A YOTTABYTE R.A.M

Oleh: Vitri Dwi Mantik

Blurb

Memasuki era eksponensial, seorang pemimpin perusahaan Cloud Computing di Indonesia memperhitungkan peningkatan kapasitas data yang harus disediakan perusahaannya di tahun-tahun mendatang oleh sebab meningkatnya demand di pasar Asia Tenggara terhadap perusahaan penyedia layanan komputasi awan di Indonesia. Ia meramalkan, bahwa dalam 25 sampai 50 tahun mendatang, akan masuk ke dalam era hellabyte di mana manusia akan menyaksikan neraka pilihan mereka sendiri. Statement ini dicetuskan dalam peluncuran komputer kuantum supercepat terbaru dan menggegerkan dunia Internet.

Premis

Seorang CEO perusahaan cloud computing dalam menyambut kelahiran teknologi super repat, tertantang untuk bersegera menyediakan kapasitas memory mega besar, akan tetapi kendalanya, bahkan semua bank di Indonesia pun tidak punya money supply sebanyak itu.

Karakter

Dalam menyambut era teknologi eksponensial, CEO PT. Amanah Business Base Alam (ABBA), Ahmad Syah Alam (57) ditantang untuk menyiapkan kapasitas memory 1 (satu) yottabyte dalam waktu 5 sampai 10 tahun mendatang. Awalnya, ia ingin merahasiakan rencana tersebut, akan tetapi perkembangan teknologi di Indonesia yang berkembang pesat membuat Cloud Provider global seperti IBM, Google, Alibaba, Azure dan Amazon, berebut pasar komputasi awan di Indonesia. Sehingga, gurauan Gita Wirjawan dalam live streaming hari itu ia jawab dengan serius dan serta merta menyebar ke seluruh pelosok negeri.
Persaingan pun semakin ketat, dan sebagai perusahaan komputasi awan terbesar di zamrud khatulistiwa, ABBA memiliki peluang besar yang diincar oleh Google dengan meluncurkan Cloud Region ke-24 mereka di Jakarta, Alibaba yang membangun data center ke 3 di Jakarta, atau IBM dengan kekuatan AI tingkat lanjutnya. ABBA sudah mengembangkan teknologi awan dengan multi-awan untuk mendemokrasikan akses ke penyedia layanan apapun yang digunakan dan menawarkan ATaut1 menawarkan kemudahan bagi pelanggannya dalam mengakses data di Awan ABBA untuk keperluan analisis tanpa perlu memindahkan atau menyalin set datanya, sehingga para pelanggan dapat melakukan analisis data di pusat data melalui satu platform antarmuka. Untuk memastikan pelanggan Indonesia pada perusahaannya, ABBA pun menyiasatinya dengan mendekati instansi-instansi pemerintah Indonesia untuk membuat kerjasama layanan gratis selama 10 tahun ke depan. Otomatis, perusahaan komputasi awan dari luar dan dalam negeri lainnya kehilangan banyak klien, dan ini memancing perhatian klien-klien di Asia Tenggara dan Afrika, bahkan Timur Tengah sekalipun.
Tak disangka-sangka, 18 perusahaan komputasi awan di Indonesia yang merasa keteteran dengan persaingan ini satu per satu menawarkan kerjasama dengan ABBA. Kedelapan belas perusahaan yang tak lama kemudian berada dalam payung ABBA ini, mengajak membahas rencana ABBA yang diungkap dalam talkshow Gita Wirjawan hari itu, yaitu penyediaan kapasitas 1 (satu) yottabyte R.A.M untuk menyambut era teknologi eksponensial yang semakin cepat terasa pertumbuhannya. Awalnya, Ahmad berkelit untuk membahasnya dalam jangka waktu sedekat ini dengan menyampaikan kendalanya yaitu jumlah uang beredar di Indonesia sekalipun belum mencapai nilai untuk harga 1 yottabyte. Tapi, kedelapan belas perusahaan ini mengaku sudah membahasnya bersama terlebih dahulu. Akhirnya, Ahmad pun bersedia mengadakan rapat khusus.
Ahmad menyampaikan perhitungannya selama ini, mulai dengan pembelian 1 (satu) yottabyte R.A.M di pasaran pada masa kini, ABBA akan harus mengalikan 25 dollar untuk harga 1 (satu) terabyte dengan 1 milyar, yaitu 25 triliun dollar. Dan jumlah itu masih harus dikalikan dengan 1000 menjadi 25 quadrillion dollar. Tidak ada negara manapun di dunia ini yang bank-banknya secara keseluruhan mengumpulkan uang beredar sebanyak itu. Tentu saja, ABBA harus bisa menekan harga tersebut dan nilai itu harus bisa dipinjam dari berbagai bank di Indonesia dan Asia selama minimal 100 tahun. Kedelapan belas perusahaan ini kemudian berargumen, bahwa itu tidak berarti bahwa rencana ini tidak bisa dilaksanakan, apabila harga 1 terabyte bisa ditekan hingga 5 dollar, apalagi dengan pemesanan raksasa. Mereka yakin, pabrik hardisk seperti Seagate bisa mengeluarkan harga 1 milyar dollar saja untuk 1 (satu) zettabyte, yang mana itu cukup untuk menguasai pasar Asia Tenggara. Maka, dengan meminta potongan harga 50%, ABBA bisa mendapatkan harga 500 milyar dollar saja untuk 1 (satu) yottabyte.
Ahmad mengatakan, ia sudah melihat kemungkinan itu. Sebab, jika dengan strategi layanan bebas biaya ABBA dapat meningkatkan revenue 5 milyar dollar menjadi dua kali lipatnya, dengan mengantongi profit setengahnya saja, maka, hutang akan bisa dilunasi dalam waktu 100 tahun. Yang mana, ini tidak akan terasa berat jika dilakukan dalam waktu 10 tahun mendatang, ketika kapasitas data meningkat jauh tinggi dengan harga yottabyte yang dapat dipastikan jauh lebih rendah. Ia yakin, hutang tersebut akan terlunasi hanya dalam waktu 40 tahun saja. Dan dengan bantuan 18 perusahaan sekarang, itu akan semakin mudah dilakukan. Akan tetapi, itu pun masih dengan satu syarat, yaitu tidak ada faktor kecelakaan yang ditimbulkan dari luar maupun dari dalam.
Hingga, CEO dari PT. Info Nusa Indonesia (INI) mengusulkan, kenapa tidak dengan uang yang disebutkan sekian, ABBA membangun pabrik harddisk buatan bumiputera untuk menyaingi Seagate, Toshiba, Hitachi, Western Digital dan Samsung? Ahmad pun meminta waktu untuk menjawabnya.
Berbulan-bulan lamanya, Ahmad merenungkan rencana tersebut. Ia meneropong masa depan, membayangkan apa yang akan terjadi pada manusia dengan layanan bebas biaya yang mereka dapatkan. Di saat yang sama ia diselimuti semangat, ia juga diselubungi kekhawatiran akan dampak negatif yang dilakukan dari usahanya. Setelah mengatasi masalah ibunya yang mengalami demensia, Ahmad menyadari bahwa tidak hanya ia harus membangun pabrik harddisk sendiri untuk mensuplai 1 (satu) yottabyte R.A.M itu, tapi ia juga harus menjadi man with laws dengan penyediaan "layanan bebas biaya" yang diberikan perusahaannya.
Lihat selengkapnya