Andriyana
Inginku menulis dengan Indah. Sayangnya Indah tidak ingin menulis denganku, melainkan Tuti. Namun, Indah begitu buruk rupa di mata Tuti. Buruk rupa Indah, cermin dibelah Tuti. Alhasil, baik aku maupun Tuti pupus menulis dengan Indah sehingga si cermin bertanya, "Salahku apa? Apa salahku sampai dipecahkan berkeping-keping?"

Jawab Tuti, "Karena Indah buruk rupa."

Keinginan menulisku pun masihlah lesap. Taktahu kapan Indah mau berbaik hati menuliskan semua keinginanku, yakni menulis dengan Indah. Bisa jadi itu semua akan terwujud bila Tuti membeli lagi cermin serenta berkaca, menyadari bahwa menulis itu memerlukan (a) kejujuran dibalik sebuah ngibul yang hakiki, (b) niat kendati naif, dan (c) doa ibu.

Bilakah inginku ngibul makbul?(*)
Lihat Komentar