Athaya telah sampai di rumah megahnya. Cukup rindu dengan bangunan ini, padahal baru di tinggal sehari saja sudah rindu bagaimana kalau ia mempunyai pacar? Mungkin bisa-bisa rindu sampai menangis darah.
Sejak kemaren Violet memang banyak urusan yang harus di paksakan ia pulang larut. Wanita paruh baya ini bekerja sebagai model yang akhir-akhir ini jadwal pemotretannya sangat padat. Walaupun orang tua nya jarang meluangkan waktu bukan berarti anak-anaknya menjadi broken home.
David dan Athaya sudah bisa memaklumi pekerjaan kedua orang tuannya ini. Athaya pun menaiki anak tangga dan menuju ke kamarnya.
Saat ia membuka pintu kamarnya...
surprise!!
Tak ada angin lewat apalagi petir yang meyambar, apa ini? Dirinya saja sedang tidak berulang tahun. Athaya juga sempat terkejut melihat kejadian ini. Terdapat David yang sedang menyengir lebar. Ya, hanya ada David dan dirinya disini.
David pun melangkah mendekati Athaya yang masih mematung di ambang pintu sembari membawa sebuah benda yang cukup besar dan bentuknya pun bisa di tebak.
"Nih buat lo." Ucap David lantas menyodorkan benda itu.
Rasanya Athaya ingin menangis, sungguh ia sangat menyukai benda ini. Ia mengambilnya dan membuka isi benda tersebut. Benda itu untuk menciptakan sebuah nada lagu sembari bernyanyi.
"Serius lo? Kesambet apa sampe kasih gue gitar?" Tanya Athaya berbinar.
"Gue abis kesambet hati nurani, gimana? Lo suka?" Tanya David.
"Suka banget gue!...btw, lo pacaran ama yang namanya nurani?" Ucap Athaya yang tawanya hampir meledak.
"Idih gue tuh masih singel gak kayak lo ya." Cibir David.
"Ya ya terserah lo mau bilang apa gue tau lo orang nya gengsian." Ujar Athaya.
"Lupain, Gue tau lo dari dulu pengen ini kan? Gue juga mikir sayang banget lo suaranya bagus tapi gak ada sesuatu yang bisa melengkapi." Ucap David mengalihkan topik pembicaraan.
"Makasih banyak bang gue sayang bang Dav." Ucap Athaya memeluk lalu David mengacak rambutnya.
"Ish bang Dav maah." Ucap Athaya yang memajukan bibirnya.
David tertawa dan mencubit pipi chubby adik nya. Athaya berdecak kesal. Tak lama ia pamit keluar menyisakan seorang gadis di ruangan ini.
Athaya berjalan menuju balkon, tempat di mana yang selalu bisa menenangkan perasaannya. Tak lupa ia juga membawa gitar dan benda ini resmi menjadi gitar kesayangannya.
"Hm...kira-kira mau nyanyi apa ya?" Pikir Athaya sembari mengetuk-ngetuk dagunya.
entah kenapa tiba-tiba bayangan wajah Farrel terlintas di benaknya. Ia juga merasa aneh pada dirinya, padahal ia sudah ingin membencinya. Atau jangan-jangan ia masih menyukai Farrel? Dan sekarang dirinya sedang rindu? Tidak, itu tidak boleh terjadi. Sebenarnya Farrel itu baik tetapi kekurangannya hanya satu, kurang setia.
"Ah gue tau!"
Athaya mulai memetik senar gitar pelahan yang kemudian menciptakan sebuah irama.
Pernah aku jatuh hati
Padamu sepenuh hati
Hidup pun akan ku beri
Apapun kankulakui
Tapi tak pernah ku bermimpi
Kau tinggalkan aku pergi
Tanpa tahu rasa ini
Ingin rasaku membenci
Tiba tiba kamu datang
Saat kau telah dengan dia
Semakin hancur hatiku
Jangan datang lagi cinta
Bagaimana aku bisa lupa
Padahal kau tahu keadaannya
Kau bukanlah untukku
Jangan lagi rindu cinta
Ku tak mau ada yang terluka
Bahagiakan dia aku tak apa
Biar aku yang pura pura lupa
Pura pura lupa - mahen
***
Dillo pun keluar dari kamar mandi sembari mengacak-acak rambutnya dengan handuk berwarna putih. Posisi kepala nya tertunduk masih saja mengeringkan rambut yang basah. Tak lama ia mendongak lantas matanya langsung tertuju pada satu objek di hadapannya.
Seketika ia mematung melihat gadis yang berada di balkon tengah memangku gitar. Ia pun menuju balkon dan memandangnya dari kejauhan.
Terlihat gadis itu sangat fokus memainkan gitar dan tak lupa di padu dengan suara yang merdu. Pertama kali Dillo mendengar gadis itu bernyanyi. Ia terus saja menatapnya lekat dari kejauhan tetapi gadis itu belum juga sadar akan dirinya yang di tatap.
Suaranya bagus, gumam Dillo.
Dillo pun merogoh saku celananya mengeluarkan benda pipihnya. Diam-diam ia langsung memotret gadis dari kejauhan. Tak lama lagu itu berhenti pertanda ia selesai memainkannya. Tanpa pikir panjang, Dillo langsung mengetik memberi sebuah pesan untuknya.
Setelah terkirim, kedua sudut bibirnya mengembang.
***
Suara notifikasi menggetarkan ponsel miliknya lantas sang pemilik mengambil benda itu yang berada di atas meja bulat. Athaya mengernyit, matanya membulat sempurna dan juga dahi yang mengerut.
Athaya mendongak dan terlihat dari sana seorang lelaki tengah menatapnya sembari tersenyum.