Blurb
Apakah hanya Langit Renjana merasa hidupnya gelap gulita, hanya bisa memandang satu warna saja yaitu hitam. Menjadikan dirinya seakan mengkerdilkan dirinya sendiri ketika ia dilahirkan ke dunia. Sang Maha Pemberi Cinta telah meniupkah ruh pada tubuhnya dengan tidak bisa melihat seisi dunia. Kini Langit mulai bertanya, perihal sesuatu yang tidak pernah dipandangi dalam keramaian, yang menjadi buku bacaan yang tak pernah punya halaman akhir. Cinta? Ia kerap menanyakan cinta? Bagaimana bisa ia melihat orang yang melahirkannya, bagaimana wujudnya, bagaimana kasihnya, bagaimana belaian tangan Ibunya. Sempat menanyakan kepada ibunya bagaimana wujud Sang Maha Pemberi Cinta, banyak di kepalanya yang ingin ditanyakan kepada dunia? Mengapa ia tidak bisa melihat keindahan semesta. Sedangkan di malam hari, ia pun tidak bisa merasakan mimpi dalam bentuk visual hanya ada suara-suara saja yang menemani bunga tidurnya. Sebagaimana cinta ia ada, berwujud rasa yang tak pernah bisa diraba. Cinta hadir dalam kegelapan.
Sedangkan Agra lelaki yang menurutnya tidak beruntung ketika dalam hidupnya berubah drastis, saat ia berpulang dari kantor kala itu ia terkantuk dan tidak bisa fokus untuk memacu kendaraan roda duanya sehingga ia harus kecelakaan tunggal, seketika itu hidupnya merasa hancur? Agra merasa hidupnya sudah mati, dicekam dengan nalar-nalar yang membuai. Agra harus merelakan tangannya yang harus diamputasi disebelah kanan. Apa jadinya ia menjalani kehidupan dengan satu tangan, apakah ia masih bisa mewujudkan mimpinya terdahulu untuk menaiki gunung Rinjani dengan kedua sahabatnya.
Shinta, ia memakai hijab dan menggunakan ciput membuat terlihat sangat cantik, jelas ia turunan Turki. Mata lelaki mana yang tidak terpesona melihatnya. Sosok seorang wanita pintar dan seorang Atlit Taekwondo, diparuh waktu ia bekerja di salah satu toko sepatu di Bekasi. Shinta mempunyai masalah kompleks pada keluarga besarnya, sehingga ia menjadi sosok yang pendiam, ia pun mempunyai masalah pada mentalnya sampai pernah ia mengalami self-harm.
Mereka bertiga bersahabat antara Shinta, Langit dan Agra-mereka bertualang ke Gunung Rinjani dengan beberapa kawan-kawannya yang menjadi relawan disabilitas untuk mempersiapkan pendakian yang sangat istimewa, bagaimana tidak Langit yang tunanetra, dan Agra yang mempunyai keterbatasan di tangan kanannya, serta Shinta yang menjadi pemanis diperjalanan menuju Rinjani, bak Bidadari surga yang turun ke Bumi. Saat di Danau Segara Anak pada ketinggian 2004 mdpl. Langit meminjam hanphone Agra untuk menghubungi keluarganya di rumah, ternyata saat meminjam hpnya Agra, Langit mendengar dari aplikasi tunanetra di android yaitu talkback Mendengarkan dari hp Agra, ternyata Agra menyimpan perasaan pada Shinta, disana Langit resah dan risau karena ternyata Agra menyukai Shinta, dan selama itu pula ternyata Langit menyimpan rasa pada Shinta. Saat setelah shalat subuh di Danau Segara Anak, Langit memutuskan pergi ke puncak rinjani sendiri tanpa sepengetahuan Shinta dan Agra. Saat diperjalanan banyak pendaki yang membantu Langit menuju puncak rinjani. Namun, setelah di Plawangan Sembalun, Langit bertemu empat orang pendaki (Parahike) yang dimana parahike itu adalah orang yang mendaki gunung sampai puncak lalu ketika turun, ia menggunakan parasut dan terbang paralayang sampai ke bawah dan Langit pun diajak oleh salah satu pelopor paralayang Indonesia yang ia juga menjadi komunitas Parahike yang bernama Om Gendon Subandono, dan pada akhirnya Langit diajak sampai ke Puncak rinjani oleh rombonhgan Om Gendon dan teman-teman parahike untuk menggapai puncak Rinjani, dan menuruni Rinjani dibantu oleh Om Gendon agar lebih cepat turunnya dibanding harus tracking ke bawah, pada akhirnya Langit diajak turun dengan menggunakan paralayang dari puncak rinjani walaupun dengan mata tertutup, Langit menikmati angin yang berdesir dalam tubuhnya, bahkan ketika berdialog di ketinggian dengan Om Gendon ketika ia ditanya, apa yang ia rasakan ketika Paralayang dari atas puncak Gunung Rinjani dengan mata tertutup, sedangkan Om Gendon ketika Paralayang ya menikmati pemandangan nan megah menikmati cakrawala yang membiru. Namun, disini Langit menjawab kepada Om Gendon:
"Mungkin aku tidak bisa melihat saat ini. Namun, aku bisa merasakan angin yang memeluk tubuhku dan aku bersyukur dengan itu karena Tuhan tidak memperlihatkan aku dengan hal-hal yang tidak baik di dunia ini. Kelak, aku bisa melihat keindahan ini semua, bahkan melakukan Paralayang lagi dan melihat segala keindahan di surga nanti."