Pelecehan seks, atau pun kekerasan seksual seringkali terjadi di dunia sastra. Relasi kuasa seringkali digunakan pelaku kepada korban, semisal ia mengampu workshop penulisan, membimbing skripsi, atau menjadi mentor project seni. Pelaku biasanya punya otoritas, pengalaman dalam bidangnya, punya kuasa dalam dunianya. Sebuah kelebihan yang justru dimanfaatkan sebagai sarana pelampiasan nafsu seksnya.
Penokohan, selebritas, kepepuleran sebagai pemenang atau juara adalah hal yang sering membuat ketertakjuban dan membuat orang lain silau dan hormat. Kita boleh kagum, terpukau, ngefans pada seseorang tapi jangan biarkan dirimu takluk, atau mau melakukan kebodohan, juga dalam seksualitas.
Korban kekerasan seks dalam sastra biasanya adalah pemula, atau mereka yang sedang belajar, kagum akan ketokohan sehingga mudah dimanipulasi oleh pelaku. Pelaku bisa saja bersifat kebapakan, teman curhat yang mengasyikan, atau kakak yang pengertian. tapi ketika dia telah mendapat kepercayaan dia bisa saja membuat kekerasan baik secara pemaksaan atau penggiringan.
Berhati hatilah pada hal di atas. Kita boleh belajar, mengikuti workshop kepenulisan, atau nyantrik pada seseorang yang kita anggap guru. tapi janganlah menjadi bodoh dan lemah. Jangan biarkan siapapun, bahkan tail kucing penulis terkenal yang mendapat perhargaan tinggi, atau dosen atau apalah gelar yang dipakainya. Tetaplah teguh, kepenulisan juga seringkali penuh tipu daya. Dan dunia sastra banyak dipenuhi predator licik yang menggunakan pengalaman, kekuasaan, otoritas untuk melakukan kekerasan seksual.
2021.