Delivery

Oleh: attahirah dira putri

Blurb

Sekarang adalah tahun 2030. Virus COVID-19 sudah bermutasi menjadi virus COVID-30. Vaksin yang diproduksi pada tahun 2020 tidak bereaksi terhadap virus mutasi ini. Akibatnya, sudah 50 juta orang Indonesia meninggal akibat virus ini. Virus COVID-30 menyebar 70 kali lebih cepat dari virus COVID-19. Selain itu, gejala orang yang terjangkit virus ini menjadi lebih parah. Kemungkinan untuk sembuh hanya 5%. Hampir tidak mungkin ada manusia yang bisa sembuh apabila sudah terjangkit virus ini.
Perekonomian Indonesia runtuh sejadi-jadinya. Infrastruktur negara hancur karena Pemerintah tidak memiliki biaya lagi. Roda perekonomian tidak berjalan. Seluruh bahan pokok naik. Mal dan usaha-usaha bangkrut. Pabrik-pabrik besar sudah lama tutup permanen. Orang-orang saling mencuri dan menjarah demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sudah tidak ada perbedaan antara pekerjaan baik dan buruk. Mereka hanya berusaha bertahan hidup.
Tia (24), adalah seorang anak yatim piatu yang ditinggal ibunya ketika ia masih berumur 20 tahun. Ibunya adalah seorang perawat yang meninggal karena terpapar virus COVID. Kemudian, pada umur 24 tahun, ayahnya yang merupakan seorang prajurit, meninggal ketika mempertahankan rumahnya dari sekelompok penjarah. Kini, Tia hidup sendirian. Tia tidak mempunyai saudara. Satu-satunya kerabat yang masih ia miliki adalah Tante Ami (47), seorang perawat sekaligus teman Ibu Tia yang membantu merawat Tia ketika ayah dan Ibunya sudah pergi meninggalkan Tia. Tante Ami tidak tinggal bersama Tia, tetapi mereka sering berkomunikasi. Tante Ami sering mengirimkan Tia makanan dan kebutuhan sehari-hari. Tia sangat sayang dengan Tante Ami dan sudah menganggap Tante Ami sebagai ibunya sendiri.
Saat ini, Tia bekerja sebagai seorang kurir. Ia mengantar-jemput berbagai barang, mulai dari barang yang legal sampai ilegal. Ia sudah tidak peduli lagi dengan sistem negara yang jelas gagal. Hari-harinya hanya dipenuhi dengan bekerja, makan, dan bertahan hidup.
Suatu hari, Tia mendapat sebuah panggilan telepon dari Tante Ami. Ternyata, Tia mendapat kabar buruk bahwa Tante Ami terjangkit virus COVID-30. Tetapi, ada secercah harapan. Teman Tante Ami, Wanto, memiliki sebuah obat yang diyakini bisa menekan gejala-gejala COVID-30 dan diharapkan bisa menyembuhkan penyakit ini. Tante Ami meminta tolong kepada Tia untuk mengambil obat tersebut dan mengantarkannya kepada Tante Ami. Tanpa berpikir panjang, Tia pun mengiyakan.

Premis

Petualangan seorang kurir perempuan, Tia (24), untuk mengantarkan obat COVID-30 kepada seseorang yang sangat ia sayang, pada tahun 2030, dimana COVID sudah bermutasi tetapi dunia tidak dapat beradaptasi.

