Perairan Arctic, Kapal NOASES 01
Kapten Eiji Hideaki mengamati lautan Arctic yang membentang tanpa batas dengan teropongnya. Dua hari sudah berlalu sejak mereka terombang-ambing di perairan beku ini, tanpa satu kapal pun yang tampak di cakrawala untuk meminta bantuan. Semua nampak sepi dan sunyi, kecuali desisan angin dingin yang melengking.
“Berita baiknya, persediaan logistik kita cukup untuk sebulan lagi. Solar juga aman untuk dua bulan ke depan,” ujar Kapten Eiji kepada Fumio, salah satu awak kapalnya.
“Namun, kita perlu waspada terhadap kemungkinan terdampar, menabrak karang, atau terjebak badai. Jika itu terjadi, kita takkan bertahan lama.”
Sementara itu, Fumio berdiri di depan Kapten Eiji dengan raut muka serius.
“Kapten, para awak kapal mempunyai satu usulan mengenai tradisi kita sebagai orang Jepang. Maaf jika ini menambah beban pikiran Anda.”
Kapten Eiji menghela napas panjang, merasa bahwa apa yang akan dikatakan Fumio memang sudah dipikirkannya.
“Fumio san, kita memang sedang dihadapkan pada dilema antara rasionalitas dan romantisme. Apakah kita benar-benar bisa membuka pintu untuk mengambil jenazah dan melakukan upacara penguburan pelaut tanpa membahayakan keseimbangan kapal?”
Fumio membungkuk hormat. “Kami telah merundingkan cara untuk mengambil jenazah tanpa mengganggu keseimbangan kapal. Kami akan menggunakan empat penyelam untuk mengambil jenazah melalui lubang di lambung. Kami masih punya cukup tabung oksigen untuk itu.”
Kapten Eiji menyimak dengan seksama. “Bagaimana dengan upacara pelepasan jenazah setelahnya?”
“Seperti yang telah kita lakukan untuk dua jenazah sebelumnya, kita akan melakukan upacara tersebut setelah proses evakuasi selesai.”
Pembicaraan tiba-tiba terhenti ketika kapal berguncang kecil beberapa kali berturut-turut. Kapten Eiji memeriksa layar monitor dengan cermat. Tidak ada lempengan es besar yang terlihat dan cuaca tampak tenang. Apa yang terjadi?
Fumio menunjuk salah satu layar monitor dengan tangan bergetar. “Hiu, Kapten! Beberapa hiu besar mencoba menerobos melalui lubang di lambung kapal.”