AKU berdiri di depan cermin sambil menyisir rambutku. Lalu, kutarik poni ke belakang dengan jepit rambut. Tak lupa, aku membubuhkan bedak di wajah dan lipbalm di bibirku. Ya, aku ingin terlihat lebih cerah hari ini. Terutama saat bertemu dengan Zy nanti. Walau sudah pasti, sepulang sekolah, bedak yang kububuhkan di wajah pasti sudah terhapus oleh keringat dan tampak kusam lagi. Tak apalah, setidaknya, pagi ini aku harus tampil lebih baik dari sebelumnya.
Perasaan ingin terlihat lebih baik di hadapan orang yang disukai sudah pasti dimiliki oleh semua orang, bukan? Jangan mengelak. Perasaan ini murni dari dalam diri kamu sendiri. Tidak perlu pedulikan pendapat orang lain. Mereka mungkin iri saja melihat kita bisa bahagia seperti ini. Jadi, bersikaplah seperti biasa saja. Tidak perlu sungkan atau gugup. Ya, setidaknya itu yang selalu kuucapkan pada diriku sendiri.
*****
Aku turun dari angkot dan membayar ongkos dari halte sampai sekolah. Ah, aku lupa memperkenalkan sekolahku. Ya, karena aku orang Bandung, jadi aku sekolah di salah satu SMA yang ada di Bandung ini. Baiklah, kini saatnya aku berjalan menuju kelas. Sejatinya, aku gugup sekali. Baru kali ini aku berpenampilan seperti orang kebanyakan. Ah, rasanya risih juga sih. Apa kucabut saja jepit di poniku ini, ya? Tidak-tidak. Aku tidak bisa melakukannya.
“Nao,”
Seseorang memanggilku dari belakang. Aku menoleh dan kulihat ada Nila yang sedang buru-buru menghampiriku. Dia tampak kelelahan dan mencoba mengatur napas sejenak, sebelum akhirnya dia melihat ke arahku dan berteriak kaget.
“EH INI BENERAN NAO?”
Ya ampun. Biasa saja bicaranya, Nila. Dia itu ya, memang mudah kaget dan selalu berteriak kencang. Aku jadi malu karena semua orang yang ada di sana langsung melihat ke arahku. Oke, sebelum aku menjawab pertanyaan Nila, aku langsung menarik tangannya dan menjauh dari halaman sekolah. Kami berdua berjalan menyusuri koridor setiap ruangan kelas, hingga akhirnya sampai di depan kelasku, XI IPA 1.
Aku melepas tangan Nila dan melihat ke arahnya. Ah, sekarang giliran aku yang kaget, tapi tetap dengan posisi wajah datar. Daritadi Nila terus menganga kaget dan melihat ke arahku. Apa dia juga lupa berkedip, ya? Mustahil, sih.
“Na-nao. Ini seriusan, lo?” tanya Nila lagi yang masih dengan posisi wajah kaget tak percaya.
Aku menjawabnya dengan anggukan satu kali saja. Lalu, kuajak dia masuk ke kelasku yang masih sepi. Ya, sekarang baru pukul 06.20 WIB, sih. Belum banyak orang yang berdatangan ke sekolah. Dan kelasku masih terbilang sepi, baru ada sekitar dua atau tiga orang saja yang datang. Itu pun mereka langsung pergi ke luar kelas lagi.
Aku duduk di bangkuku sendiri. Menyimpan tas di meja dan menarik napas lagi. Nila juga ikut duduk di sampingku. Hanya saja, dia masih terlihat kaget atau shock sepertinya.
“Apa aku harus ubah penampilanku seperti dulu lagi, ya.” gumamku sendiri.
“No, No, No. Jangan! Lo dah cocok kayak gini!” Nila langsung melarangku begitu saja.
“Tapi, kan, kamu aja kaget tadi lihat aku,”
“Hm, kaget itu hal yang wajar Nao. Soalnya ini baru pertama kali gue lihat lo bisa dandan kek gini,”
“Jadi, biasanya memang aku beneran terlihat suram, ya?”
“Eh? Bukan gitu juga. Pokoknya, gue suka lo yang berubah kayak gini. Jadi lebih bercahaya aja.” komentar Nila sambil mengulum senyum.
Aku tersenyum mendengar komentar Nila. Sialnya, yang kulakukan ini malah membuat Nila kembali kaget.
“L-Lo, barusan senyum?”