Perairan Arctic, Kapal NOASES 01.
Malam itu, lautan Arctic yang biasanya tenang berubah menjadi arena bagi kapal pemburu paus NOASES 01 yang berjuang melawan gelombang besar.
Kapal yang membawa awak dengan misi penelitian ini, kini harus berhadapan dengan sesuatu yang jauh lebih menyeramkan daripada sekadar badai.
Di dalam kapal, suasana mencekam melanda saat Kinta, salah satu awak kapal, mulai menunjukkan tanda-tanda aneh.
Dokter Kuina, yang bertugas sebagai petugas medis di kapal, mendengarkan dengan seksama penjelasan Kinta. Wajah Kinta pucat, bibirnya gemetar saat menceritakan gejala yang dirasakannya.
"Benarkah, Kinta? Apa yang kamu maksud dengan keinginan bunuh diri?" tanya Dokter Kuina dengan nada khawatir.
Kinta mengangguk, tetapi tidak ada kata yang keluar dari bibirnya. Dia terlihat sangat terguncang, membuat Dokter Kuina semakin waspada.
Kapten Eiji, komandan kapal yang selalu tenang dan bijaksana, memutuskan untuk tidak mengumumkan kematian salah satu penyelam kepada seluruh awak kapal.
Penyebab kematian, infeksi dari luka gigitan ikan hiu, bisa memicu kepanikan di antara mereka. Situasi di kapal sudah cukup tegang. Panik bukan pilihan saat ini.
Seperti tradisi, upacara pelepasan kematian pelaut diadakan. NOASES 01 kembali berduka. Namun, bisik-bisik antar awak kapal mulai menyebar.
Penyelam yang telah diperiksa oleh Dokter Kuina bercerita bahwa ia diperiksa dengan pakaian hazmat—tindakan yang hanya dilakukan untuk menghindari kontaminasi. Dia dinyatakan baik-baik saja, tetapi perasaan tidak nyaman itu terus menghantuinya.
Di ruangan klinik, Kinta mulai merasa tubuhnya panas. Panas yang bukan berasal dari udara di sekitar, melainkan dari dalam tubuhnya sendiri.
Rasanya seperti ada api yang menyala di setiap sel darahnya. Dia mencoba melepaskan hazmat yang dikenakannya, tetapi itu tidak membantu.
Yang paling menyiksa adalah rasa tercekik yang tiba-tiba menyerang lehernya. Seolah ada duri-duri tajam yang menancap di batang tenggorokannya, membuatnya ingin segera mengakhiri penderitaan itu.