Karakter

Sekarang adalah tahun 2030. Virus COVID-19 sudah bermutasi menjadi virus COVID-30. Vaksin yang diproduksi pada tahun 2020 tidak bereaksi terhadap virus mutasi ini. Akibatnya, sudah 50 juta orang Indonesia meninggal. Virus COVID-30 menyebar 10 kali lebih cepat dari virus COVID-19. Selain itu, gejala orang yang terjangkit virus ini menjadi lebih parah. Kemungkinan untuk sembuh hanya 5%. Hampir tidak mungkin ada manusia yang bisa sembuh apabila sudah terjangkit virus ini. Perekonomian Indonesia runtuh sejadi-jadinya. Infrastruktur negara hancur karena Pemerintah tidak memiliki biaya lagi. Roda perekonomian tidak berjalan. Seluruh bahan pokok naik. Mal dan usaha-usaha bangkrut. Pabrik-pabrik besar sudah lama tutup permanen. Orang-orang saling mencuri dan menjarah demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sudah tidak ada perbedaan antara pekerjaan baik dan buruk. Mereka hanya berusaha bertahan hidup.

Tia (24), adalah seorang anak yatim piatu yang ditinggal ibunya ketika ia masih berumur 20 tahun. Ibunya adalah seorang perawat yang meninggal karena terpapar virus COVID. Kemudian, pada umur 24 tahun, ayahnya yang merupakan seorang prajurit, meninggal ketika mempertahankan rumahnya dari sekelompok penjarah. Kini, Tia hidup sendirian. Tia tidak mempunyai saudara. Satu-satunya kerabat yang masih ia miliki adalah Tante Ami (47), seorang perawat, teman Ibu Tia yang membantu merawat Tia ketika ayah dan Ibunya sudah pergi meninggalkan Tia. Tante Ami tidak tinggal bersama Tia, tetapi mereka tetap berkomunikasi. Tante Ami sering mengirimkan Tia makanan dan kebutuhan sehari-hari. Tia sangat sayang dengan Tante Ami dan sudah menganggap Tante Ami sebagai ibunya sendiri.

Sehari-hari, Tia bekerja sebagai seorang kurir. Ia mengantar-jemput berbagai barang, mulai dari barang yang legal sampai ilegal. Ia sudah tidak peduli lagi dengan sistem negara yang jelas gagal. Hari-harinya hanya dipenuhi dengan bekerja, makan, dan bertahan hidup. Suatu hari, Tia mendapat sebuah panggilan telepon dari Tante Ami. Ternyata, Tia mendapat kabar buruk bahwa Tante Ami terjangkit virus COVID-30. Tetapi, ada secercah harapan. Teman Tante Ami, Wanto, memiliki sebuah obat yang diyakini bisa menekan gejala-gejala COVID-30 dan diharapkan bisa menyembuhkan penyakit ini. Tante Ami meminta tolong kepada Tia untuk mengambil obat tersebut dan mengantarkannya kepada Tante Ami. Tanpa berpikir panjang, Tia pun mengiyakan. Setelah mendapat alamat dari Tante Ami, Tia memulai perjalanannya.

Dengan menggunakan motor sport klasik peninggalan ayahnya, Tia berkendara melewati sepinya jalan Jakarta yang sudah tidak terurus. Tia yang sehari-hari bekerja sebagai kurir, sudah mengetahui seluk beluk dan kelicikan para perompak yang pekerjaannya sehari-hari adalah merampas kendaraan seseorang dan mengambil seluruh hartanya. Tia selalu menghindari jalanan besar dan memilih melewati jalan kecil. Akhirnya setelah beberapa saat berkendara, Tia sudah sampai pada alamat Wanto. Tia mengetuk pintu besi tinggi dengan kamera di atasnya yang ia anggap sebagai rumah tujuannya. Setelah Wanto mengonfirmasi identitas Tia, Wanto membukakan pintu untuk Tia dan mempersilahkan Tia masuk. Wanto dan Tia berbincang sebentar sebelum Wanto memberikan obat tersebut kepada Tia. Obat yang diberi Wanto berjumlah 5 strip. Dengan masing-masing berjumlah 5 pil setiap stripnya. Wanto mengingatkan Tia bahwa obat ini harus diminum maksimal 3 hari setelah gejala mulai bermunculan. Apabila lebih dari 3 hari, maka sudah terlambat dan tidak bisa diselamatkan. Malah, pasien tersebut akan mengalami kegagalan sistem tubuh dan meninggal. Karena kota tempat tinggal Tia dan Tante Ami jauh dan membutuhkan waktu tempuh selama 24 jam, Tia segera melanjutkan perjalanannya.

