Pesawat British Airways dengan rute Johannesburg-Doha meluncur mulus di ketinggian 35.000 kaki. Namun, bagi Kuina, penerbangan ini jauh dari kata tenang. Dia tidak bisa mengabaikan perasaan gelisah yang menggelayut sejak naik ke pesawat. Matanya terus tertuju pada Zevin, yang duduk beberapa baris di depannya. Ada sesuatu yang berbeda pada pria itu, sesuatu yang membuat Kuina tidak bisa lepas dari kecurigaan.
"Ada apa dengan dia?" Kuina bergumam dalam hati, mencoba menganalisis setiap gerak-gerik Zevin. "Kenapa dia terlihat begitu... gelisah?"
Zevin bangkit dari kursinya, matanya liar memindai kabin seolah mencari sesuatu. Kuina menahan napas, berharap dia hanya akan menuju toilet. Namun, alih-alih masuk ke toilet, Zevin justru berjalan melewati kabin ekonomi, langkahnya terkesan terburu-buru.
"Zevin, apa yang kamu cari?" pikir Kuina, merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Ia memutuskan untuk mengikuti Zevin dari kejauhan, berusaha tidak menarik perhatian. "Aku harus tahu apa yang dia rencanakan."
Ketika Zevin sampai di bagian belakang pesawat, ia berhenti dan tampak menghela napas dalam-dalam, seolah menenangkan diri. Kuina menyipitkan mata, memerhatikan setiap gerakannya. Zevin meraih saku dalam jaketnya, membuat Kuina segera meraih Kaiken yang disembunyikan di pinggangnya.
"Apakah dia akan...?" Kuina tidak sempat menyelesaikan pikirannya ketika Zevin tiba-tiba memutar badannya, tatapannya terarah langsung ke arah Kuina.
"Kuina," suara Zevin serak, hampir tidak terdengar di atas suara mesin pesawat. "Kau... mengikuti aku?"
Kuina menelan ludah, mencoba untuk tidak terlihat panik. "Aku hanya kebetulan lewat, Zevin. Tapi, kau tampak tidak baik-baik saja. Apa yang sebenarnya terjadi?"
Zevin menghela napas panjang, matanya tampak lelah. "Ini bukan urusanmu, Kuina. Aku bisa mengatasi ini sendiri."
"Kau tidak terlihat seperti orang yang bisa mengatasi apa pun sekarang," Kuina balas, suaranya rendah namun tegas. "Kalau ada yang salah, katakan. Kita bisa mencari solusi bersama."
Zevin tertawa kecil, getir. "Kau tidak mengerti, Kuina. Ini bukan sesuatu yang bisa kau bantu. Ini... terlalu berbahaya."
Kuina merasakan ketegangan yang semakin menebal. "Bahaya seperti apa yang kita bicarakan di sini, Zevin? Apakah ini ada hubungannya dengan infeksi AB?"
Zevin menatapnya tajam, terdiam sesaat sebelum akhirnya mengangguk. "Ya, dan tidak. Aku terkena luka waktu itu, tapi aku tidak menunjukkan gejala apa pun... sampai sekarang."
Kuina merasakan tubuhnya menegang. "Gejala apa, Zevin? Kau harus memberi tahuku."
"Ini sulit dijelaskan," jawab Zevin, suaranya bergetar. "Rasanya seperti ada sesuatu yang... bergerak di dalam tubuhku. Seperti racun yang menyebar perlahan, dan aku tidak bisa menghentikannya."
Kuina mendekat, masih memegang Kaiken di tangannya. "Kita harus memastikan, Zevin. Biarkan aku memeriksamu dengan detektor patogen. Ini mungkin satu-satunya cara untuk mengetahui apa yang terjadi padamu."