Aku jatuh terduduk. Lama dan tidak berdaya. Aku tidak lagi di kendalikan Profesor Mentari. Dia membebaskanku?... tapi kini aku hanya bisa menangis. Menangisi yang terjadi. Menyesali dan aku semakin merasa hancur oleh ke tidak berdayaan dan penyesalan yang akan menyakitiku terus menerus.
“Tidak!!...” aku menjerit dan berteriak. Tidak mampu menghadapi kenyataan yang terjadi padaku. Profesor Mentari telah menggunakanku untuk membunuh Delima dan Melati dengan tanganku sendiri. Dia benar-benar kejam dan jahat. Raga yang mendengar jeritan histerisku datang dan menghampiriku.
“Apa yang terjadi?” serunya bertanya dengan wajah terkejut.
“Aku membunuh Melati... aku juga yang telah membunuh Delima!” aku mengakui dan memberitahu Raga kebenarannya. Bara yang baru tiba di tempat kami berada syok melihat jasad Melati yang hancur di hadapanku.
“Bagaimana bisa kau melakukan itu?... kenapa kau melakukannya?” tanya Bara tidak mengerti dan begitu syok karena kebingungan. Aku menggeleng. Terlalu sulit dan rumit jika aku harus menceritakan semuanya.
“Aku mohon kurung aku di ruang isolasi dan bebaskan Dara sebelum aku tidak bisa mengendalikan diriku lagi!” seruku sedih dan sangat panik. Meski bingung, heran dan sangat tidak mengerti. Raga dan Bara menuruti keinginanku. Aku bergegas membuka kode pintu baja itu dan menghampiri Dara dengan cepat.
“Aku mohon keluar lah dari sini!” aku meminta Dara pergi. Aku bicara dengan tergesa dan Dara menatap heran lagi curiga.
“Kenapa kau tiba-tiba mengeluarkanku dari sini?” Dara bertanya.
“Aku tidak punya banyak waktu untuk menjelaskannya padamu Dara... tapi kau harus tahu apa yang terjadi... aku sudah membunuh Delima dan Melati... jadi aku mohon selamatkan teman-teman kita yang masih tersisa sebelum aku berubah lagi!” beritahuku cepat dan mendorongnya keluar. Dara mulanya akan keluar dan pergi. Tapi dia tiba-tiba berteriak pada Bara dan Raga.
“Teman-teman cepat kunci pintunya!... kalian harus mengurung kami disini karena tidak ada seorang pun di antara kami yang bisa kalian percaya!” Dara menegaskannya dengan tulus. Ia tersenyum tulus padaku. Dia tidak akan membiarkanku menghadapi Profesor Mentari sendirian. Dia baik sekali pada kami.
“Tapi Dara... Sukma bilang kau harus dibebaskan?” kata Bara masih belum mengunci pintu baja ruang isolasi.
“Bebaskan kami nanti kalau Sukma sudah stabil!” teriak Dara lagi kembali meyakinkan teman-teman kami hingga akhirnya pintu baja ruang isolasi itu mereka kunci. Namun saat itu pula aku merasakan jutaan sel-sel yang amat kuat lagi jahat bergerak di dalam tubuhku lagi. Merebut lagi seluruh kuasaku atas tubuhku. Pandanganku perlahan-lahan kabur sampai akhirnya menjadi gelap. Aku jatuh pingsan.
Ketika aku mendapati pengakuan dari Sukma, aku tahu dan percaya. Tapi ada kebingungan dan pertanyaan lain di pikiranku. Kenapa Sukma menjadi seperti Profesor Mentari dan sejahat dia? Apa penyebab dia berubah dan menjadi tidak terkendali. Misteri itu membawaku pada lamunan dan rasa ingin tahu. Sampai Sukma yang pingsan dan sadar memanggil namaku dan berhasil membuyarkan lamunanku.