Setelah beberapa jam berkendara, Tia mampir ke sebuah pom bensin terlantar untuk mengisi bensin motornya. Ternyata pom bensin tersebut sudah tidak beroperasi. Tia melihat ke sekeliling dan menemukan toko kecil. Tia mengintip toko kecil di pom bensin tersebut untuk mencari petugas pom. Tidak melihat adanya tanda-tanda kehidupan, Tia memutuskan untuk memecahkan kaca toko tersebut dan berkeliling mencari bensin. Tiba-tiba, ia mendengar langkah dari arah belakang toko. Dengan tangan yang sudah terselip di gagang pistol, Tia membalikkan tubuhnya. Ternyata, sudah ada seorang laki-laki dengan pisau belati yang menunggu di belakangnya. Tia memperlihatkan pistol yang tersembunyi di balik jaketnya dan meminta laki-laki tersebut untuk menurunkan pisaunya. Tia menjelaskan bahwa ia hanya ingin mencari bensin. Supaya kedua belah pihak senang, ia memutuskan untuk memberi pria tersebut sebungkus mi instan. Tia kemudian pergi dari pom bensin dan melanjutkan perjalanan.

Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Matahari terbenam dan langit gelap merupakan waktu yang sangat berbahaya untuk berpergian. Banyak perampok yang berkeliaran. Tia memutuskan untuk berhenti di sebuah motel kecil tua di pinggir jalan. Karena persediaan Tia tidak cukup untuk menjadi bahan barter, Tia memberikan jasa berupa reparasi untuk ditukar dengan imbalan menginap semalam di motel tersebut. Setelah mandi dan berbenah, Tia menelpon Tante Ami. Keadaan Tante Ami ternyata semakin memburuk. Tia harus mengantarkan obat ini lebih cepat lagi. Tia memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan dan tidak beristirahat. Setelah beberapa saat berkendara, Tia mulai mengantuk dan kurang berhati-hati. Tia tidak melihat ada sebuah tali terkubur di bawah gundukan pasir yang melintang di jalan yang sedang dilewati oleh Tia. Ketika Tia melintasi tali tersebut, dua orang perompak menarik kedua sisi tali tersebut hingga menyandung motor Tia dan menjungkirbalikkan Tia beserta motornya. Motor Tia terguling sampai beberapa meter jauhnya. Tia tidak sadakan diri.

