Karakter
Di lautan yang tenang, tanpa ombak, tanpa riak, sebuah perahu terdampar membentur atol raksasa. Tak seorang pun yang tahu apa yang terjadi dengan perahu itu. Sang bajak, Goen Doel (56) yang kehilangan kaki dan tangannya enggan bercerita. Rahasia memalukan itu disimpan oleh anak buahnya, Bot Takin (44) dan Piet Takin (43, 1 bulan).
Seekor burung camar bertengger di atas layar yang patah, menyiulkan kabar pada burung gagak di pundak sang bajak yang malang setelah melintang dan luntang lantung di lautan. Dari ide yang dibisikkan si gagak cerdik, si Goen Doel serta merta menyeret si Bot Takin dan si Piet Takin mudik ke kampungnya. Di pertengahan jalan, keduanya mencoba kabur, tapi demi mendengar kabar tentang rencana besar atasan berkaki pincang dan berlengan buntung itu, mereka kembali searah dan setujuan, yaitu membajak sawah. Pertanyaan mereka yang tidak sesederhana kedengarannya adalah, bagaimana mendapatkan peta kuno Jakarata yang menurut kicauan burung camar, dipersengketakan oleh Pak Mali Maliatong a.k.a Pa Mali, Camat Jakarata dan Pak Gary Hagen a.k.a Pa Gar, Camat Jataraka.
Tapi, tidak terlalu sulit untuk menemukan siapa yang bisa menunjukkan tempatnya. Babe Doel a.k.a Be Doel (77), ayah si Goen Doel sendiri, adalah saksi dari pemetaan wilayah Jakarata pada masa mudanya. Dia tahu tepatnya berapa luas dan mata batasannya. Akan tetapi, klaim tanpa bukti adalah fitnah. Dan Goen Doel adalah bajak yang punya pegangan hidup yang kuat, kalau tidak, dia sudah terlempar oleh angin badai. Itu juga salah satu alasan kenapa sebelah tangannya yang hilang, yang diungkap dalam kilas baliknya. Yaitu gara-gara si Bot Takin, yang alih-alih menyulut cerutunya, dia malah menyulut janggutnya dengan korek api anti air yang mereka colong. Akhirnya, korek api itu jatuh ke mesin perahu sehingga perahu meledak dan meluncurkan perahu sejauh 1 kilometer menabrak atol raksasa. Perahu oleng, tapi si Goen Doel berpegangan erat, sampai tangan dan kakinya meledak dari korek api-korek api anti air rampasannya.
Akan tetapi, mari kita samakan pendapat, bahwa Goel Doel masih layak menjadi bajak, tapi bajak darat, menggarap sawah dengan traktor. Dua hal itu, sawah dan traktor, adalah barang yang bakal dibelinya dengan nilai peta kuno yang fantastis itu yang dijanjikan oleh Mas Terajaya a.k.a Mas Ter (55), sang arsitek ulung perancang kota mandiri dengan konsep terakota, bernama Terakota Jakarata. Hanya saja, Mas Ter yang dihias dengan perhiasan serba emas itu adalah orang Jawa, bukan Betawi asli, sehingga dirinya tidak tahu menahu peta kuno mana yang asli. Yang dipegang Pak Jaka a.k.a Pa Jak, Kepala Dinas Pajak, Aki Bulu a.k.a Ki Bul (76), pelaku pasar monopsoni yang terdiri dari banyak penjual namun dikuasainya secara tunggal. Si Goen Doel, tentu saja yakin dengan apa yang dicurinya sesuai petunjuk Be Doel, sebab Be Doel tahu banyak saksi, hanya saja yang masih hidup hanyalah Pak Cool Kid a.k.a Pak Cul yang dulunya salah satu anak keren di kampung.
Masalahnya kemudian adalah, Ram Butan (31), jagoan kampung berambut gondrong itu yang menurut Ki Bul suka sok-sokan, "sok sana, sok sini" ngasih sembako buat orang kampung itu, menggagalkan transaksi pembayaran peta kuno dari Mas Ter, dengan menyatakan bahwa peta kuno itu palsu. Mbak Nana a.k.a Ba Nana, janda dua anak yang jadi istrinya Ram Butan itu, dulunya mantan istri Pa Gar yang konon anak dari Noni Belanda bernama Paramitha. Otomatis, Ba Nana tahu typo yang terdapat pada peta kuno dari Ki Bul itu menandakan peta tersebut palsu. Tak ayal lagi, si Goen Doel diinterogasi oleh Patriot dan Patroli, dua agen Polisi berkumis baplang yang garang dan beringas, yang konon kumis-kumis mereka diolesi minyak penumbuh bulu bermerek "Shaer" dan dari Arab tapi mereka suka salah eja jadi "Syair".
