Kelelahan setelah perjalanan panjang, Aeshe dan Kuina akhirnya tiba di Brazzaville, ibu kota Republik Kongo.
Kantor Satelit IHA di Brazzaville menjadi tempat perhentian pertama mereka, sebuah langkah strategis untuk menyamarkan kedatangan mereka sebelum melanjutkan misi berikutnya.
Begitu tiba, keduanya merebahkan diri di sofa yang nyaman, mengistirahatkan tubuh yang lelah setelah belasan jam terkurung dalam kabin pesawat.
Mereka tahu perjalanan ini baru saja dimulai, namun Aeshe dan Kuina memilih untuk memanfaatkan waktu yang tersisa untuk bersantai sejenak.
Besok, mereka harus terbang ke Pointe Noire sebelum melanjutkan perjalanan menuju Congo Basin, sebuah hutan lebat yang menyimpan banyak misteri dan bahaya.
Misi mereka bukanlah misi biasa. Mereka harus menemukan Mabu, seorang informan penting yang ditangkap oleh DGSE beberapa waktu lalu.
Informasi terakhir yang mereka dapatkan menyebutkan bahwa Mabu dibawa ke Brazzaville dan ditempatkan di sebuah mansion di pinggiran kota, sebuah tempat yang dikenal milik Bastien, seorang konglomerat asal Perancis yang berpengaruh besar di Kongo.
Malam itu, Kuina melaporkan rencana mereka kepada Dokter Galuh Firman melalui Syntec, perangkat komunikasi canggih yang digunakan oleh IHA.
Dokter Galuh, Direktur Jenderal IHA, memberi tahu mereka bahwa pengawal yang diminta Aeshe akan menunggu di pelabuhan Pointe Noire. Namanya Zevin, dan itulah satu-satunya informasi yang diberikan.
"Kalian tidak perlu tahu nomor kontaknya. Zevin akan menemukan kalian," ujar Dokter Galuh dengan tenang.
Aeshe sempat terkejut. "Cuma satu orang? Apakah Dokter Galuh menyewa Superman? Atau mungkin Hulk?" gumamnya dengan nada cemas.
Kuina hanya tersenyum geli melihat kepanikan rekannya, tak tahu bahwa kejutan yang lebih besar menanti mereka.
Dengan diantar oleh mobil IHA, Aeshe dan Kuina menuju ke mansion yang dimaksud. Namun sesampainya di sana, mereka disambut oleh pemandangan yang tak terduga: mansion tersebut dikelilingi garis polisi.
Kejadian mengejutkan terjadi beberapa hari sebelumnya; mansion tersebut diserbu oleh kelompok pemberontak yang menewaskan 11 orang, sebagian besar adalah karyawan Bastien yang berkewarganegaraan Perancis dan Aljazair.