Ketika terbangun, Tia sudah mendapati dirinya terikat di sebuah kursi. Tangannya terikat di belakang kursi dan kakinya terikat di kaki kursi. Dia hanya berbalut tanktop dan celana shorts pendek. Tia melihat sekeliling ruang. Tidak ada siapa-siapa. Tia berusaha melepas ikatan tangannya, namun tidak bisa. Tiba-tiba, masuklah seorang laki-laki dengan pistol di tangannya. Tia mengenali wajah itu. Dia adalah perampok yang menjegal motornya tadi. Dan pistol di tangannya, itu adalah pistol milik Tia. Perampok tersebut maju dan memegang paha Tia. Kemudian, perampok tersebut mengancam Tia dengan pistolnya dan memukul wajah Tia. Setelah itu, perampok mengambil tas backpack milik Tia dan membongkar seluruh isinya. Perampok tersebut melihat obat milik Tante Ami jatuh. Ia menanyakan kepada Tia mengenai obat tersebut. Tia berbohong dan mampu meyakinkan perampok itu bahwa obat itu tidak penting. Untuk berjaga-jaga, perampok itu mengambil obat tersebut dan memasukkannya ke dalam saku celana. Setelah mengancam Tia bahwa ia akan memperkosa Tia, perampok tersebut keluar. Tia sangat bingung mencari jalan keluar. Kemudian, Tia ingat bahwa ia menyimpan sebilah pisau lipat di dalam tasnya. Tia menjatuhkan diri dan merayap untuk mengambil tasnya. Setelah berhasil mengambil pisau, Tia memotong tali di tangan dan kakinya. Lalu, Tia merapikan tasnya. Kemudian, Tia keluar dari ruangan tersebut. Ketika Tia mengendap-endap hendak mencari kunci motornya, Tia bertemu dengan anak kecil yang menjegalnya tadi malam. Tia segera mendekap mulut anak tersebut dan membawanya kembali ke ruangan tempat ia disekap. Setelah Tia menginterogasi, ternyata, perampok tersebut bukan ayahnya, melainkan majikannya. Tia membuat perjanjian dengan anak tersebut yang bernama Riki (12), yaitu, Tia akan memberikan sebagian obat Tante Ami kepada ibu anak tersebut yang ternyata sedang sakit apabila ia berjanji akan membantu Tia keluar dari tempat itu. Akhirnya, Riki menyetujui. Riki tersebut memandu Tia mencari pistol milik Tia. Untungnya, perampok tersebut sedang tidur. Pistol Tia terletak tepat di samping sofa tempat perampok itu tidur. Tia menyuruh Riki mengambil pistolnya. Tetapi, ketika Riki hendak mengambil pistol, perampok tersebut terbangun. Untungnya, Tia berhasil melawan perampok itu dan menembaknya. Tia menemui perampok yang lain dan membunuhnya dengan pistol. Tia memberikan satu strip obat Tante Ami kepada anak itu. Tetapi, anak itu baru memberitahu kepada Tia bahwa ternyata tempat tinggalnya berada cukup jauh dari posisi mereka berada. Setelah berbagai pertimbangan, Tia memutuskan untuk meninggalkan Riki dan kembali melanjutkan perjalanan.

Waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi, Tia sudah melewatkan 10 jam. Di sepanjang perjalanan, hati Tia gundah. Ia merasa tidak bertanggung jawab. Akhirnya ia kembali untuk mengantar Riki ke rumahnya. Tia kemudian segera mencari kunci motor milik perampok dan keluar dari rumah itu. Tia membonceng Riki menuju rumahnya. Setelah beberapa saat mengendara, akhirnya mereka sampai di rumah Riki. Ternyata, ketika ditemui, Ibu Riki sudah meninggal. Karena kasihan, Tia akhirnya mengajak Riki mengantarkan obat ke Tante Ami dan kemudian ikut tinggal bersama Tia. Riki pun menyetujui. Akhirnya mereka melanjutkan perjalanan.

Di tengah perjalanan, bensin motor habis. Mereka terpaksa mendorong motor sampai menemukan pom bensin terdekat. Akhirnya mereka menemukan pom bensin. Setelah Tia mengisi bensin motor, mereka melanjutkan perjalanan. Kemudian, Riki mengeluh kelaparan kepada Tia. Dengan berat hati, Tia menghentikan motornya di sebuah warung kecil pinggir jalan. Mereka makan siang sejenak. Kemudian, Tia ke kamar mandi untuk buang air kecil. Ketika keluar dari kamar kecil, Tia mendengar teriakan Ibu warung dan Riki. Dengan pistol di tangan kanannya, Tia mengendap pelan menuju depan warung. Ternyata sudah ada seorang pria dengan pistol mengarah ke kepala Riki. Tia pun keluar dengan kedua tangan di atas. Pria tersebut menyuruh Tia untuk menjatuhkan pistol. Tia menyanggupi. Lalu, Tia melihat di depan warung, terparkir sebuah mobil dengan seorang ibu dan dua anak yang tertidur lemas. Tia memanfaatkan keadaan itu. Tia mencoba bernegosiasi dengan pria tersebut. Akhirnya, Pria itu meminta seluruh obat milik Tante Ami. Tia pura-pura memberikan obat miliknya, tetapi ketika sudah dekat dengan pria itu, ia menyenggol pistol pria itu dan menendang pria tersebut hingga terjungkal. Mereka berbaku hantam. Tia kalah. Pria tersebut memukul kepala Tia dengan gagang pistol hingga Tia tidak sadarkan diri.