Tapi, Ki Bul punya anak Mak Titi / Kaka Ratri a.k.a Ma Ti / Ka Ra yang berkawin dua kali dengan Koko Leng Li alias Ko Leng, pengukur tanah. Ko Leng dikepeli segepok duit oleh Ki Bul yang sudah kepalang bayar banyak duit buat bikin peta kuno dari Andy Jenghis Khan a.k.a An Jenk, kartografer abal-abal yang dapat menggambar map dengan aplikasi Cartograpple dan perusahaan printing modern Formaxis. Istimewanya, map bikinan An Jenk ini dibikin dari kertas lecek yang sangat antik dari China. Butuh dua minggu untuk memesan kertas baru dari perusahaan printing lain, sementara si An Jenk yang memanfaatkan situasi, menekan harga lebih tinggi dari harga yang dipatok biasanya. Bukan kebetulan kalau selain pengukur tanah, Ko Leng juga bisa menyelundup gudang si An Jenk dengan menyuruh cucunya sendiri Si Putra a.k.a Si Put untuk menggali lobang untuk masuk ke gudang kertasnya. Sebab dia pernah maling pasir di Cibiru, jadi punya alat-alat mengeruk tanah. Sayang disayang, Teteh Phi Chi a.k.a Teh Poci, anak Ko Leng, emaknya Si Put murka dengan skenario yang harus diperankan anaknya itu. Sebelum sempat rambut Si Put yang jotos itu nongol dalam gudang, Teh Poci sudah menyeret kerah Si Put keluar dari lubang. Tapi, Allah Maha Adil, sebab dua anak buah An Jenk, yang tak mau disebutkan nama, sudah hampir membacok kepala Si Put dan mengurungnya di kandang burung.
Tak kurang akal, Ko Leng meminta Ujang Kung Li a.k.a Jang Kung, anak bungsunya, untuk meminta jasa Pak Lingo a.k.a Pa Ling, tukang judi yang suka main Lingo game, dan jago maling itu. Dengan kepintaran acak katanya, Pa Ling berhasil mengalahkan An Jenk dan memenangkan kertas map lecek gratis.
Masalah Goen Doel pun nambah lagi, peta kuno palsu itu jadi ada dua. Dia tidak tahu bagaimana Ki Bul bisa memegang peta kuno yang lain, yang tidak ada typonya. Tapi, itu jelas menunjukkan kalau Ki Bul sama bohongnya dengan Mak Bokis a.k.a Ma Bok, istri Ki Bul yang jadi bartender dan informan bokis di "Bar Bu Barin" milik Bu Barend alias Bu Barin, wanita bule yang udah mengaku pribumi. Ketika kontraktor dan mandor yang menjadi partner Mas Ter, Bang Keith a.k.a Bang Kit dan Bang Undang a.k.a Bang Un, datang menyelidiki perkara peta kuno itu, Ma Bok dengan kepintaran bokisnya membisiki mereka, tapi sempat terdengar oleh si Goen Doel karena Ma Bok yang kasar itu suaranya keras, bahwa si Goen Doel dapat nyolong peta itu dari Pa Jak.
Dari laporan Bang Kit dan Bang Un, Patriot dan Patroli akhirnya menyimpulkan, kalau bukan Ki Bul, maka Pa Jaklah yang mencoba mencurangi proyek Mas Ter. Keduanya hendak mendatangi Pa Jak untuk menanyai keaslian peta kuno Pa Jak, akan tetapi si Goen Doel dengan dibantu naik bendi milik Tukang Mainan Bendi a.k.a Tum Ben yang dilarikan Bot Takin dan Piet Takin, lebih cepat dari mereka. Goen Doel panik, sebab peta Pa Jak ternyata bentuknya sama sekali lain dari kedua peta Ki Bul dan Goen Doel. Pada saat yang sama, Mas Ter dan Bu Nanda a.k.a Bu Nda, investor kaya raya, sudah ada di tempat. Si Piet Takin mengusulkan agar si Goen Doel menukar peta Pa Jak dengan peta kuno palsu itu. Tapi, itu berarti dua kali kejahatan. Si Goen Doel menjitak si Piet Takin dengan cincin baja kebanggannya sambil memutar otak dengan cepat. Dia akhirnya menyobek peta kuno itu, dan menantang Mas Ter untuk membayar setengah dari harga peta, kalau tidak dia akan membakar peta itu dengan korek api anti air kebanggannya.
Tapi, entah bagaimana Mas Ter menyulap dua buah peta itu, tapi dengan entengnya, Mas Ter mengambil peta yang dianggap palsu oleh si Goen Doel dan meniup debu-debu yang mengotori peta kuno asli sehingga bikin mata si Goen Doel kelilipan. Si Goen Doel kelabakan, telah salah menyobek peta. Dia melemparkan sebuah korek api anti air itu lagi ke peta yang dipegang Mas Ter, peta itu terbakar di ujungnya hingga hangus. Mas Ter memadamkan api merah itu dengan tangan yang bercincin emas dengan ruby biru itu. Sedikit menjerit kepanasan, tapi Patriot dan Patroli keburu datang.
Si Goen Doel akhirnya digiring ke penjara bareng Bot Takin dan Piet Takin.