau melakukan semua ini?” tanya Raga sedih dalam murkanya kepadaku.
“Bukan aku yang melakukan ini semua... tapi Sukma!” spontan aku berteriak dan memberitahu mereka.
“Kenapa kau melimpahkan semua perbuatanmu kepadaku!” Sukma tiba-tiba berdiri di belakang teman-temanku. Dan ia persis sekali dengan Profesor Mentari yang dingin, tenang, tegas dan berwibawa. Ia tentu jauh lebih mampu meyakinkan teman-temanku daripada aku.
“Dia menerawang cara Profesor Mentari membuat anti virus dan membuatnya untuk membunuh kalian semua... tapi aku terlambat memberitahu kalian semua dan dia malah menuduhku melakukannya... dia pandai sekali memutar balikkan fakta!” seru Sukma berapi-api. Aku di pojokkannya sekarang.
“Sukma... ini bukan dirimu... kenapa kau melakukannya?” aku sangat syok. Aku kecewa sekali padanya yang berubah sejahat dan sekejam ini setelah Profesor Mentari tiada. Seolah-olah dia telah menjadi Profesor Mentari dan benar-benar akan menjadi dirinya yang aku benci.
“Aku tidak melakukannya Dara tapi kau!” tudingnya tanpa merasa bersalah sedikit pun. Sukma benar-benar sudah berubah. Sama persis dengan Profesor Mentari. Aku menggeleng sedih. Semakin tidak mengerti mengapa Sukma harus menjadi sama seperti Profesor Mentari. Aku tidak berdaya. Tidak akan bisa meyakin kan teman-temanku apalagi membuat mereka percaya padaku.