Ketika Tia terbangun, Tia mendapati seluruh obat yang ada di tas Tia sudah hilang. Selain itu, ban sepeda motor Tia pecah ditembak. Pistol Tia juga hilang. Pria itu mengambil segalanya. Tia sangat marah dan frustasi. Ia menyalurkan seluruh emosinya kepada Riki dan mengatakan bahwa Riki adalah dalang dari seluruh kejadian ini. Tia menelpon Tante Ami untuk memberitahu bahwa obatnya hilang, namun, ketika mendengar suara Tante Ami, Tia tidak tega. Tia semakin marah, karena jarak mereka sudah cukup dekat dengan rumah Tante Ami, namun obatnya sudah tidak ada. Ternyata, Riki masih mempunyai satu strip obat yang diberikan oleh Tia sebelumnya untuk Ibunya tetapi tidak jadi dipakai karena Ibunya sudah meninggal lebih dulu. Riki memberikan obat tersebut kepada Tia. Tia lalu meminta maaf kepada Riki. Akhirnya, mereka berdua melanjutkan perjalanan dengan menaiki sepeda yang dipinjamkan oleh Ibu warung.

Mereka sudah tiba tepat di depan perumahan Tante Ami ketika mereka bertemu kembali dengan mobil milik pria yang mencuri obat Tante Ami. Terdengar suara tangisan dari dalam mobil tersebut. Tia mencari-cari jalan masuk lain menuju komplek perumahan tersebut, namun tidak ada. Seorang pria keluar dari mobilnya sambil menangis. Itu adalah pria yang sama dengan yang tadi memukul kepala Tia hingga pingsan. Tia dan Riki bersembunyi di balik tembok samping perumahan. Tia menyuruh Riki untuk menyembunyikan obatnya di baju Riki dan menyuruh Riki untuk segera berlari masuk ke dalam perumahan dan mencari rumah Tante Ami begitu Tia mengalihkan perhatian pria tersebut. Pria itu berjalan sambil berteriak dan mendekati tembok samping perumahan. Berbekal pisau lipat, Tia keluar dari persembunyiannya sambil berlari menuju tembok seberang. Pria tersebut mengejar Tia dan menembakkan beberapa butir peluru ke arah Tia. Namun Tia beruntung, ia keadaan sedang gelap, sehingga peluru tersebut tidak tepat sasaran. Tia mencoba mengulur waktu dengan mengajak pria itu berbicara dan menanyakan mengapa ia menangis. Ternyata, seluruh keluarganya meninggal beberapa jam setelah mereka meminum obat tersebut. Pria itu tiba-tiba mengeluarkan pistol dari sabuknya dan mengarahkan pistol tersebut kepada Tia. Ia menuduh bahwa Tia berbohong. Tia lalu menanyakan berapa hari semenjak gejala mereka muncul. Ternyata sudah 5 hari. Tia mencoba menjelaskan, namun pria itu terlalu berkabung untuk mendengarkan alasan Tia. Tia masih berusaha untuk menenangkan pria itu. Ia maju mendekat. Pria itu kaget dan tidak sengaja menembakkan pistol ke perut Tia. Tia tergeletak lesu. Yang tidak ia sadari, ternyata Tia sempat menghunuskan pisau lipatnya ke dada pria tersebut. Ia pun jatuh tergeletak tepat di samping Tia. Sementara itu, Riki berhasil menyelinap melewati mereka berdua dan berlari masuk ke perumahan. Riki berhasil menemukan rumah Tante Ami dan memberikan obat tersebut kepada Tante Ami. TAMAT
Lihat selengkapnya