Rumah besar bertingkat berlantai dua, bangunannya terlihat lama bila dilihat dari luar, tapi masih cukup lumayan terawat.
Arsitekturnya masih kental dengan model gaya rumah belanda, banyak jendela berkaca permanent dengan dominan warna cat crem terang itu juga sudah mulai banyak yang memudar.
Bermodel atap dengan bubungan tinggi dan berbentuk trapesium, berpintu lipat dua daun dengan model setengah jendela pun menjadi daya tarik lain dari jenis rumah klasik bergaya belanda. Tidak semua dinding luarnya terplester tembok, tapi juga dilapisi oleh batuan hanya seperempat dari tinggi bangunan.
Terhampar luas rumput kecil menghijau, dengan banyak pepohonan tinggi menjulang lebat dengan daun rindangnya. Hanya selasar sedikit halaman rumah sudah di konblock untuk laju jalan keluar masuk kendaraan mobil masih terparkir disisi kanan selasar halaman rumah.
Lihat saja begitu tinggi sekali tembok rumah, sebagai pembatas lahan dan juga tinggi sekali gerbang pintu rumah bermodel lepit dua. Hanya satu-satunya rumah, tidak ada kiri kanan tetangga tentu menjauhkan kebisingan dan hingar bingar.
Apalagi dengan dukungan cuaca yang sangat sejuk sekali pagi menjelang siang, walau mendungnya langit tapi tidak berarti akan turunnya hujan. Terlebih jika saat datang pagi dan menjelang senja betapa bikin termanjakan dua mata dengan pemadangan sekitar.
Rumah sebesar itu hanya dihuni berapa anggota keluarga saja, maklum Harja adalah pengusaha suskes property dan dulunya banyak sekali sekali tanah di wariskan pada dirinya. Dengar-dengar kalau dulu Ayah dan Ibunya Harja adalah tuan tanah masa jaman belanda.
Rintik hujan mulai turun memandikan manja dedaunan dan membasahi rumput hijau terasa bahagia sekali relung jiwanya makin terasuki air suragwai, yang tidak akan pernah habis-habisnya turun dari langit.
Kabut putih masih menyelimuti relung setiap rindangnya daun pepohonan yang seluruh ranting dan batanganya terasa basah merasuki sampai keakar dan membasahi tegak panjang batangnya.
Bulir rintik kecil air hujan berlomba-lomba merosot kebawah tepian daun jendela berkaca, terdiam dengan raut wajah tersenyum gadis cantik dari balik jendela. Tatapannya seraya menatap sendu senyum Sang Maha Karya pemilik langit yang betapa sangat sempurna itu.
Gerombolan serpihan awan kelabu masih menghalangi laju jalannya sinar matahari, yang sering kali ingin sekali menampakan sinarnya.
Wajah cantik, berambut panjang berhidung mancung dan bermata lentik hanya bisa berdiri dibalik jendela dalam kamar lantai atas. Sapuan merah ranum warna asli bibir kecil basahnya Gayatri seraya ingin sekali dirinya bermandikan rintik hujan kecil yang ada di hadapannya.
Tatapan dua matanya sejak dari tadi terus melihat kearah pintu gerbang besi tinggi masih tertutup, hanya sepi tidak ada siapapun sepertinya hatinya sedang menunggu sesuatu tapi belum kunjung datang. Hanya harap cemas menunggu makin bikin pilu berselimut cemas menggelayuti wajahnya.
"Semoga kurir ngak salah alamat?" guman kini risau dalam hati pemilik wajah cantik bertubuh langsing itu.
Celana pendek warna hitam, dengan kaos merah tua tidak terasa dingin menutupi tubuh putih mulusnya itu. Masih belum mau beranjak pergi, ternyata dirinya sedang menunggu paket yang mungkin masih di anterkan kurir menuju alamat rumahnya.
Sedikit acak-acakan sprei putih yang jadi alas pembaringan setiap hari, bantal kepala dan guling hanya di diamkan nyaman serasa ingin tersentuh tubuh hangat pemiliknya lagi.
Lemari besar, tempat meletakan pakaian dan lainnya hanya terdiam sejak dari tadi cermin besarnya mengintip dari kejauhan begitu anggun dan selalu menoleh mengajak tersenyum pada cermin lemari.