Zy

Daisy Fuu
Chapter #2

Awal

Kota Kembang, November 2016

“Eh, bukannya itu si cewek suram?”

“Gila, dia ganti image!”

“Kalau udah suram, mau digimanain juga tetep suram. Haha”

Sial! Suara kalian terdengar tahu.

Panggilan itu sudah aku terima semenjak masuk sekolah ini. Aku mengerti, mereka mengejekku seperti itu karena tampilanku yang memang begitu suram. Bayangkan saja, rambutku panjang sepinggang dan aku tidak pernah tersenyum sekalipun. Ekspresi datar dan wajah pucatku membuat aku tidak memiliki teman. Sebenarnya, aku tidak masalah. Berteman dengan mereka hanya akan merepotkanku. Lagian, aku hanya perlu datang ke sekolah, mengisi absen, duduk di kelas, pulang setelah bel berbunyi. Sudah.

Sampai sekarang, aku tidak pernah keluar rumah, kecuali untuk sekolah. Walaupun tampilanku suram, tetapi aku tidak membiarkan masa depanku suram. Jadi, untuk sekarang, tepatnya aku menginjak kelas sebelas ini, aku mulai merubah tampilanku.

Kini, rambutku pendek sepundak. Aku juga menambahkan poni dan wajahku tidak sepucat dulu. Namun, untuk ekspresi, entah kenapa, aku tidak bisa merubahnya. Ekspresiku masih datar. Seperti halnya manusia tanpa emosi. Meski begitu, aku masih bersyukur karena aku tidak diejek sebagai ‘mayat hidup’.

“Pagi, Naomi. Eh, ra-rambut lo?”

Gadis yang terlihat kaget dengan penampilan baruku itu adalah orang yang mendedikasikan dirinya untuk menjadi temanku. Namanya Nilajada. Panggilannya Nila. Dia adalah gadis berisik dan sedikit kasar. Bahkan, rambutnya hanya diikat seadanya saja dengan baju kusut yang tidak disetrika. Ya, kau bisa membayangkan sendiri tampilannya seperti apa. Dia terkenal dengan sebutan preman sekolah karena perawakannya yang tomboi dan jago berkelahi.

Aneh sekali, kan? Pertama kali bertemu saat kelas sepuluh. Dia langsung mengatakan bahwa dirinya ingin menjadi temanku. Aku tidak pernah menjawabnya, tetapi dia selalu mengikutiku di sekolah. Ya, mungkin kalau ini tidak terlalu merepotkan.

“Hei, rambut lo kenapa? Tanyanya sekali lagi dengan tatapan tajam.

“Ah, aku hanya ingin memotongnya saja”

“Cuma itu? Gue kira rambut lo rontok. Terus dicukur karena takut jadi gundul, yhaahahaha”

Sudahlah, menanggapi dia hanya akan membuatku emosi saja.

Aku berjalan menuju ruangan kelas XI IPA 1, sementara Nila berada di kelas XI IPS 2. Jaraknya lumayan jauh, dan dia malah masuk ke kelasku.

“Kau, kenapa ikut ke kelasku?”

“Kan belum bel masuk”

“Pergi ke kelasmu saja”

“Tidak mau”

Oke. Aku bukan orang yang suka memaksa. Kubiarkan dia duduk di kursi sebelahku. Aku menyimpan tas dan membuka komik yang belum selesai kubaca, lalu mulai membacanya.

Satu menit …

Tiga menit …

Lima menit …

“Kenapa?”

“Hm?”

“Kenapa terus melihatku?”

“Pengen aja”

Nila memang sering menguji emosiku. Aku harus lebih sabar lagi.

Triiingggggg!!!

Ah, bel berbunyi tepat waktu. Nila pun bergegas keluar dari kelasku.

“Yosh, gue mau ke kelas dulu, ya. Oh iya, gue bersyukur sekarang lo mulai bercahaya”ucapnya sambil tersenyum.

Kuakui, Nila memang seakan sedang bermain-main, tetapi gadis itu selalu menangkap situasi dengan tepat. Nila menyadari bahwa sebagian diriku sudah mulai bergerak untuk berubah. Walau aku tidak mengatakan masa laluku seperti apa, tetapi dia tidak pernah bertanya tentang hal itu. Seolah dia tidak ingin aku membuka luka lama yang sudah berusaha untuk ditutupi dan dilupakan. Nila seperti tahu, bahwa beberapa tahun terakhir, aku sedang tidak baik-baik saja.

Kurasa aku perlu mengobrol lebih banyak dengannya.

Lihat selengkapnya